Kendari, Antara Sultra - Perajin gembol (limbah dari akar kayu jati) di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, selama beberapa tahun terakhir sudah kekurangan bahan baku, meskipun permintaan konsumen akhir-akhir ini cenderung mulai banyak.
"Bahan baku sulit lagi kita dapatkan, kalaupun ada hanya dalam jumlah yang sangat terbatas dan harganya pun juga sudah naik," kata, Usman (56), salah satu perajin gembol di bilangan Kota Kendari, Selasa.
Menurut dia, permintaan kerajinan gembol khas Sultra itu diakuinya sudah menurun drastis, karena para perajin pun sudah banyak yang beralih profesi pada usaha lain seperti membuka bengkel las, dan sebagian banyak yang sudah pulang kampung ke Jawa.
Ia mengatakan, para pengusaha gembol saat ini bisa disebut `mati suri` karena dibilang bangkrut tidak juga, karena bila ada bahan baku yang dikirim, maka secara perlahan baru mulai dikerjakan lagi.
Hal lain dikatakan Tande (60), pengusaha gembol lainnya mengatakan usaha meubel dengan berbagai produk yang dihasilkan dari kayu berkualitas seperti meja makan, kursi, lemari pakaian hingga produk cenderamata untuk perhiasan rumah tangga itu peminatnya punya musim dan waktu tersendiri.
"Biasanya ramai pembeli itu disaat ada kapal-kapal wisata lokal maupun mancanegara, ataukah kapal-kapal milik TNI-AL yang kebetulan bersandar di Kota Kendari, namun selama beberapa tahun silam ini sudah jarang lagi yang datang," katanya.
Ia mengatakan, usaha kerajinan meubel dengan bahan baku utama akar kayu jati, cendana, biti, dan kayu berkelas lainnya, tidak seperti dengan menjual bahan kebutuhan pokok yang hari ini ditawarkan kepada konsumen langsung bisa terjual.
"Makanya, tidak salah bila beberapa tahun lalu kelompok komunitas pengrajin gembol di kawasan ini sudah banyak yang tutup dan membuka usaha lain yang dinilai lebih cepat mendapkan uang bagi kelangsungan hidup keluarga mereka," ujar Tande.
Harga gembol yang ditawarkan bervariasi nilainya untuk meja dari Rp3,5 juta hingga ada yang mencapai belasan hingga puluhan juta. sedangkan untuk berupa cinderamata (jam dinding) dan jenis kerajinan tangan lainnya antara Rp250 ribu hingga Rp1 juta.
"Bahan baku sulit lagi kita dapatkan, kalaupun ada hanya dalam jumlah yang sangat terbatas dan harganya pun juga sudah naik," kata, Usman (56), salah satu perajin gembol di bilangan Kota Kendari, Selasa.
Menurut dia, permintaan kerajinan gembol khas Sultra itu diakuinya sudah menurun drastis, karena para perajin pun sudah banyak yang beralih profesi pada usaha lain seperti membuka bengkel las, dan sebagian banyak yang sudah pulang kampung ke Jawa.
Ia mengatakan, para pengusaha gembol saat ini bisa disebut `mati suri` karena dibilang bangkrut tidak juga, karena bila ada bahan baku yang dikirim, maka secara perlahan baru mulai dikerjakan lagi.
Hal lain dikatakan Tande (60), pengusaha gembol lainnya mengatakan usaha meubel dengan berbagai produk yang dihasilkan dari kayu berkualitas seperti meja makan, kursi, lemari pakaian hingga produk cenderamata untuk perhiasan rumah tangga itu peminatnya punya musim dan waktu tersendiri.
"Biasanya ramai pembeli itu disaat ada kapal-kapal wisata lokal maupun mancanegara, ataukah kapal-kapal milik TNI-AL yang kebetulan bersandar di Kota Kendari, namun selama beberapa tahun silam ini sudah jarang lagi yang datang," katanya.
Ia mengatakan, usaha kerajinan meubel dengan bahan baku utama akar kayu jati, cendana, biti, dan kayu berkelas lainnya, tidak seperti dengan menjual bahan kebutuhan pokok yang hari ini ditawarkan kepada konsumen langsung bisa terjual.
"Makanya, tidak salah bila beberapa tahun lalu kelompok komunitas pengrajin gembol di kawasan ini sudah banyak yang tutup dan membuka usaha lain yang dinilai lebih cepat mendapkan uang bagi kelangsungan hidup keluarga mereka," ujar Tande.
Harga gembol yang ditawarkan bervariasi nilainya untuk meja dari Rp3,5 juta hingga ada yang mencapai belasan hingga puluhan juta. sedangkan untuk berupa cinderamata (jam dinding) dan jenis kerajinan tangan lainnya antara Rp250 ribu hingga Rp1 juta.