Jakarta (ANTARA) - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan berjemur sinar matahari dengan termperatur lebih dari 25 derajat Celcius tidak bisa mencegah infeksi virus corona baru atau COVID-19.
Berdasarkan informasi yang dikutip dari laman resmi WHO di Jakarta, Senin, bahwa virus SARS-CoV 2 penyebab COVID-19 tetap bisa menginfeksi manusia meskipun berada di negara dengan suhu yang panas sekalipun.
WHO mencatat kasus infeksi COVID-19 tetap terjadi di negara-negara beriklim panas seperti Arab Saudi dan negara di timur tengah lainnya.
WHO menyarankan masyarakat melindungi diri dari COVID-19 dengan cara rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Selain itu setiap orang juga diimbau untuk tidak menyentuh mata, mulut dan hidung terlebih saat tangan kotor.
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia Daeng M Faqih juga mengatakan berjemur di bawah sinar matahari tidak dikatakan sebagai pencegahan COVID-19.
Namun Daeng mengakui bahwa berjemur sinar matahari selama 10 hingga 15 menit bagus untuk kesehatan yaitu untuk mendapatkan vitamin D.
"Berjemur memang bagus untuk meningkatkan imunitas tubuh, tapi tidak bisa dikatakan sebagai pencegahan COVID-19," kata Daeng.
Namun Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Dwikorita Karnawati sebelumnya mengatakan dari kajian sejumlah ahli menyebut terdapat pengaruh cuaca dan iklim terhadap tumbuh kembang virus SARS-CoV 2 penyebab COVID-19.
BMKG mengkaji variabel tumbuh kembang virus corona dengan cuaca dan iklim bersama 11 doktor meteorologi, klimatologi, matematik beserta ilmuwan kedokteran, mikrobiologi, kesehatan dan pakar lainnya.
Kendati demikian, dia menyebut bahwa pergerakan atau mobilitas penduduk lebih berpengaruh ketimbang faktor iklim dalam penyebaran virus.
Dwikorita pun menyampaikan masyarakat harusnya bisa manfaatkan keuntungan iklim tropis ini untuk memperkuat imunitas di bawah matahari pada jam yang tepat.
Berdasarkan informasi yang dikutip dari laman resmi WHO di Jakarta, Senin, bahwa virus SARS-CoV 2 penyebab COVID-19 tetap bisa menginfeksi manusia meskipun berada di negara dengan suhu yang panas sekalipun.
WHO mencatat kasus infeksi COVID-19 tetap terjadi di negara-negara beriklim panas seperti Arab Saudi dan negara di timur tengah lainnya.
WHO menyarankan masyarakat melindungi diri dari COVID-19 dengan cara rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Selain itu setiap orang juga diimbau untuk tidak menyentuh mata, mulut dan hidung terlebih saat tangan kotor.
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia Daeng M Faqih juga mengatakan berjemur di bawah sinar matahari tidak dikatakan sebagai pencegahan COVID-19.
Namun Daeng mengakui bahwa berjemur sinar matahari selama 10 hingga 15 menit bagus untuk kesehatan yaitu untuk mendapatkan vitamin D.
"Berjemur memang bagus untuk meningkatkan imunitas tubuh, tapi tidak bisa dikatakan sebagai pencegahan COVID-19," kata Daeng.
Namun Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Dwikorita Karnawati sebelumnya mengatakan dari kajian sejumlah ahli menyebut terdapat pengaruh cuaca dan iklim terhadap tumbuh kembang virus SARS-CoV 2 penyebab COVID-19.
BMKG mengkaji variabel tumbuh kembang virus corona dengan cuaca dan iklim bersama 11 doktor meteorologi, klimatologi, matematik beserta ilmuwan kedokteran, mikrobiologi, kesehatan dan pakar lainnya.
Kendati demikian, dia menyebut bahwa pergerakan atau mobilitas penduduk lebih berpengaruh ketimbang faktor iklim dalam penyebaran virus.
Dwikorita pun menyampaikan masyarakat harusnya bisa manfaatkan keuntungan iklim tropis ini untuk memperkuat imunitas di bawah matahari pada jam yang tepat.