Kendari (ANTARA) - Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur didakwa melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Tahun Anggaran 2021.
Dakwaan tersebut dibacakan langsung Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Prasetya Raharja bersama dua rekanya Tri Mulyono Hendradi dan Asril pada sidang perdana Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Kendari, Selasa.
Agus menyampaikan, selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu Bupati Kabupaten Kolaka Timur periode 2021-2026 melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut menerima hadiah atau janji.
"Terdakwa telah menerima uang dengan jumlah Rp250 juta dari Anzarullah (Kepala BPBD Kolaka Timur) padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," katanya.
Dana tersebut diberikan supaya terdakwa Andi Merya mengizinkan Anzarullah yang ingin melaksanakan pekerjaan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan pembangunan dua unit jembatan di Kecamatan Ueesi dan pekerjaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi, dilakukan oleh perusahaan yang ditunjuk oleh Anzarullah
Agus mengatakan hal itu bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku Bupati Kolaka Timur sebagaimana dalam pasal 67 huruf e dan pasal 76 ayat (1) huruf a dan e undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah serta sebagaimana dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi.
Hadiah atau janji yang diterima oleh terdakwa Andi Merya adalah sejumlah uang (fee) dari Anzarullah sebesar 30 persen atau senilai Rp250 juta dari total nilai anggaran Rp889 juta pada kurun waktu bulan September 2021.
"Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 huruf a juncto pasal 18 undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 64 ayat 1 KUHP," ucap Agus saat membaca dakwaan.
Selanjutnya, Tim JPU KPK membacakan dakwaan kedua yaitu terdakwa dinilai melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut menerima hadiah atau janji yaitu telah menerima uang seluruhnya dengan jumlah Rp250 juta.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatannya yaitu terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa hadiah berupa uang atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan yang melekat pada diri terdakwa selaku Bupati Kolaka Timur," ucap Agus saat membacakan dakwaan kedua.
Perbuatan terdakwa, lanjut Agus, merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 11 juncto pasal 18 undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur menjalani sidang pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum dari Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kendari.
Bupati nonaktif ini memasuki ruang sidang Cakra di PN Tipikor Kendari di Jalan Mayjen Sutoyo, Kelurahan Tipulu, Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari sekitar pukul 11.10 WITA.
Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya menjalani sidang perdana di PN Tipikor Kendari setelah ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Tahun Anggaran 2021 oleh KPK.
Sidang perdana Bupati Kolaka Timur nonaktif ini dipimpin langsung Ketua Majelis Hakim Ronald Salnofri Bya dengan hakim anggota Wahyu Bintoro, dan Ewirta Lista yang dikawal ketat personel Satuan Brimob Polda Sultra tepat di depan pintu ruang sidang.
Terdakwa Andi Merya mendengarkan pembacaan dakwaan oleh JPU dari Tim Jaksa KPK selama kurang lebih 17 menit.
Andi Merya memasuki ruang sidang didampingi kuasa hukumannya. Ia mengikuti sidang mengenakan baju putih lengan panjang, celana hitam, hijab hitam motif coklat, sepatu teplek hitam dan masker berwarna putih.
Sidang selanjutnya diagendakan bakal dilaksanakan pada 4 Februari 2022 mendatang dengan agenda pemeriksaan empat orang saksi di ruangan persidangan yang sama.
Kuasa Hukum terdakwa, Afirudin Mathara mengatakan bahwa pihaknya belum bisa berkomentar lebih banyak karena masih akan mengikuti jalannya persidangan.
"Kita masih mau cermati faktanya, kita mau mendengar keterangan saksi. Kami belum bisa mengomentari karena faktanya kami belum tahu di persidangan seperti apa," katanya.
Ketua Tim JPU KPK Agus Prasetya mengatakan bahwa persidangan berikutnya pihaknya akan menghadirkan belasan orang saksi termasuk Kepala BPBD Kolaka Timur Anzarullah.
"Saksi yang akan dihadirkan nanti ada sekitar 13 sampai 15 orang. Nanti Pak Anzarullah akan menjadi saksi juga," katanya.
Baca juga: Bupati Kolaka Timur Andi Merya menjalani sidang perdana di PN Kendari
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Andi Merya bersama Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kolaka Timur Anzarullah sebagai tersangka.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada Maret-Agustus 2021, Andi Merya dan Anzarullah menyusun proposal dana hibah BNPB berupa Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) serta Dana Siap Pakai (DSP).
Kemudian awal September 2021, Andi Merya dan Anzarullah datang ke BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik dan peralatan di mana Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB, yaitu hibah Dana Relokasi dan Rekonstruksi senilai Rp26,9 miliar dan hibah Dana Siap Pakai senilai Rp12,1 miliar.
Tindak lanjut atas pemaparan tersebut, Anzarullah kemudian meminta Andi Merya agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaan Anzarullah dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.
Adapun khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan jembatan dua unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp714 juta dan belanja jasa konsultansi perencanaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.
Andi Merya menyetujui permintaan Anzarullah tersebut dan sepakat akan memberikan "fee" kepada Andi Merya sebesar 30 persen.
KPK menduga Andi Merya meminta uang Rp250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah tersebut.
Anzarullah telah menyerahkan uang Rp25 juta terlebih dahulu kepada Andi Merya dan sisanya Rp225 juta disepakati akan diserahkan di rumah pribadi Andi Merya di Kendari. Adapun sisa uang Rp225 juta tersebut yang diamankan KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Andi Merya dan kawan-kawan.
Dakwaan tersebut dibacakan langsung Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Prasetya Raharja bersama dua rekanya Tri Mulyono Hendradi dan Asril pada sidang perdana Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Kendari, Selasa.
Agus menyampaikan, selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu Bupati Kabupaten Kolaka Timur periode 2021-2026 melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut menerima hadiah atau janji.
"Terdakwa telah menerima uang dengan jumlah Rp250 juta dari Anzarullah (Kepala BPBD Kolaka Timur) padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," katanya.
Dana tersebut diberikan supaya terdakwa Andi Merya mengizinkan Anzarullah yang ingin melaksanakan pekerjaan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan pembangunan dua unit jembatan di Kecamatan Ueesi dan pekerjaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi, dilakukan oleh perusahaan yang ditunjuk oleh Anzarullah
Agus mengatakan hal itu bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku Bupati Kolaka Timur sebagaimana dalam pasal 67 huruf e dan pasal 76 ayat (1) huruf a dan e undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah serta sebagaimana dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi.
Hadiah atau janji yang diterima oleh terdakwa Andi Merya adalah sejumlah uang (fee) dari Anzarullah sebesar 30 persen atau senilai Rp250 juta dari total nilai anggaran Rp889 juta pada kurun waktu bulan September 2021.
"Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 huruf a juncto pasal 18 undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 64 ayat 1 KUHP," ucap Agus saat membaca dakwaan.
Selanjutnya, Tim JPU KPK membacakan dakwaan kedua yaitu terdakwa dinilai melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut menerima hadiah atau janji yaitu telah menerima uang seluruhnya dengan jumlah Rp250 juta.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatannya yaitu terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa hadiah berupa uang atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan yang melekat pada diri terdakwa selaku Bupati Kolaka Timur," ucap Agus saat membacakan dakwaan kedua.
Perbuatan terdakwa, lanjut Agus, merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 11 juncto pasal 18 undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur menjalani sidang pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum dari Tim Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kendari.
Bupati nonaktif ini memasuki ruang sidang Cakra di PN Tipikor Kendari di Jalan Mayjen Sutoyo, Kelurahan Tipulu, Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari sekitar pukul 11.10 WITA.
Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya menjalani sidang perdana di PN Tipikor Kendari setelah ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, Tahun Anggaran 2021 oleh KPK.
Sidang perdana Bupati Kolaka Timur nonaktif ini dipimpin langsung Ketua Majelis Hakim Ronald Salnofri Bya dengan hakim anggota Wahyu Bintoro, dan Ewirta Lista yang dikawal ketat personel Satuan Brimob Polda Sultra tepat di depan pintu ruang sidang.
Terdakwa Andi Merya mendengarkan pembacaan dakwaan oleh JPU dari Tim Jaksa KPK selama kurang lebih 17 menit.
Andi Merya memasuki ruang sidang didampingi kuasa hukumannya. Ia mengikuti sidang mengenakan baju putih lengan panjang, celana hitam, hijab hitam motif coklat, sepatu teplek hitam dan masker berwarna putih.
Sidang selanjutnya diagendakan bakal dilaksanakan pada 4 Februari 2022 mendatang dengan agenda pemeriksaan empat orang saksi di ruangan persidangan yang sama.
Kuasa Hukum terdakwa, Afirudin Mathara mengatakan bahwa pihaknya belum bisa berkomentar lebih banyak karena masih akan mengikuti jalannya persidangan.
"Kita masih mau cermati faktanya, kita mau mendengar keterangan saksi. Kami belum bisa mengomentari karena faktanya kami belum tahu di persidangan seperti apa," katanya.
Ketua Tim JPU KPK Agus Prasetya mengatakan bahwa persidangan berikutnya pihaknya akan menghadirkan belasan orang saksi termasuk Kepala BPBD Kolaka Timur Anzarullah.
"Saksi yang akan dihadirkan nanti ada sekitar 13 sampai 15 orang. Nanti Pak Anzarullah akan menjadi saksi juga," katanya.
Baca juga: Bupati Kolaka Timur Andi Merya menjalani sidang perdana di PN Kendari
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Andi Merya bersama Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kolaka Timur Anzarullah sebagai tersangka.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada Maret-Agustus 2021, Andi Merya dan Anzarullah menyusun proposal dana hibah BNPB berupa Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) serta Dana Siap Pakai (DSP).
Kemudian awal September 2021, Andi Merya dan Anzarullah datang ke BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik dan peralatan di mana Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB, yaitu hibah Dana Relokasi dan Rekonstruksi senilai Rp26,9 miliar dan hibah Dana Siap Pakai senilai Rp12,1 miliar.
Tindak lanjut atas pemaparan tersebut, Anzarullah kemudian meminta Andi Merya agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaan Anzarullah dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.
Adapun khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan jembatan dua unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp714 juta dan belanja jasa konsultansi perencanaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.
Andi Merya menyetujui permintaan Anzarullah tersebut dan sepakat akan memberikan "fee" kepada Andi Merya sebesar 30 persen.
KPK menduga Andi Merya meminta uang Rp250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah tersebut.
Anzarullah telah menyerahkan uang Rp25 juta terlebih dahulu kepada Andi Merya dan sisanya Rp225 juta disepakati akan diserahkan di rumah pribadi Andi Merya di Kendari. Adapun sisa uang Rp225 juta tersebut yang diamankan KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Andi Merya dan kawan-kawan.