Jakarta (ANTARA) - Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Agung Laksono menyebut istilah "double track" guna memastikan ekonomi tetap berjalan sementara angka penularan COVID-19 harus melandai dengan memastikan protokol kesehatan jadi harga mati diterapkan masyarakat.

"Presiden Joko Widodo sangat peduli untuk menjalankan langkah-langkah "double track" di mana pertama, memastikan masyarakat aman dari COVID-19 dengan angka penularan yang landai, tidak terjadi penularan baru, dan kedua, ekonomi tetap terjaga," kata Agung dalam forum diskusi bersama jurnalis LKBN ANTARA angkatan 14 (Forum G-14) yang mengangkat tema Pemulihan Ekonomi di Normal Baru dari COVID-19 secara daring diakses dari Jakarta, Kamis.

Langkah pencegahan penularan COVID-19 yang diambil pemerintah memang bukan "lockdown" tapi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena, menurut dia, tidak mungkin "mengurung" masyarakat. Namun demikian masyarakat dituntut untuk disiplin menjalankan protokol kesehatan agar efektif memutus penularan virus corona baru di Indonesia.

Agung mengatakan keberhasilan langkah "double track" dalam penanganan pandemi COVID-19 tersebut hanya dapat tercapai apabila dibarengi dengan disiplin masyarakat yang tinggi menjalankan protokol kesehatan.
 

Namun saat ini, ia mengatakan angka kasus COVID-19 contohnya di daerah tertentu di Jawa Timur masih tinggi. Sehingga dalam kaitannya dengan upaya pemulihan ekonomi termasuk di dalamnya sektor pariwisata akan menjadi kendala, karena bisa saja wisatawan jadi belum berani untuk berkunjung.

Kondisi-kondisi demikian yang mungkin, menurut dia, membuat Presiden merasa gusar sampai diistilahkan marah. Karena seharusnya kondisinya bisa lebih baik sekarang ini, namun ternyata sebaliknya.

Dengan memperlancar penyerapan anggaran belanja atau mempercepat pembelanjaan berbagai sektor, setidaknya dana-dana tersebut bisa cepat beredar di masyarakat, kata Agung.

"Kita bersyukur sektor keuangan kita tetap solid, tidak panik, sehingga bisa tetap memberi solusi," ujar dia.
 

Menurut Agung, Wantimpres tidak hanya memberi rekomendasi atau masukan pada Presiden, tetapi juga berkomunikasi dengan para menteri. Belum lama ini mereka bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendi membahas pemahaman masyarakat yang berbeda-beda di setiap levelnya perihal normal baru yang lebih banyak diartikan oleh masyarkat sebagai kondisi normal.

"Seolah 'new normal' itu kembali normal biasa, padahal saat ini dalam kondisi luar biasa karena masih dalam masa pandemi COVID-19," kata dia.

Menurut dia, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di daerah tetap harus kuat menyosialisasikan virus corona baru ini berbahaya, sehingga masyarakat tidak lengah.

"Saya lihat di beberapa tempat anak-anak mudanya duduk di satu meja saling berdekatan tanpa menggunakan masker secara benar, masker digunakan sebagai simbol saja dan tidak digunakan dengan benar. Itu justru terlihat di kota-kota besar," ujarnya.

Agung mengatakan peran pers, TNI/Polri perlu digencarkan agar "double track" dalam penanganan pandemi COVID-19 tersebut dapat berjalan baik. Kesadaran tinggi mematuhi protokol kesehatan menjadi pesan utama yang harus dijalankan.
 


Pewarta : Virna P Setyorini
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024