Kendari (ANTARA) - Rektor Institut Teknologi Kelautan (ITK) Buton Prof La Sara, MS PhD mengemukakan perlu adanya dukungan dari berbagai pihak, termasuk warga sipil dalam upaya mengatasi perubahan iklim global.
"Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis dan cepat dengan menyusun berbagai kebijakan nasional. Oleh karena itu, dukungan masyarakat sipil, termasuk perguruan tinggi dan LSM cukup besar andilnya dalam membantu mengatasi masalah yang dihadapi dunia saat ini," katanya dalam rilis yang diterima di Kendari, Senin.
Prof La Sara mengemukakan hal itu usai mengikuti diskusi yang digelar oleh Yayasan EcoNusa dan Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan Indonesia (FP2TPKI).
Dalam diskusi tersebut, sebagai pembicara, antara lain Sekretaris Dirjen PRL KKP, Ketua Umum Iskindo, Prof. Dr. Edwin Aldrian, Dr. Andreas D. Patria (Kemenkomarves), Dr. Ersti Y. Sari (Dekan FIKP UMRAH/FP2TPKI), Prof. Ir. Tri Winarni Agustini (Dekan FPIK UNDIP/FP2TPKI), Direktur ASPEKSINDO, Direktur WALHI, CEO IOJI, dan beberapa organisasi lainnya.
Dalam diskusi tersebut, disepakati bahwa publik dan pengambil kebijakan dalam mengelola kelautan Indonesia memerlukan referensi kuat bercorak inklusif dari berbagai pihak guna menghasilkan rekomendasi kebijakan tepat yang berpihak pada keberlanjutan mewujudkan Indonesia emas 2045.
Persiapan rumusan kebijakan ini memerlukan referensi kebijakan untuk memetakan perubahan guna memastikan kejayaan kelautan dan perikanan Indonesia, mendorong pengentasan kemiskinan dan pelestarian ekosistem pesisir dan pulau kecil di Indonesia.
La Sara menyampaikan beberapa catatan penting tentang kebijakan penataan ruang laut yang telah dirumuskan pemerintah. Perumusan kebijakan tersebut, memperhatikan visi poros maritim dan sikap geopolitik Indonesia sebagai negara maritim yang berdaulat, maju, mandiri, kuat serta mampu memberikan kontribusi positif bagi keamanan dan perdamaian kawasan dan dunia sesuai dengan kepentingan nasional dalam rangka menyongsong Indonesia Emas.
Ia mengatakan mengelola sumber daya salah satunya berdasarkan pendekatan klaster ekonomi maritim, yaitu perikanan, energi dan sumber daya mineral, sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, sumber daya non-konvensional, industri bioteknologi, industri maritim, jasa maritim, pariwisata), perhubungan, bangunan laut, dan pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan keselamatan di laut.
"Kita semua berharap sumber daya tersebut dikelola dengan memperhatikan keseimbangan kelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan peran Indonesia sebagai pelaku utama dunia di sektor kelautan dan perikanan yang berpijak pada tiga pilar blue economy, kesehatan ekologi, dan inklusif sosial," tuturnya.
La Sara menyebutkan bahwa Indonesia yang memiliki berbagai potensi yang mempunyai panjang garis pantai 108.000 km sangat memerlukan penataan ruang lautan terpadu dengan daratan yang pendekatannya melibatkan daerah aliran sungai. Penataan ruang laut dengan ruang daratan ini harus tepat, pas, serasi, dan harmonis – ibarat baut dengan mur (berbeda bentuknya tetapi terdapat ruang yang menyatukannya).
Kebijakan penataan ruang laut, katanya, mengakomodasi pendekatan integrasi perencanaan, konektivitas dan integrasi infrastruktur, dan tetap mendorong ekosistem peningkatan daya saing dan daya tahan.
Masalah urgen lainnya yang mempengaruhi potensi sumber daya kelautan Indonesia terletak pada alur kepulauan Indonesia (ALKI) dan transportasi laut yang kemungkinan membuang sampah plastik dan bahan berbahaya lainnya.
"Kita semua berharap bahwa penataan ruang laut dengan sumber daya yang mampu mewujudkan visi Indonesia 2045 dijaga keberlanjutannya dengan baik," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Akademisi: Perlu dukungan warga sipil atasi perubahan iklim global
"Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis dan cepat dengan menyusun berbagai kebijakan nasional. Oleh karena itu, dukungan masyarakat sipil, termasuk perguruan tinggi dan LSM cukup besar andilnya dalam membantu mengatasi masalah yang dihadapi dunia saat ini," katanya dalam rilis yang diterima di Kendari, Senin.
Prof La Sara mengemukakan hal itu usai mengikuti diskusi yang digelar oleh Yayasan EcoNusa dan Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan Indonesia (FP2TPKI).
Dalam diskusi tersebut, sebagai pembicara, antara lain Sekretaris Dirjen PRL KKP, Ketua Umum Iskindo, Prof. Dr. Edwin Aldrian, Dr. Andreas D. Patria (Kemenkomarves), Dr. Ersti Y. Sari (Dekan FIKP UMRAH/FP2TPKI), Prof. Ir. Tri Winarni Agustini (Dekan FPIK UNDIP/FP2TPKI), Direktur ASPEKSINDO, Direktur WALHI, CEO IOJI, dan beberapa organisasi lainnya.
Dalam diskusi tersebut, disepakati bahwa publik dan pengambil kebijakan dalam mengelola kelautan Indonesia memerlukan referensi kuat bercorak inklusif dari berbagai pihak guna menghasilkan rekomendasi kebijakan tepat yang berpihak pada keberlanjutan mewujudkan Indonesia emas 2045.
Persiapan rumusan kebijakan ini memerlukan referensi kebijakan untuk memetakan perubahan guna memastikan kejayaan kelautan dan perikanan Indonesia, mendorong pengentasan kemiskinan dan pelestarian ekosistem pesisir dan pulau kecil di Indonesia.
La Sara menyampaikan beberapa catatan penting tentang kebijakan penataan ruang laut yang telah dirumuskan pemerintah. Perumusan kebijakan tersebut, memperhatikan visi poros maritim dan sikap geopolitik Indonesia sebagai negara maritim yang berdaulat, maju, mandiri, kuat serta mampu memberikan kontribusi positif bagi keamanan dan perdamaian kawasan dan dunia sesuai dengan kepentingan nasional dalam rangka menyongsong Indonesia Emas.
Ia mengatakan mengelola sumber daya salah satunya berdasarkan pendekatan klaster ekonomi maritim, yaitu perikanan, energi dan sumber daya mineral, sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, sumber daya non-konvensional, industri bioteknologi, industri maritim, jasa maritim, pariwisata), perhubungan, bangunan laut, dan pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan keselamatan di laut.
"Kita semua berharap sumber daya tersebut dikelola dengan memperhatikan keseimbangan kelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan peran Indonesia sebagai pelaku utama dunia di sektor kelautan dan perikanan yang berpijak pada tiga pilar blue economy, kesehatan ekologi, dan inklusif sosial," tuturnya.
La Sara menyebutkan bahwa Indonesia yang memiliki berbagai potensi yang mempunyai panjang garis pantai 108.000 km sangat memerlukan penataan ruang lautan terpadu dengan daratan yang pendekatannya melibatkan daerah aliran sungai. Penataan ruang laut dengan ruang daratan ini harus tepat, pas, serasi, dan harmonis – ibarat baut dengan mur (berbeda bentuknya tetapi terdapat ruang yang menyatukannya).
Kebijakan penataan ruang laut, katanya, mengakomodasi pendekatan integrasi perencanaan, konektivitas dan integrasi infrastruktur, dan tetap mendorong ekosistem peningkatan daya saing dan daya tahan.
Masalah urgen lainnya yang mempengaruhi potensi sumber daya kelautan Indonesia terletak pada alur kepulauan Indonesia (ALKI) dan transportasi laut yang kemungkinan membuang sampah plastik dan bahan berbahaya lainnya.
"Kita semua berharap bahwa penataan ruang laut dengan sumber daya yang mampu mewujudkan visi Indonesia 2045 dijaga keberlanjutannya dengan baik," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Akademisi: Perlu dukungan warga sipil atasi perubahan iklim global