Jakarta (ANTARA) - Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya didakwa memberikan suap totalnya Rp3,405 miliar untuk tiga orang demi mendapatkan pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur pada tahun anggaran 2021.
"Terdakwa Andi Merya bersama-sama LM Rusdianto Emba memberikan uang seluruhnya berjumlah Rp3,405 miliar kepada Mochamad Ardian Noervianto selaku Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp1,5 miliar, kepada Sukarman Loke sebesar Rp1,73 miliar, dan Laode M. Syukur Akbar sebesar Rp175 juta," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Andhi Ginanjar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Tujuan pemberian suap itu adalah agar M. Ardian Noervianto memberikan pertimbangan atas permohonan pinjaman PEN daerah dan menyampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lama 3 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan.
L.M. Rusdianto Emba adalah seorang pengusaha yang juga adik dari Bupati Muna L.M. Rusman Emba. Selanjutnya Sukarman Loke adalah Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna dan Laode M. Syukur Akbar adalah Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna yang merupakan teman satu angkatan M. Ardian Noervianto di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN).
Andi Merya pada bulan Maret 2021 ingin mengajukan dana tambahan pembangunan infrastruktur dan menyampaikan hal itu kepada L.M. Rusdianto Emba. Rusdianto lalu menyampaikannya kepada Sukarman Loke, lalu mengusulkan agar Kabupaten Kolaka Timur mengajukan dana pinjaman PEN.
Pada bulan April 2021, Andi Merya lalu memberikan uang Rp50 juta kepada SUkarman Loke sebagai uang operasional untuk mengurus pengajuan pinjaman dana PEN Kolaka Timur. Sukarman Loke juga menerima Rp205 juta dari L.M. Rusdianto Emba dengan cara setor tunai pada tanggal 21 April 2021.
Andi Merya pada tanggal 12 April 2021 mengajukan pinjaman senilai Rp350 miliar yang ditujukan kepada Menteri Keuangan.
Andi Merya kemudian bertemu dengan Ardian Noervianto pada tanggal 4 Mei 2021 bersama dengan Laode M. Syukur dan Sukarman Loke di kantor Ardian di Kemendagri. Andi Merya pun menyampaikan pengajuan pinjaman sebesar Rp350 miliar. Namun, Ardian hanya menyanggupi Rp300 miliar.
Laode Syukur lalu beberapa kali bertemu dengan Ardian dan Ardian sempat memberikan informasi bahwa posisi Kolaka Timur pada urutan ke-48 sehingga tidak dapat memperoleh dana pinjaman PEN.
"M. Ardian Noervianto lalu menyampaikan kepada Laode M. Syukur 'Bro ikuti saja seperti Muna (Kabupaten Muna) yang sudah pernah dapat itu, jawaban tersebut kemudian diteruskan kepada terdakwa melalui L.M. Rusdianto Emba," ungkap jaksa.
M. Ardian pada tanggal 10 Juni 2021 meminta fee sebesar 1 persen kepada Laode M. Syukur dengan cara menuliskan secarik kertas.
Selanjutnya, Andi Merya meminta Mujeri Dachri Muchlis mentransfer uang seluruhnya Rp2 miliar secara bertahap, yaitu pada tanggal 11 Juni 2021 sebesar Rp500 juta dan pada tanggal 16 Juni 2021 sebesar Rp1,5 miliar melalui rekening Bank Mandiri milik L.M. Roesdianto Emba.
Setelah Andi Merya meyakini Kolaka Timur masuk dalam urutan ke-17 penerima pinjaman PEN, Andi Merya masih memberikan uang kepada Sukarman Loke untuk pengurusan dana PEN sebesar Rp1 miliar pada tanggal 16 Juni 2021 di rumah L.M. Rusdianto Emba.
Pada tanggal 18 Juni 2021, Laode M. Syukur menukar uang sebesar Rp1,5 miliar menjadi 131.000 dolar Singapura, kemudian menyerahkan kepada ajudan M. Ardian bernama Ochtavian Runia Pelealu pada tanggal 20 Juni 2021.
Ochtavian bersama Bagas Azis pada tanggal 21 Juni lalu memberikan uang tersebut bersama-sama dengan berkas lain kepada M. Ardian di rumah M. Ardian.
"Ochtavian menyampaikan kepada M. Ardian: 'Pak ini ada dokumen dan titipan dari Kak Syukur Akbar', kemudian dijawab M. Ardian: 'Simpan saja di meja', selanjutnya Ochtavian meletakkan uang dan berkas di meja yang ditunjuk," tambah jaksa.
Ochtavian lalu melaporkan penyerahan uang tersebut kepada Laode M. Syukur pada hari yang sama. Selain itu, M. Ardian juga menghubungi Laode M. Syukur melalui video call WhatsApp dan mengatakan: "Bro sudah saya terima dari Octa." Saat itu dia sambil menunjukkan jempol tangannya.
Artinya M. Ardian menerima Rp1,5 miliar dalam bentuk 131.000 dolar Singapura dari Andi Merya; Sukarman Loke menerima uang sebesar Rp1,55 miliar dari Andi Merya dan Rp205 juta dari L.M. Rusdianto Emba dan Laode M. Syukur Akbar menerima Rp150 juta dari L.M. RUsdianto Emba dan sebesar Rp25 juta dari Sukarman Loke.
Setelah M. Ardian menerima uang tersebut, dia lalu menerbitkan surat yang ditujukan kepada Mendagri yaitu surat No. 979/6187/Keuda pada tanggal 14 September 2021 mengenai Pertimbangan atas Usulan Pinjaman PEN Kolaka Timur TA 2021 yang pada pokoknya menyatakan daerah tersebut dapat menerima pinjaman paling besar Rp151 miliar.
Atas perbuatannya, Andi Merya dan L.M. Rusdianto Emba didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, Sukarman Loke didakwa dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo. Pasal 18 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bupati Kolaka Timur nonaktif didakwa beri Rp3,405 miliar demi dana PEN
"Terdakwa Andi Merya bersama-sama LM Rusdianto Emba memberikan uang seluruhnya berjumlah Rp3,405 miliar kepada Mochamad Ardian Noervianto selaku Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp1,5 miliar, kepada Sukarman Loke sebesar Rp1,73 miliar, dan Laode M. Syukur Akbar sebesar Rp175 juta," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Andhi Ginanjar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.
Tujuan pemberian suap itu adalah agar M. Ardian Noervianto memberikan pertimbangan atas permohonan pinjaman PEN daerah dan menyampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lama 3 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan.
L.M. Rusdianto Emba adalah seorang pengusaha yang juga adik dari Bupati Muna L.M. Rusman Emba. Selanjutnya Sukarman Loke adalah Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna dan Laode M. Syukur Akbar adalah Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna yang merupakan teman satu angkatan M. Ardian Noervianto di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN).
Andi Merya pada bulan Maret 2021 ingin mengajukan dana tambahan pembangunan infrastruktur dan menyampaikan hal itu kepada L.M. Rusdianto Emba. Rusdianto lalu menyampaikannya kepada Sukarman Loke, lalu mengusulkan agar Kabupaten Kolaka Timur mengajukan dana pinjaman PEN.
Pada bulan April 2021, Andi Merya lalu memberikan uang Rp50 juta kepada SUkarman Loke sebagai uang operasional untuk mengurus pengajuan pinjaman dana PEN Kolaka Timur. Sukarman Loke juga menerima Rp205 juta dari L.M. Rusdianto Emba dengan cara setor tunai pada tanggal 21 April 2021.
Andi Merya pada tanggal 12 April 2021 mengajukan pinjaman senilai Rp350 miliar yang ditujukan kepada Menteri Keuangan.
Andi Merya kemudian bertemu dengan Ardian Noervianto pada tanggal 4 Mei 2021 bersama dengan Laode M. Syukur dan Sukarman Loke di kantor Ardian di Kemendagri. Andi Merya pun menyampaikan pengajuan pinjaman sebesar Rp350 miliar. Namun, Ardian hanya menyanggupi Rp300 miliar.
Laode Syukur lalu beberapa kali bertemu dengan Ardian dan Ardian sempat memberikan informasi bahwa posisi Kolaka Timur pada urutan ke-48 sehingga tidak dapat memperoleh dana pinjaman PEN.
"M. Ardian Noervianto lalu menyampaikan kepada Laode M. Syukur 'Bro ikuti saja seperti Muna (Kabupaten Muna) yang sudah pernah dapat itu, jawaban tersebut kemudian diteruskan kepada terdakwa melalui L.M. Rusdianto Emba," ungkap jaksa.
M. Ardian pada tanggal 10 Juni 2021 meminta fee sebesar 1 persen kepada Laode M. Syukur dengan cara menuliskan secarik kertas.
Selanjutnya, Andi Merya meminta Mujeri Dachri Muchlis mentransfer uang seluruhnya Rp2 miliar secara bertahap, yaitu pada tanggal 11 Juni 2021 sebesar Rp500 juta dan pada tanggal 16 Juni 2021 sebesar Rp1,5 miliar melalui rekening Bank Mandiri milik L.M. Roesdianto Emba.
Setelah Andi Merya meyakini Kolaka Timur masuk dalam urutan ke-17 penerima pinjaman PEN, Andi Merya masih memberikan uang kepada Sukarman Loke untuk pengurusan dana PEN sebesar Rp1 miliar pada tanggal 16 Juni 2021 di rumah L.M. Rusdianto Emba.
Pada tanggal 18 Juni 2021, Laode M. Syukur menukar uang sebesar Rp1,5 miliar menjadi 131.000 dolar Singapura, kemudian menyerahkan kepada ajudan M. Ardian bernama Ochtavian Runia Pelealu pada tanggal 20 Juni 2021.
Ochtavian bersama Bagas Azis pada tanggal 21 Juni lalu memberikan uang tersebut bersama-sama dengan berkas lain kepada M. Ardian di rumah M. Ardian.
"Ochtavian menyampaikan kepada M. Ardian: 'Pak ini ada dokumen dan titipan dari Kak Syukur Akbar', kemudian dijawab M. Ardian: 'Simpan saja di meja', selanjutnya Ochtavian meletakkan uang dan berkas di meja yang ditunjuk," tambah jaksa.
Ochtavian lalu melaporkan penyerahan uang tersebut kepada Laode M. Syukur pada hari yang sama. Selain itu, M. Ardian juga menghubungi Laode M. Syukur melalui video call WhatsApp dan mengatakan: "Bro sudah saya terima dari Octa." Saat itu dia sambil menunjukkan jempol tangannya.
Artinya M. Ardian menerima Rp1,5 miliar dalam bentuk 131.000 dolar Singapura dari Andi Merya; Sukarman Loke menerima uang sebesar Rp1,55 miliar dari Andi Merya dan Rp205 juta dari L.M. Rusdianto Emba dan Laode M. Syukur Akbar menerima Rp150 juta dari L.M. RUsdianto Emba dan sebesar Rp25 juta dari Sukarman Loke.
Setelah M. Ardian menerima uang tersebut, dia lalu menerbitkan surat yang ditujukan kepada Mendagri yaitu surat No. 979/6187/Keuda pada tanggal 14 September 2021 mengenai Pertimbangan atas Usulan Pinjaman PEN Kolaka Timur TA 2021 yang pada pokoknya menyatakan daerah tersebut dapat menerima pinjaman paling besar Rp151 miliar.
Atas perbuatannya, Andi Merya dan L.M. Rusdianto Emba didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, Sukarman Loke didakwa dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo. Pasal 18 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bupati Kolaka Timur nonaktif didakwa beri Rp3,405 miliar demi dana PEN