Kendari (ANTARA) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Sulawesi Tenggara meminta seluruh pemerintah daerah agar mematuhi kebijakan menganggarkan 2 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan untuk perlindungan sosial usai naiknya harga BBM.
Pelaksana Tugas Kepala Kanwil DJPb Sultra Joko Pramono di Kendari, Jumat, mengatakan hal tersebut merujuk pada kebijakan pemerintah melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib Dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun 2022.
"Pemda diminta untuk menganggarkan 2 persen dari APBD-nya nanti di bulan Oktober, November, Desember 2022 untuk menganggarkan di APBD Perubahan," kata Joko Pramono.
Dia menyampaikan, pemerintah telah menganggarkan dengan memberikan tambahan dana untuk subsidi maupun kompensasi yang awalnya senilai Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun.
Selain itu, ujar dia, pemerintah daerah juga diminta untuk ikut berkontribusi memberikan dukungan berupa menganggarkan belanja perlindungan sosial sebesar 2 persen dari APBD Perubahan untuk periode Oktober hingga Desember 2022.
Ia menyebut, belanja perlindungan sosial tersebut dipergunakan antara lain pemberian bantuan sosial termasuk kepada ojek, UMKM dan nelayan, penciptaan lapangan kerja, serta pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.
DJPb menyebut, pemda diwajibkan untuk memberikan laporan terkait penganggaran pengalihan bansos BBM paling lambat di tanggal 15 September serta laporan realisasinya di tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan berkenaan berakhir kepada menteri keuangan.
"Apabila dengan waktu yang ditentukan belum menganggarkan nanti akan berpengaruh pada pencairan DAU-nya ke pemda itu akan ditunda," ujar dia.
Dia berharap dengan sinergi penanganan untuk perlindungan sosial antara pusat dan daerah, maka angka kemiskinan akibat inflasi di bidang energi dapat ditekan. Selain itu kebijakan subsidi tepat sasaran dan berkeadilan ini akan meringankan beban APBN 2022 dan meningkatkan ruang fiskal 2023
Pelaksana Tugas Kepala Kanwil DJPb Sultra Joko Pramono di Kendari, Jumat, mengatakan hal tersebut merujuk pada kebijakan pemerintah melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib Dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun 2022.
"Pemda diminta untuk menganggarkan 2 persen dari APBD-nya nanti di bulan Oktober, November, Desember 2022 untuk menganggarkan di APBD Perubahan," kata Joko Pramono.
Dia menyampaikan, pemerintah telah menganggarkan dengan memberikan tambahan dana untuk subsidi maupun kompensasi yang awalnya senilai Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun.
Selain itu, ujar dia, pemerintah daerah juga diminta untuk ikut berkontribusi memberikan dukungan berupa menganggarkan belanja perlindungan sosial sebesar 2 persen dari APBD Perubahan untuk periode Oktober hingga Desember 2022.
Ia menyebut, belanja perlindungan sosial tersebut dipergunakan antara lain pemberian bantuan sosial termasuk kepada ojek, UMKM dan nelayan, penciptaan lapangan kerja, serta pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.
DJPb menyebut, pemda diwajibkan untuk memberikan laporan terkait penganggaran pengalihan bansos BBM paling lambat di tanggal 15 September serta laporan realisasinya di tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan berkenaan berakhir kepada menteri keuangan.
"Apabila dengan waktu yang ditentukan belum menganggarkan nanti akan berpengaruh pada pencairan DAU-nya ke pemda itu akan ditunda," ujar dia.
Dia berharap dengan sinergi penanganan untuk perlindungan sosial antara pusat dan daerah, maka angka kemiskinan akibat inflasi di bidang energi dapat ditekan. Selain itu kebijakan subsidi tepat sasaran dan berkeadilan ini akan meringankan beban APBN 2022 dan meningkatkan ruang fiskal 2023