Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menegaskan pemerintah tidak akan lagi mengadakan program pengampunan pajak seperti Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

“Kalau pengampunan diberikan terlalu sering, akan menciptakan mentalitas wajib pajak yang tidak baik,” katanya dalam Rilis Survei Indikator Politik Indonesia yang dipantau di Jakarta, Minggu.

Ia menyebutkan permanent tax amnesty atau program pengampunan pajak atau program yang serupa yang dilakukan terus-menerus dapat berdampak buruk terhadap kepatuhan pajak masyarakat dalam jangka panjang.

“Karena orang akan mencicil kepatuhan. Sekarang dicicil pelaporannya, berharap tahun depan ada pengampunan lagi. Ini buruk bagi kewibawaan otoritas dan mengurangi trust kepadanya,” katanya.

Ia mengatakan selepas Program Pengungkapan Sukarela (PPS) ditutup pada akhir Juni 2022, masih terdapat pihak yang menginginkan program serupa dilanjutkan atau diulang.

“Ada yang ingin program ini diulang karena belum mengetahui. Padahal selama delapan bulan sejak Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) kami sudah mensosialisasikan tetapi masih banyak yang belum paham,” katanya.

Ia tidak menyepakati pengulangan PPS dan berharap pelaku usaha serta anggota legislatif mendukung langkah pemerintah ini.

“Kami tidak menyepakati ini, dan harusnya DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan pengusaha juga tidak sepakat karena dapat menciptakan mentalitas yang tidak baik,” ucapnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyebutkan bahwa pemerintah berhasil mengumpulkan Pajak Penghasilan (PPh) senilai Rp61,01 triliun dari 247,91 ribu wajib pajak dari PPS yang dilaksanakan sepanjang awal Januari sampai akhir Juni 2022.
 

Ilustrasi: Poster ajakan wajib pajak untuk tertib bayar pajak di Alun-alun Kudus, Jawa Tengah. (ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif) (1)

Sosialisasi dan edukasi pajak tepat sasaran

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan sosialisasi dan edukasi pajak yang tepat sasaran masih menjadi tantangan untuk dilakukan.

“Kalau membicarakan pajak, apalagi aturan pajak, orang-orang seringkali merasa alergi duluan. Tapi kalau bicara manfaat pajak, orang lebih tertarik karena mereka menyadari uangnya digunakan dengan baik,” kata Pras dalam Rilis Survei Indikator Politik Indonesia yang dipantau di Jakarta, Minggu.

Ia mengatakan bahwa sosialisasi dan edukasi menjadi lebih sulit karena Indonesia menerapkan desentralisasi fiskal sehingga tidak semua pajak dipungut oleh pemerintah pusat.

“Tidak mudah juga untuk mengajak lembaga-lembaga ini untuk sepenuhnya akuntabel. Jadi masyarakat sering komplain terkait pajak kendaraan bermotor ke DJP (Direktorat Jenderal Pajak), padahal ini bagian dari otoritas pemerintah,” katanya.

Ke depan pemerintah akan mendorong peningkatan program-program yang dapat membuat masyarakat turut berpartisipasi dalam pembayaran dan pengawasan pajak, termasuk yang dibuat oleh pemerintah daerah.

“Front line kita, pemerintah daerah dan kementerian teknis, yang membelanjakan uang pajak sehari-hari akan didorong lebih proaktif,” katanya.

Menurutnya pajak bisa menjadi alasan bagi masyarakat sebagai wajib pajak untuk mengontrol pemerintah agar tidak berlaku sewenang-wenang.

“Dengan membayar pajak, kita bisa menuntut agar fasilitas dari negara bisa menjadi lebih baik,” ucapnya.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pendapatan pajak sepanjang semester I 2022 mencapai Rp868,3 triliun atau tumbuh 55,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Stafsus Menkeu tegaskan tidak akan ada program pengampunan pajak lagi


Pewarta : Sanya Dinda Susanti
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024