Kendari (ANTARA) - Wali Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Sulkarnain Kadir, menegaskan tidak ada pemaksaan bagi siswa untuk mengikuti uji coba proses belajar mengajar (PBM) tatap muka yang akan dilakukan oleh pemerintah kota pada Desember 2020 mendatang.

Menurut Sulkarnain, jika orang tua siswa tidak menyetujui anaknya mengikuti uji coba PBM tatap muka di tengah pandemi COVID-19 karena masih ada keraguan, maka siswa tersebut bisa mengikuti belajar mengajar secara daring di rumah.

"Jadi tidak ada paksaan. Pemerintah posisinya menyediakan pilihan bagi orangtua siswa yang mengeluh karena adanya desakan kapan sekolah dibuka. Jadi, memang pembukaan sekolah ini ada pro kontra, makanya Desember kami uji coba tiga sekolah yang sudah kita tetapkan," kata Sulkarnain, di Kendari, Jumat.

Menurut dia, orangtua akan menjadi penentu apakah anaknya mengikuti uji coba pembelajaran tatap muka di sekolah atau mengikuti secara daring di rumah.

"Bagi orangtua yang mempercayakan kepada sekolah dengan berbagi syarat dan ketentuan yang ketat, dipersilakan. Sekali lagi saya katakan, ini pilihan dan bukan paksaan," tegas Wali Kota.

Ia menyampaikan, pihak pemerintah kota baru melakukan uji coba kepada tiga sekolah, karena pihaknya tidak ingin mengambil risiko. Meskipun berada di zona hijau, namun menurut dia, hal itu belum tentu aman bagi para siswa.

"Tidak ada jaminan wilayah zona hijau itu aman. Coba kalau (wilayah) di sebelahnya merah, kemudian mobilitasnya tinggi, kita perlu tahu. Sekolah di Kendari ini walaupun ada zonanisasi, tetapi seringkali siswanya itu dari berbagai wilayah, sehingga kita tidak melihat satu aspek saja, tetapi kita mempertimbangkan semuanya, karena sedikit saja masalah yang muncul, pasti yang disalahkan pemerintah," ujar dia.

Sebelumnya, Pemerintah Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) bakal memberikan izin bagi tiga sekolah menengah pertama (SMP) di kota itu untuk melakukan proses belajar tatap muka pada Desember 2020, meskipun di tengah pandemi COVID-19.

Ketiga sekolah yang akan diizinkan dibuka untuk melakukan pembelajaran tatap muka, yaitu SMP 21 Kendari, SMP 19 Kendari dan SMP Frater Kendari.

Sulkarnain menjelaskan pembukaan ketiga sekolah tersebut sebagai percobaan pembelajaran tatap muka di tengah pandemi COVID-19, namun dengan berbagai syarat yang ketat utamanya penerapan protokol kesehatan, juga pertimbangan yang matang.

"Pertimbangannya karena memang jumlah siswa tidak banyak, kemudian yang kedua zonanya juga termasuk zona yang aman, walaupun belum hijau, tetapi masuk dalam zona yang aman. Karena setelah kita evaluasi siswanya itu domisili di sekitar sekolah," kata Sulkarnain.

Selain itu, Sulkarnain juga menyampaikan bahwa ketika sekolah itu melakukan proses pembelajaran tatap muka, maka syarat lainnya adalah setiap pertemuan wajib minimal satu kali seminggu dan maksimal dua kali dalam seminggu, dengan jumlah siswa maksimal 15 orang dalam satu kelas.

"Karena ini tidak dilangsungkan sebagaimana tatap muka seperti biasanya. Jadi ini diatur paling siswa itu mungkin hanya satu kali ataupun dua kali saja dalam seminggu untuk ke sekolahnya. Jumlahnya juga kita batasi tidak lebih dari 100 orang. Bahkan mungkin tidak lebih dari 30 orang. Satu kelas cuma 15 orang," jelas Sulkarnain.

Sulkarnain juga menyampaikan, jika perkembangan kasus COVID-19 di Kota Kendari berangsur membaik, maka jika ada sekolah yang mengajukan untuk melakukan proses belajar tatap muka, akan diizinkan namun dengan berbagi syarat yang ketat, tetapi ia menekankan semua itu masih akan dievaluasi.

Pewarta : Muhammad Harianto
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024