Padang (ANTARA News) - Pengamat hukum Universitas Bung Hatta
Padang, Sumatera Barat Miko Kamal menyampaikan korupsi sekecil apapun
apalagi yang dilakukan oleh pejabat tinggi negara tidak boleh
ditoleransi.
"Kecilnya nominal hasil operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Ketua DPD RI Irman Gusman yang hanya Rp100 juta tidak boleh dijadikan pembenaran perilaku koruptif," kata dia di Padang, Minggu.
Menurutnya operasi tangkap tangan (OTT) tersebut cukup mencengangkan publik khususnya etnis Minangkabau baik yang berada di kampung maupun yang di rantau mengingat barang bukti yang didapat amat kecil.
Namun besar atau kecilnya nominal hasil operasi tangkap tangan seharusnya tidak dijadikan ukuran dalam menilai kerja KPK, katanya.
Oleh sebab itu, kata dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus membuktikan tetap istiqomah bekerja untuk dan atas nama hukum, bukan untuk memenuhi selera kelompok-kelompok tertentu seperti tudingan sebagian pihak.
Ia menilai kasus Irman Gusman makin membenarkan bahwa korupsi berkenaan dengan perdagangan pengaruh yang merupakan salah satu ancaman serius bagi pihak-pihak yang fokus memberantas korupsi di Indonesia.
Akan tetapi Irman Gusman juga mesti diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk membela kepentingan hukumnya dalam semua tingkatan proses hukum, ujarnya.
Miko juga mengingatkan dugaan korupsi yang menimpa Irman Gusman tidak seharusnya dikait-kaitkan dengan etnis Minangkabau yang merupakan kampung Irman.
Sebaiknya etnis Minang tidak menyikapi kasus ini secara berlebihan dan mempercayakan penuntasannya sesuai dengan hukum yang berlaku, katanya.
Ia menambahkan orang Minang harus menegaskan diri sebagai etnik yang paling rasional menyikapi keadaan apapun.
Sebelumnya, KPK menetapkan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman (IG) dan dua lainnya yakni XSS dan MNI sebagai tersangka terkait dugaan korupsi kuota gula impor untuk wilayah Sumatera Barat.
"Kecilnya nominal hasil operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Ketua DPD RI Irman Gusman yang hanya Rp100 juta tidak boleh dijadikan pembenaran perilaku koruptif," kata dia di Padang, Minggu.
Menurutnya operasi tangkap tangan (OTT) tersebut cukup mencengangkan publik khususnya etnis Minangkabau baik yang berada di kampung maupun yang di rantau mengingat barang bukti yang didapat amat kecil.
Namun besar atau kecilnya nominal hasil operasi tangkap tangan seharusnya tidak dijadikan ukuran dalam menilai kerja KPK, katanya.
Oleh sebab itu, kata dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus membuktikan tetap istiqomah bekerja untuk dan atas nama hukum, bukan untuk memenuhi selera kelompok-kelompok tertentu seperti tudingan sebagian pihak.
Ia menilai kasus Irman Gusman makin membenarkan bahwa korupsi berkenaan dengan perdagangan pengaruh yang merupakan salah satu ancaman serius bagi pihak-pihak yang fokus memberantas korupsi di Indonesia.
Akan tetapi Irman Gusman juga mesti diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk membela kepentingan hukumnya dalam semua tingkatan proses hukum, ujarnya.
Miko juga mengingatkan dugaan korupsi yang menimpa Irman Gusman tidak seharusnya dikait-kaitkan dengan etnis Minangkabau yang merupakan kampung Irman.
Sebaiknya etnis Minang tidak menyikapi kasus ini secara berlebihan dan mempercayakan penuntasannya sesuai dengan hukum yang berlaku, katanya.
Ia menambahkan orang Minang harus menegaskan diri sebagai etnik yang paling rasional menyikapi keadaan apapun.
Sebelumnya, KPK menetapkan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman (IG) dan dua lainnya yakni XSS dan MNI sebagai tersangka terkait dugaan korupsi kuota gula impor untuk wilayah Sumatera Barat.
Editor: B Kunto Wibisono