Kendari (ANTARA) - Petani di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, mulai mengembangkan budidaya tanaman cabai hijau karena karena tanamannya tahan hama dan pemesannya cukup variatif.

"Permintaan pasar terhadap cabai rawit hijau sepanjang 2019 ini lebih banyak dibanding konsumen yang memesan cabai rawit merah. Alasannya karena cabai hijau manfaat dan kegunaannya lebih banyak ketimbang cabai yang sudah merah," kata Kabid Pangan dan Distribusi Dinas Ketahanan Pangan Sultra, Abdul Tami di Kendari, Selasa.

Ia mengatakan, proses penanaman cabai rawit juga lebih mudah dan tahan berbagai serangan hama, dibanding dengan cabe besar yang sangat mudah terserang penyakit busuk buah maupun batang.

"Makanya sangat wajar bila banyak petani dan bahkan ibu rumah tangga membudidayakan tanaman cabe itu untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan di beberapa kelompok tani dan ibu rumah tangga memanfaatkan pekarangan rumah mereka untuk budidaya cabe," ujar Tami.

Saat ini, cabai rawit hijau memang sedikit lebih murah harganya dibanding cabe rawit merah. Karena umumnya yang banyak meminta cabe hijau itu dari kalangan usaha gorengan tahu tempe dan beberapa rumah makan lecehan.

Dipasaran, harga cabai hijau ditemukan Rp20.000 per kilogram sementara cabe rawit merah dijual antara Rp40.000 hingga Rp50.000 per kilogram.

"Sejauh ini belum ada kenaikan harga cabe yang begitu mencekam, karena persediaan ditingkat pengecer tersedia cukup dan arus pengiriman dari luar daerah cukup banyak yang dipicu adanya panen lokal disejumlah daerah di Sultra," tutupnya.



 

Pewarta : Abdul Azis Senong
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024