Kendari (ANTARA) - Buku memoar atau catatan peristiwa mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) H Nur Alam yang berjudul “Dipaksa Salah, Divonis Kalah” resmi diluncurkan dan dibedah dengan melibatkan tiga nara sumber nasional yang ahli di bidangnya.

Bedah buku Nur Alam yang digelar di  Kendari, Senin itu melibatkan beberapa nara sumber yakni Dr.Hamdan Zolva (Ketua MK 2013-2015), Dr.Arif Setiawan (Ahli Hukum Pidana) melalui virtual dan Dr.Margarito Kamis (Ahli Hukum Tata Negara) dengan moderator Dr.Ari Junaedi (Pengamat Politik dan dosen).

Buku Memoar mantan gubernur dua periode Sultra Nur Alam, "Dipaksa Salah Divonis Kalah selain hadir Gubernur Sultra Ali Mazi, Wakil Gubernur Sultra Dr Lukman Abunawas Anggota DPR RI asal Sultra Hj Tina Nur Alam,  Sekretaris Daerah Hj Nur Endang Abbas, Wali Kota Kendari Sulkrnain Kadir dan mantan Wali kota Kendari dua periode Asrun serta beberapa anggota DPRD Provinsi Sultra serta keluarga Nur Alam diantaranya Radhan Algindo.

Putra Nur Alam, Radhan Algindo mengatakan, buku setebal 335 halaman itu dengan menceritakan pengalaman sang ayah selama menjalani proses hukum di Indonesia, divonis hingga menjalani masa tahanan.

Dalam bedah buku memoar Nur Alam dengan pengarang Naeema Herawati itu, mendapat apresiasi dari sejumlah tokoh masyarakat Sultra, akademisi, tokoh pemuda dan anggota politisi dan bahkan dari kaum perempuan di Kota Kendari.
  Memoar Nur Alam Gubernur yang dipenjarakan dengan judul buku "Dipaksa Salah Divonis Kalah" resmi dilaunching sekaligus telah dijual dalam acara itu senilai Rp100 ribu per examplar. (Foto ANTARA/Azis Senong)
Salah satunya Rektor Universitas Sulawesi Tenggara Prof.Dr. Andi Bahrun, M, Eng mengungkapkan, dengan adanya buku ini setiidaknya dapat memberi pemahaman bagi masyarakat di Sultra terkait, kasus yang menimpah pak Nur Alam.

Sebelumnya, Putera Nur Alam, Radhan Algindo menilai putusan hukum atas perkara ayahnya sangat janggal hanya Nur Alam yang divonis bersalah. Apalagi tidak ada satu pun saksi di persidangan yang menyebut Nur Alam melakukan perbuatan seperti dakwaan Jaksa. Makanya, melakukan upaya hukum. 

"Yang kami tahu sejak Juli 2017 hingga Desember 2021, ayah kami terus mencari keadilan. Saya dan saudara terkadang kasihan dan menyarankan beliau untuk berhenti. Namun beliau tetap konsisten. Katanya, keadilan harus diperjuangkan sampai upaya hukum terakhir," ujar Radhan kepada beberapa awak media.

 

Pewarta : Abdul Azis Senong
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024