Wamena (ANTARA) - Perang yang terjadi antara masyarakat dua kampung berbeda di Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, Rabu (9/9), mengakibatkan lima orang terluka terkena anak panah.
Kapolres Jayawijaya AKBP Dominggus Rumaropen di Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya, Kamis, mengatakan perang bermula saat tiga orang tidak dikenal yang terlihat dari jauh, membakar satu rumah tradisional tidak berpenghuni di kawasan Kampung Meagama, Distrik Hubikosy.
"Dengan pembakaran itu, bentrok tak dapat dihindari sehingga ada tiga korban di pihak Pelebaga, dua korban di pihak Meagama Distrik Hubikosy. Semua korban ini hidup, hanya luka-luka. Semua (panah) masuk di betis dan paha," katanya.
Kepolisian masih mendalami tiga orang tidak dikenal yang diduga menjadi pemicu perang, dengan membakar rumah tradisional tidak berpenghuni yang dibangun di hutan tersebut.
Dari terbakarnya honai itu, pihak Meagama mencurigai bahwa pembakaran dilakukan oleh masyarakat Wukahilapok di Distrik Pelebaga, sehingga mereka melakukan penyerangan ke perbatasan antara kedua kampung itu dan mengakibatkan lima warga terkena panah.
Sebelum terjadinya perang pada Rabu,(9/9) yang berlangsung sejak siang-sore, masyarakat masing-masing kampung memang siaga dengan senjata tradisional karena mendengar isu yang dihembuskan oleh orang tidak dikenal bahwa masih adanya aksi saling perang.
"Isu sampai ke masyarakat Meagama bahwa masyarakat Pelebaga ada yang kena panah, sehingga Meagama siaga. Isu lain juga menyebutkan bahwa masyarakat Meagama kenapa panah dan mati di RSUD sehingga mereka saling jaga. Tetapi setelah kami cek, ternyata ini (isu) semua bohong," katanya.
Kapolres Jayawijaya AKBP Dominggus Rumaropen di Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya, Kamis, mengatakan perang bermula saat tiga orang tidak dikenal yang terlihat dari jauh, membakar satu rumah tradisional tidak berpenghuni di kawasan Kampung Meagama, Distrik Hubikosy.
"Dengan pembakaran itu, bentrok tak dapat dihindari sehingga ada tiga korban di pihak Pelebaga, dua korban di pihak Meagama Distrik Hubikosy. Semua korban ini hidup, hanya luka-luka. Semua (panah) masuk di betis dan paha," katanya.
Kepolisian masih mendalami tiga orang tidak dikenal yang diduga menjadi pemicu perang, dengan membakar rumah tradisional tidak berpenghuni yang dibangun di hutan tersebut.
Dari terbakarnya honai itu, pihak Meagama mencurigai bahwa pembakaran dilakukan oleh masyarakat Wukahilapok di Distrik Pelebaga, sehingga mereka melakukan penyerangan ke perbatasan antara kedua kampung itu dan mengakibatkan lima warga terkena panah.
Sebelum terjadinya perang pada Rabu,(9/9) yang berlangsung sejak siang-sore, masyarakat masing-masing kampung memang siaga dengan senjata tradisional karena mendengar isu yang dihembuskan oleh orang tidak dikenal bahwa masih adanya aksi saling perang.
"Isu sampai ke masyarakat Meagama bahwa masyarakat Pelebaga ada yang kena panah, sehingga Meagama siaga. Isu lain juga menyebutkan bahwa masyarakat Meagama kenapa panah dan mati di RSUD sehingga mereka saling jaga. Tetapi setelah kami cek, ternyata ini (isu) semua bohong," katanya.