Kendari (ANTARA) - Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, mengajak semua pihak agar mewaspadai peredaran narkoba jenis sinte yang kian marak menyasar generasi milenial saat ini di daerah tersebut.

Kepala BNN Kendari Murniaty di Kendari, Jumat, mengatakan tren pengguna narkoba jenis sinte di daerah setempat mulai meningkat selama masa pandemi COVID-19 utamanya menyasar para generasi milenial.

"Jadi dulu memang sering kita dapat untuk generasi milenial itu menggunakan sabu ataupun bahan adiktif ataupun mumbul, tetapi sekarang bergeser yang kita dapatkan itu banyak yang namanya sinte. Sinte itu ternyata tembakau gorila," kata dia.

Menurut Murniaty, para generasi milenial memilih menggunakan narkoba sinte karena harganya terjangkau, tetapi mereka tidak menyadari bahwa dampak negatif dari penggunaan sinte sangat buruk bagi kesehatan.

"Jadi memang dalam hal harga paling murah dan efeknya instan. Saya melihat yang milenial ini tidak ingin yang lama-lama ingin efeknya yang langsung "maknyus" begitu. Tapi, dia tidak menyadari bahwa sungguh sangat dampak buruknya ini lebih parah daripada yang lainnya. Kenapa? dia murah tetapi dampak negatifnya lebih tinggi dibanding yang lain," ujar dia.

Meski begitu, dia menegaskan bukan berarti generasi milenial dan pihak lainnya diizikan menggunakan obat-obatan terlarang karena semua berdampak buruk baik bagi kesehatan, lingkungan sosial dan bahkan jika mengedarkannya dapat dipenjara. 

Murniaty bercerita, pihaknya menemukan sebuah kasus terhadap seorang pelajar yang datang untuk menjalani rehabilitasi di BNN Kendari akibat menggunakan sinte atau tembakau gorila. Anak itu mengaku mendapat barang haram tersebut dari orang yang tinggal disamping sekolahnya.

"Kita pernah mendapatkan barang bukti ada 50 linting yang dibawa oleh seorang pelajar lalu anak itu datang ke kantor yang diantar oleh gurunya dan kita merespon positif untuk dilakukan rehabilitasi," ujar dia.

Kasua lainnya yang ditangani BNN yaitu, ada seorang mahasiswa yang juga kecanduan sinte. Kata Murniaty, mahasiswa tersebut rencana bakal dibawa ke Balai Rehabilitasi Baddokan Makassar karena masuk kategori pecandu berat, namun anak tersebut hingga kini belum diberangkatkan karena semakin parah.

Dia menjelaskan, sambil menggu dikirim ke Makassar, pihaknya melakukan asesmen ternyata di tahun 2017 dam 2018 mahasiswa tersebut memakai sabu. Saat itu mahasiswa tersebut masih biasa-biasa saja masih dapat melaksanakan kegiatan perkuliahannya.

Tetapi, lanjut Murniaty, setelah mahasiswa tersebut beralih menggunakan sinte kurang lebih setiap hari hingga 15 linting maka mahasiswa tersebut semakin parah bahkan tidak menyadarkan diri lagi.

"Dia pakai sehingga dia tidak bisa sadar diri dan sampai sekarang kita belum rujuk karena masih ada butuh penanganan dengan dokter karena anak itu mengaku kalau dia pakai sampai 15 linting itu aktif per hari, itu yang sampai dia rusak hilang segalanya," jelas Murniaty.

Murniaty berharap semua pihak berperan aktif melindungi generasi bangsa khususnya mereka para orang tua agar menjaga anak-anaknya agar tidak di rusak oleh barang haram tersebut.

"Ada kontrollah dari orang tua. Kalau misalnya tadinya anaknya ceria, badannya sehat tiba-tiba dia menyendiri mungkin itu bisa dicurigai, tidak dituduh tetapi bisa mungkin dikonsultasikan ke Kantor BNN, itu tidak dipungut bayaran gratis," kata Murniaty.

"Kita akan berikan solusi agar lebih cepat, lebih awal, lebih baik daripada terlambat karena ada kasus kita dapatkan terlambat artinya apa yang terjadi dia gila kalau sudah gila ini generasi bangsa kita nanti tidak bisa mendapatkan bonus demografi yang katanya di tahun 2045. Kalau saat ini dia sudah gila siapa nanti yang akan menjadi generasi bangsa yang menjadi pemimpin ke depannya," tambah Murniaty.

Pewarta : Muhammad Harianto
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024