Urumqi (Antara/Xinhua-OANA) - Buat banyak orang di Kashgar, Wilayah Otonomi Uygur Xinjiang, sudah menjadi kebiasaan setelah seharian berpuasa untuk menikmati segelas "doc" --minuman yang terbuat dari susu dicampur yogurt, madu dan es.

        Umat Muslim di seluruh Tiongkok telah menyelesaikan hari pertama puasa Ramadhan, setelah seharian tidak makan dan minum pada Senin (6/6).

        "Tak ada yang lebih nikmat dibandingkan dengan 'doc' buat beruka puasa. Rasa haus dan lelah hilang setelah orang meminum satu gelas 'doc'," kata Abdikrim Ismail, seorang warga Kota Emas Kashgar.

        Ramadhan tahun ini, yang berlangsung dari Senin dan diperkirakan sampai 6 Juli, bertepatan dengan bagian paling panas dalam setahun di Kashgar. Tidak minum dalam temperatur yang terus di atas 30 derajat Celsius (86 derajat Farenheit) menjadi tantangan berat.

        "Ramadhan adalah kesempatan buat kita untuk merasakan lapar dan belajar menahan diri. Tak peduli betapa pun beratnya, saya akan tetap berpuasa selama bulan suci ini," kata Abdokrim.

        Umat Muslim tidak diperkenankan makan atau minum antara Subuh dan Maghrib selama Bulan Suci Ramadhan dan cerminan spiritual. Perbuatan tersebut dilakukan oleh masyarakat etnik minoritas di Tiongkok, termasuk Uygur, Hui, Kazakhstan, Uzbekistan, Tajikistan dan Kyrgyzstan.

        Namun buat Mayis Hagei, seorang Muslim dengan pekerjaan membuat kue panas dari Prefektur Otonomi Hui Linxia di Provinsi Gansu, pekerjaan jalan terus.

        Mayis Hagei, istri serta putrinya bangun tidur sekitar pukul 04.00 seperti biasa, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu pagi. Setelah Shalat Subuh, keluarganya memulai hari sibuk bekerja.

        "Ramadhan baik buat kami, umat Muslim, untuk membersihkan hati, memperkuat kemauan dan merenungkan ajaran Islam," katanya. "Tapi warga non-Muslim di sekitar sini juga memerlukan pelayanan dan kue kami."

        "Saya telah bersumpah untuk bertahan sampai Idul Fitri (Hari Raya yang menandai berakhirnya Ramadhan)," ia menambahkan.

        Sementara Mayis Hagei membuat kue buat pelanggannya, Eprhan Abdokadhre --seorang ibu rumah tangga di Kashgar-- juga sibuk mempersiapkan makanan sebelum Matahari terbit: daging kambing, daging domba, buah, makanan penutup' roti, susu, teh dan madu --cukup banyak untuk disantap buat seluruh keluarga.

        "Kami percaya pada makan Sahur sedikit dan makan berbuka dalam jumlah banyak," kata Eprhan.

        Setelah menyantap sedikit makanan saat Maghrib, lelaki di rumahnya pergi ke masjid terdekat untuk shalat, dan kaum perempuan shalat di rumah.

        Menurut Hamit Aisha, asisten general manager perusahaan makanan halal Xinjiang Arman, penjualanan biasanya berlipat selama Ramadhan, sebab permintaan maikanan matang dan setengah matang melonjak.

        Hermit Parati mengelola pabrik karpet di Kota Artux Prefektur Otonomi Kizilsu Kirgiz di Xinjiang. Ia memikirkan untuk mengurangi jam kerja tiga sampai empat jam per hari buat pegawai Muslim.

        Pada Senin, sebanyak 20.000 orang mendatangi Masjid Dongguan di Xining, Ibu Kota Provinsi Qinghai, hampir dua kali lipat dari jumlah biasa. Qinghai adalah tempat tinggal bagi lebih dari satu juta Muslim, atau seperlima dari seluruh jumlah penduduk provinsi tersebut.

        Wang Shaofeng, seorang imam di masjid itu, memandu serombongan pelancong. "Tidak minum sepanjang hari adalah tantangan berat buat orang seperti saya, yang banyak bicara. Tapi banyak orang cukup perhatian, dan mereka tidak mengajukan banyak pertanyaan hari ini," katanya.

        Setelah Matahari terbenam, perempuan muda membagikan kurma di gerbang masjid dan sebagian orang membawa teh susu serta melon untuk dibagikan.

        Tiongkok memiliki sebanyak 20 juta Muslim, yang tinggal di hampir semua provinsi.

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024