Unaaha (Antara News) - Jaksa penyidik Kejaksaan Negeri Unaaha, Kabupaten Konawe, telah menetapkan tiga orang tersangka pembangunan Pasar Pohara di Kecamatan Sampara, Kabupaten Konawe atas tuduhan merugikan keuangan negara.
Kajari Unaaha SB Siregar di Unaaha, Sabtu, mengatakan ketiga tersangka adalah kontraktor pelaksana pekerjaan SN (34), Kadis Perdagangan Kabupaten Konawe YS (46) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) SF (39) atas tuduhan melakukan tindak pidana korupsi.
"Penyidik menetapkan para tersangka berdasarkan alat bukti yang cukup. Mereka memiliki peran berbeda dalam proyek pembangunan pasar Pohara yang bersumber dari APBN sebanyak Rp9,5 miliar," kata Kajari Siregar.
Penyidik berdasarkan kewenangan yang dimiliki telah melakukan penahanan para tersangka, bahkan kontraktor pembangunan pasar Pohara yang belakangan dijebloskan dalam rumah tahanan sempat masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Sesuai fakta hukum yang dimiliki penyidik menunjukkan bahwa sang kontraktor patut bertanggungjawab secara hukum karena terikat kontrak perjanjian pembangunan pasar Pohara di Kecamatan Sampara.
Jaksa penyidik lebih dulu menahan Kadis Perdagangan Kabupaten Konawe YS (46) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) SF (39).
Kedua tersangka diduga melakukan perbuatan melawan hukum dalam pelaksanaan proyek pembangunan Pasar Pohara tahun 2015.
Pasar Pohara di Kecamatan Sampara dibangun dengan biaya yang bersumber dari Angggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementrian Pedagangan senilai Rp9,5 miliar.
Kerugian negara yang disangkakan kepada ketiga tersangka yang saat ini dijebloskan pada Rutan Klas IIA Punggolaka berdasarkan audit khusus Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sekitar Rp2 miliar.
Modus operandi terjadinya perbuatan melawan hukum, yakni pembangunan dilaksanakan tidak sesuai perencanaan dan diduga ada rekayasa dalam pelaporan penyelesaian pekerjaan.
Berdasarkan alat bukti dari dokumen dan keterangan para saksi terungkap bahwa hingga akhir tahun anggaran 2015 fisik pelaksanaan pekerjaan baru mencapai 40 persen namun anggaran dicairkan hingga 100 persen.
Selain itu, kontraktor pelaksana pekerjaan dan kedua tersangka terlibat membuat perpanjangan kontrak yang terindikasi rekayasa.
"Penyidik meyakini perpanjangan kontrak direkayasa karena ada fakta yang menyatakan bahwa pencairan anggaran 100 persen dilakukan tahun 2015. Ironisnya, ada dokumen perpanjangan kontrak yang menyeberang tahun 2016," kata Kajari Siregar.
Tersangka YS dan SF dijerat melanggar pasal 2 Jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1990 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pewarta : Sarjono
Editor :
Copyright © ANTARA 2024