Tokyo (ANTARA) - Harga minyak turun untuk hari kedua minggu ini diperdagangan Asia pada Selasa pagi, karena lebih banyak tanda-tanda muncul dari korban perang perdagangan Amerika Serikat-China, dengan Korea Selatan merevisi turun pertumbuhan kuartal kedua akibat ekspornya lebih rendah.

Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) turun 32 sen atau 0,6 persen menjadi diperdagangkan di 54,78 dolar AS per barel pada pukul 00.55 GMT (07.55 WIB), sementara minyak mentah berjangka Brent turun tipis tujuh sen menjadi diperdagangkan pada 58,59 dolar AS per barel.

Amerika Serikat minggu ini memberlakukan tarif 15 persen untuk berbagai barang China dan China mulai mengenakan bea baru pada daftar target 75 miliar dolar AS barang Amerika, memperdalam perang dagang yang telah berkecamuk selama lebih dari setahun.

Presiden AS Donald Trump mengatakan kedua belah pihak masih akan bertemu untuk pembicaraan akhir bulan ini.

Ekonomi Korea Selatan ternyata telah berkembang lebih rendah dari perkiraan selama kuartal kedua karena ekspor direvisi turun dalam menghadapi sengketa perdagangan AS-China yang berkepanjangan, data bank sentral menunjukkan pada Selasa.

Baca juga: China ajukan kasus tarif di WTO terhadap Amerika Serikat

Langkah pada Minggu (1/9/2019) oleh Argentina untuk memberlakukan kontrol modal juga memberikan sorotan pada risiko emerging market.

"Apa yang buruk untuk prospek pertumbuhan global saat ini adalah buruk untuk minyak dan hanya penarikan besar dalam persediaan yang dapat menunda penyimpangan lebih rendah," kata Greg McKenna, ahli strategi di Mckenna Macro.

Data yang akan dirilis minggu ini tentang tingkat persediaan AS akan ditunda sehari hingga Rabu dan Kamis karena hari libur Hari Buruh AS pada Senin (2/9/2019).

Baca juga: China: Kami ingin cara 'Damai' selesaikan sengketa dagang AS

Rusia bertujuan sepenuhnya mematuhi perjanjian selama September untuk memotong produksi minyak di antara OPEC dan beberapa produsen non-OPEC, Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Senin (2/9/2019).

Produksi minyak dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) naik pada Agustus untuk bulan pertama tahun ini, karena pasokan yang lebih tinggi dari Irak dan Nigeria melebihi pengekangan oleh Arab Saudi dan kerugian yang disebabkan oleh sanksi AS terhadap Iran.

OPEC, Rusia dan non-anggota lainnya, yang dikenal sebagai OPEC+, sepakat pada Desember untuk mengurangi pasokan sebesar 1,2 juta barel per hari mulai 1 Januari tahun ini. Bagian OPEC dari pemotongan tersebut adalah 800.000 barel per hari, yang akan dikirimkan oleh 11 anggota dan membebaskan Iran, Libya dan Venezuela.

Baca juga: China dinilai manipulasi mata uang asing demi hilangkan persaingan
Baca juga: MCAI bangun empat pabrik minyak atsiri di Kolaka 
Baca juga: Ekonomi Indonesia tetap positif di tengah ketidakpastian global

Pewarta : Apep Suhendar
Editor : M Sharif Santiago
Copyright © ANTARA 2024