Jakarta (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memaparkan 17 temuan terkait kerangkeng di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin di Desa Raja Tengah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

"Pertama, tidak semua tahanan merupakan pecandu narkoba," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu di Kantor LPSK Jakarta, Senin.

Temuan dari LPSK tersebut setelah lembaga itu melakukan kunjungan dan mendalami dugaan berbagai pelanggaran di kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif tersebut.

Kedua, LPSK menemukan tidak semua tahanan berasal dari Kabupaten Langkat, tidak adanya aktivitas rehabilitasi, tempat tinggal yang tidak layak, pembatasan kunjungan. Pembatasan kunjungan oleh keluarga ini berlaku selama tiga hingga enam bulan pertama sejak korban masuk.

Selain itu, para korban tidak diperbolehkan membawa alat komunikasi. LPSK juga menemukan bahwa perlakuan orang dalam kerangkeng sebagai tahanan dengan istilah-istilah yang digunakan sebagaimana di dalam rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan.

"Mereka tinggal dalam kerangkeng yang terkunci," ujar dia.

Kemudian, dari tinjauan yang dilakukan LPSK, diketahui kegiatan peribadatan para penghuni kerangkeng juga dibatasi. Mereka tidak diperbolehkan melaksanakan ibadah Jumat, ibadah Minggu serta hari-hari besar keagamaan.

Baca juga: Polisi periksa 11 orang terkait dugaan perbudakan bupati Langkat Sumatera Utara

Para tahanan dipekerjakan tanpa upah di perusahaan sawit, ada dugaan pungutan, adanya batas waktu penahanan selama 1,5 tahun, ditahan sampai dengan empat tahun.

Selanjutnya diduga adanya pembiaran yang terstruktur dan adanya pernyataan tidak akan menuntut bila penghuni sakit atau meninggal dari pihak keluarga korban.

"LPSK menemukan adanya informasi dugaan korban tewas tidak wajar dan adanya dugaan kerangkeng III," kata dia.

Baca juga: Komisi III DPR minta Polri usut dugaan perbudakan dilakukan Bupati Langkat

Pewarta : Muhammad Zulfikar
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024