"Kita tidak masuk ke daerah konflik tanpa mempelajari, tanpa tahu, apa yang sebenarnya terjadi. Konflik apa yang terjadi di kawasan tersebut," kata Desi dalam Webinar Cegah Ancaman Wartawan dalam Liputan Berita Palestina yang diselenggarakan oleh Forum Internasional Palestina untuk Media & Komunikasi, Selasa.
Desi mengatakan bahwa wartawan perlu mempelajari dan memahami situasi yang sebenarnya terjadi saat akan meliput daerah konflik, sehingga memiliki gambaran utuh peristiwa yang terjadi di daerah tersebut.
"Kita pelajari dahulu bagaimana sejarahnya. Berapa kali terjadi peperangan di sana? Terus bagaimana kelompok mereka yang bertikai, antara kelompok apa dengan kelompok apa. Bagaimana suasana di Palestina, di Tepi Barat, di Jalur Gaza. Lalu bagaimana dengan serangan Israel? Berapa kali dan sejak kapan terjadi?" kata Desi lebih lanjut.
Selain perlu memahami situasi, wartawan yang akan meliput di daerah konflik seperti di Palestina juga perlu melakukan persiapan diri, terutama persiapan mental.
"Bahwa ketika masuk daerah konflik itu mentalnya beda. Bahkan ada yang ditugaskan ke daerah konflik, kemudian 2 atau 3 hari minta pulang," katanya.
Persiapan diri, terutama persiapan mental, perlu dilakukan karena dengan mental yang kuat, wartawan bisa dengan cepat menyesuaikan diri dengan situasi yang terjadi ketika memasuki daerah konflik.
Cara berikutnya untuk mencegah kemungkinan serangan adalah meyakini bahwa setiap wartawan melindungi dirinya sendiri. "Kita adalah pelindung diri," kata Desi, mengecualikan kematian wartawan Al Jazeera Shireen Abu Akleh yang meninggal karena menjadi target serangan militer Israel.
Dengan kesadaran untuk melindungi diri sendiri saat liputan di daerah konflik, maka wartawan seharusnya melengkapi diri dengan peralatan pelindung seperti helm maupun rompi antipeluru.
Selain itu, wartawan juga perlu memastikan bahwa dia selalu memakai identitas dirinya sebagai wartawan selama peliputan, dan membawa perlengkapan keselamatan, makanan serta minuman.
Selanjutnya, wartawan yang meliput daerah konflik juga harus mencari cara untuk tidak dimanfaatkan oleh salah satu kubu dari konflik yang terjadi, sehingga bisa membuat berita yang berimbang.
Terakhir, wartawan juga disarankan untuk mengetahui cara menyelamatkan diri saat berada di tengah-tengah zona konflik.
"Perlu mencari daerah-daerah yang netral atau daerah-daerah yang bisa dijadikan tempat berlindung," demikian katanya.
Sebelumnya Pemerintah Indonesia mengecam penembakan jurnalis Al Jazeera asal Palestina Shireen Abu Akleh, kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah dalam pengarahan pers di Jakarta, Kamis.
“Indonesia mengecam keras pembunuhan terhadap koresponden Al Jazeera Shireen Abu Akleh di wilayah Tepi Barat yang diokupasi,” ujarnya.
Kemlu RI mendesak adanya investigasi yang dilakukan terkait penembakan tersebut, kata dia.
Faizasyah kembali menegaskan pentingnya untuk segera menemukan solusi terkait pendudukan Israel di wilayah Palestina.
“Karena kita mengetahui bahwa aktivitas jurnalis dilakukan di daerah Tepi Barat yang masih berada di bawah okupasi Israel,” tambahnya.
Jurnalis perempuan Al Jazeera itu dikabarkan tewas oleh tembakan tentara Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat pada Rabu (11/5).
Seorang pejabat Palestina kepada Reuters mengatakan bahwa Shireen Abu Akleh telah “dibunuh” oleh pasukan Israel saat tengah meliput penggerebekan di kawasan Jenin di wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Kamis mengatakan bahwa otoritas Israel "bertanggung jawab penuh" atas kematian wartawati veteran itu.
"Kami tidak sudi melakukan investigasi gabungan dengan otoritas pendudukan Israel sebab mereka melakukan kejahatan dan karena kami tidak percaya pada mereka," kata Abbas saat upacara resmi untuk mengenang Abu Akleh di Ramallah.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Wartawan senior urai cara cegah serangan saat liputan di Palestina