Kendari  (Antaranews Sultra) - Petani nilam di beberapa desa di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, mengaku kesulitan untuk memproduksi tanaman nilam mereka untuk menghasilkan minyak karena terbatasnya alat proses penyuulingan di daerah itu.

"Setiap kita panen, banyak yang terbuang percuma, karena proses penyulingan yang dimiliki masyarakat di desa ini masih sangat terbatas alias belum ada. Akibatnya hasil panen yang masih dalam bentuk daun setengah kering dijual dengan harga seadanya," kata Syahrudin (45), salah seorang petani di Kecamatan Rumbia Tengah, Senin.

Ia mengatakan, produksi sekali panen daun nilam di daerah ini mencapai 10 hingga 20 ton yang khusus wilayah Rumbia dan Poleang, sehingga dengan hanya ada satu unit alat penyuling milik warga itu akan tidak mampu melayani petani.

Dikatakan, kapasitas alat penyulingan nilam milik warga di daerah itu sangat terbatas, yakni hanya mampu mengolah daun nilam tidak lebih dari 500 kilogram per hari.

"Biasanya alat punyuling nilam dalam 12 jam hanya mampu melakukan penyulingan sebanyak 700-800 kilogram dan menghasilkan minyak nilam seberat 15-20 kilogram," katanya.

Syahruddin mengatakan, terbatasnya jumlah suling tersebut mengakibatkan kualitas produksi minyak nilam tergolong masih rendah, sebab daun yang mestinya segera disuling, harus menunggu waktu yang cukup lama sehingga mempengaruhi bau sedap.

"Seharusnya, daun nilam yang kering siap disuling, tidak disimpan hingga berminggu-minggu, sebab kualitas minyaknya juga pasti bagus," ujaranya.

Selain rendahnya kualitas minyak nilam, lanjut Syahrudin, petani yang asalnya jauh dari tempat penyulingan mengalami kerugian, sebab antara nilai jual dan biaya yang dikeluarkan hampir tidak berimbang.

"Kami berharap, pemerintah bisa secepatnya membantu pengadaan alat mesin penyulingan yang bisa mempercepat proses produksi nian di daerah ini," tutupnya.

Pewarta : Abdul Azis Senong
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024