Kendari (ANTARA) - Penyidik Reserse Kriminal Khusus Polda Sulawesi Tenggara terus mendalami kemungkinan keterlibatan oknum pengelola agen maupun oknum Pertamina dalam kasus penyelewengan ratusan tabung gas elpiji bersubsidi.

"Penyidik sudah menetapkan pengangkut dan pengelola pangakalan gas elpiji sebagai tersangka atas dugaan penyelewengan produksi negara bersubsidi 3 kilogram tersebut, " kata Direktur Reskrimsus Polda Sultra Kombes Pol Heri Tri Maryadi di Kendari, Minggu.

Penyidik mencurigai beberapa pihak ikut berperan sehingga terjadi penyelewengan gas elpiji bersubsidi, sehingga diharapkan pengangkut dan pengelola pangkalan yang sudah berstatus tersangka mau membeberkan.

Secara terpisah Kasubbid Penmas Humas Polda Sultra Kompol Agus Muliyadi menyebutkan lima orang tersangka dalam kasus perdagangan gelap gas elpiji bersubsidi masih dalam pengembangan kemungkinan keterlibatan pihak lain.

Lima orang yang berstatus tersangka terdiri dari tiga orang sebagai pengangkut gas elpiji dan dua pemilik pangakalan.

Pihak pangkalan dijerat karena memperdagangkan gas elpiji subsidi 3 kilogram tanpa izin perdagangan dan pengangkut dijerat karena mengangkut gas elpiji tanpa izin angkutan yang sah.

Tersangka AW, AR, YS sebagai pengangkut gas elpiji subsidi sedangkan tersangka IR dan JT selaku pemilik pangkalan gas elpiji subsidi 3 kilogram.

Barang bukti adalah 350 tabung gas elpiji 5 kilogram, 3 unit kendaraan roda empat bak terbuka dan 2 rangkap surat perjanjian LPG 3 kilogram antara agen - pangkalan.

Polisi mengungkap praktik penyelewengan tabung gas elpiji subsidi pada Senin (14/9) di jalan poros Morosi, Desa Mendikonu, Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe.

Aparat Ditreskrimsus menemukan terlapor YS, AW dan AR mengangkut tabung gas bersubsidi yang dibeli dari pangakalan.

Pelaku membeli gas elpiji 4 kilogram seharga Rp24 ribu hingga Rp25 ribu kemudian dijual seharga Rp28 ribu sampai Rp30 ribu.

Tersangka dijerat melanggar pasal 106 Jo pasal 24 ayat (1) UU RI Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan diancam sanksi pidana paling lama 4 tahun denda paling banyak Rp10 miliar dan/atau pasal 53 huruf b Jo pasal 23 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman pidana paling lama 4 tahun dan denda paling tinggi Rp40 miliar rupiah).

Pewarta : Sarjono
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024