Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menemukan obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat yang dilarang penggunaannya dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
"Berdasarkan hasil kegiatan yang dilakukan oleh 73 UPT BPOM di seluruh wilayah Indonesia sepanjang bulan Juli 2020 sampai dengan September 2021, telah teridentifikasi sebanyak 53 item obat tradisional yang mengandung bahan obat kimia, dan ini jelas dilarang," kata Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM RI Reri Indriani dalam Konferensi Pers Public Warning Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik di Jakarta, Rabu.
Selain itu, dalam periode Juli 2020 - September 2021, BPOM juga menemukan satu item suplemen kesehatan dan 18 kosmetik yang mengandung bahan kimia obat atau bahan dilarang atau bahan berbahaya.
Sepanjang masa pandemi COVID-19, BPOM secara rutin melakukan kegiatan sampling dan pengujian dengan memprioritaskan terhadap produk yang dikaitkan dengan penanganan COVID-19, yaitu obat tradisional dan suplemen kesehatan dengan klaim menjaga kesehatan dan daya tahan tubuh, dan kosmetik berupa hand gel dan hand moisturizer yang digunakan oleh masyarakat secara umum dalam menerapkan protokol kesehatan.
Reri menuturkan setelah dilaksanakan analisis terhadap temuan bahan kimia obat yang terdapat di dalam obat tradisional, BPOM mengidentifikasi adanya kecenderungan baru pada masa pandemi COVID-19.
Berdasarkan hasil sampling dan pengujian, beberapa obat tradisional ditemukan mengandung efedrin dan pseudoefedrin yang sebelum pandemi hampir tidak pernah ditemukan sebagai bahan kimia obat di dalam obat tradisional.
"Sebagaimana kita ketahui bahwa efedrin dan pseudoefedrin selain sintetis juga terdapat secara alami pada tanaman yang merupakan bahan aktif dari tanaman Ephedra sinica atau Ma Huang yang lazim ditemukan pada obat tradisional China (traditional chinese medicine), termasuk Lianhua Qingwen Capsules (LQC) tanpa izin edar," ujar Reri.
Penggunaan Ephedra sinica pada obat tradisional tersebut,katanya, dapat digunakan secara tidak tepat dalam pencegahan dan penyembuhan COVID-19. Ephedra sinica merupakan salah satu bahan yang dilarang atau termasuk negative list dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan sesuai Peraturan Kepala BPOM dan Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2020.
Berdasarkan hasil kajian yang melibatkan para ahli dan asosiasi profesi kesehatan, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Apoteker Indonesia, produk obat tradisional yang mengandung Ephedra sinica tidak menahan laju keparahan pasien COVID-19, tidak menurunkan angka kematian dan tidak mempercepat konversi tes usap (swab test) menjadi negatif.
Menurut Reri, penggunaan ephedra juga dapat membahayakan kesehatan, yakni pada sistem kardiovaskuler, bahkan juga dapat menyebabkan kematian pada penggunaan yang tidak tepat atau berlebihan.
Di samping itu, BPOM juga menemukan bahan kimia obat yang sudah sering ditambahkan ke dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, yakni sildenafil sitrat dan turunannya, tadalafil, deksametason, fenilbutason, alopurinol, prednison, parasetamol, asetosal, natrium diklofenak, sibutramin HCl, siproheptadin HCl dan tramadol.
Penambahan bahan kimia obat tersebut, katanya, sangat membahayakan kesehatan penggunanya. Sebagai contoh, deksametason dapat menyebabkan antara lain hiperglikemia dan osteoporosis, sedangkan sildenafil dapat menyebabkan stroke, serangan jantung, bahkan kematian.
Sedangkan untuk produk kosmetik dengan temuan bahan dilarang atau bahan berbahaya, didominasi oleh hidrokinon dan pewarna dilarang, yaitu merah K3 dan merah K10, kata dia.
Hidrokinon dapat menimbulkan iritasi kulit menjadi merah dan rasa terbakar atau kulit kehitaman. Sementara, pewarna K3 dan K10 merupakan bahan yang bersifat karsinogen atau bisa menyebabkan kanker.
Sebagai bentuk implementasi kerja sama dengan beberapa otoritas pengawas obat dan makanan, BPOM juga telah menerima laporan adanya peredaran obat tradisional, suplemen kesehatan atau kosmetik yang mengandung baik bahan kimia obat, bahan dilarang ataupun bahan berbahaya dari negara-negara sahabat.
Sesuai laporan yang diterima BPOM tersebut, tercatat ada 202 item obat tradisional dan suplemen kesehatan dan juga 97 item kosmetik yang mengandung bahan kimia obat atau bahan dilarang ataupun bahan berbahaya.
"Berdasarkan hasil kegiatan yang dilakukan oleh 73 UPT BPOM di seluruh wilayah Indonesia sepanjang bulan Juli 2020 sampai dengan September 2021, telah teridentifikasi sebanyak 53 item obat tradisional yang mengandung bahan obat kimia, dan ini jelas dilarang," kata Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM RI Reri Indriani dalam Konferensi Pers Public Warning Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik di Jakarta, Rabu.
Selain itu, dalam periode Juli 2020 - September 2021, BPOM juga menemukan satu item suplemen kesehatan dan 18 kosmetik yang mengandung bahan kimia obat atau bahan dilarang atau bahan berbahaya.
Sepanjang masa pandemi COVID-19, BPOM secara rutin melakukan kegiatan sampling dan pengujian dengan memprioritaskan terhadap produk yang dikaitkan dengan penanganan COVID-19, yaitu obat tradisional dan suplemen kesehatan dengan klaim menjaga kesehatan dan daya tahan tubuh, dan kosmetik berupa hand gel dan hand moisturizer yang digunakan oleh masyarakat secara umum dalam menerapkan protokol kesehatan.
Reri menuturkan setelah dilaksanakan analisis terhadap temuan bahan kimia obat yang terdapat di dalam obat tradisional, BPOM mengidentifikasi adanya kecenderungan baru pada masa pandemi COVID-19.
Berdasarkan hasil sampling dan pengujian, beberapa obat tradisional ditemukan mengandung efedrin dan pseudoefedrin yang sebelum pandemi hampir tidak pernah ditemukan sebagai bahan kimia obat di dalam obat tradisional.
"Sebagaimana kita ketahui bahwa efedrin dan pseudoefedrin selain sintetis juga terdapat secara alami pada tanaman yang merupakan bahan aktif dari tanaman Ephedra sinica atau Ma Huang yang lazim ditemukan pada obat tradisional China (traditional chinese medicine), termasuk Lianhua Qingwen Capsules (LQC) tanpa izin edar," ujar Reri.
Penggunaan Ephedra sinica pada obat tradisional tersebut,katanya, dapat digunakan secara tidak tepat dalam pencegahan dan penyembuhan COVID-19. Ephedra sinica merupakan salah satu bahan yang dilarang atau termasuk negative list dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan sesuai Peraturan Kepala BPOM dan Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2020.
Berdasarkan hasil kajian yang melibatkan para ahli dan asosiasi profesi kesehatan, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Apoteker Indonesia, produk obat tradisional yang mengandung Ephedra sinica tidak menahan laju keparahan pasien COVID-19, tidak menurunkan angka kematian dan tidak mempercepat konversi tes usap (swab test) menjadi negatif.
Menurut Reri, penggunaan ephedra juga dapat membahayakan kesehatan, yakni pada sistem kardiovaskuler, bahkan juga dapat menyebabkan kematian pada penggunaan yang tidak tepat atau berlebihan.
Di samping itu, BPOM juga menemukan bahan kimia obat yang sudah sering ditambahkan ke dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, yakni sildenafil sitrat dan turunannya, tadalafil, deksametason, fenilbutason, alopurinol, prednison, parasetamol, asetosal, natrium diklofenak, sibutramin HCl, siproheptadin HCl dan tramadol.
Penambahan bahan kimia obat tersebut, katanya, sangat membahayakan kesehatan penggunanya. Sebagai contoh, deksametason dapat menyebabkan antara lain hiperglikemia dan osteoporosis, sedangkan sildenafil dapat menyebabkan stroke, serangan jantung, bahkan kematian.
Sedangkan untuk produk kosmetik dengan temuan bahan dilarang atau bahan berbahaya, didominasi oleh hidrokinon dan pewarna dilarang, yaitu merah K3 dan merah K10, kata dia.
Hidrokinon dapat menimbulkan iritasi kulit menjadi merah dan rasa terbakar atau kulit kehitaman. Sementara, pewarna K3 dan K10 merupakan bahan yang bersifat karsinogen atau bisa menyebabkan kanker.
Sebagai bentuk implementasi kerja sama dengan beberapa otoritas pengawas obat dan makanan, BPOM juga telah menerima laporan adanya peredaran obat tradisional, suplemen kesehatan atau kosmetik yang mengandung baik bahan kimia obat, bahan dilarang ataupun bahan berbahaya dari negara-negara sahabat.
Sesuai laporan yang diterima BPOM tersebut, tercatat ada 202 item obat tradisional dan suplemen kesehatan dan juga 97 item kosmetik yang mengandung bahan kimia obat atau bahan dilarang ataupun bahan berbahaya.