Jakarta (Antara News) - Komisioner Ombudsman Dr H La Ode Ida menyatakan khawatir lembaga pengadilan tidak bisa lagi diharapkan untuk menegakkan hukum demi keadilan karena banyaknya oknum hakim yang mentransaksikan kasus-kasus yang ditanganinya.
"Tertangkap tangannya Ketua Pengadilan Negeri Kapahiang Bengkulu oleh KPK baru-baru ini kian memperpanjang barisan oknum hakim dan penegak hukum yang mengalami krisis integritas, korup, dan tamak. Situasi ini sudah sangat gawat," katanya kepada pers di Jakarta, Selasa.
KPK pada 23 Mei 2016 melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Provinsi Bengkulu. OTT ini menambah panjang daftar aparat penegak hukum yang ditangkap lembaga antikorupsi.
Sebelumnya, KPK meringkus jaksa pada Kejati Jabar lantaran diduga menerima suap dari Bupati Subang terkait pengamanan perkara korupsi dana Jamkesmas Kabupaten Subang di Pengadilan Tipikor Bandung.
Selain itu, KPK juga menangkap Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diduga menerima suap dari pihak swasta terkait "pengamanan" perkara peninjauan kembali (PK) pada PN Jakpus.
Menurut La Ode, perilaku oknum penegak hukum seperti itu tidak bisa lagi dianggap kasuistik, melainkan sudah menjadi bagian dari kultur pamrih bagi insan yang tergabung dalam korps penegak keadilan di negeri ini.
Para hakim yang tertangkap tangan oleh KPK sudah banyak dan kesemuanya bisa dianggap sebagai butiran-butiran" gunung es" yang menutup permukaan, sementara di dalamnya sangat dahsyat.
Selain itu, terindikasinya Sekretaris Mahkamah Agung (MA) dalam kasus suap dengan harta yang melimpah atau tertangkap tangannya Kasudit Pranata Perdata di MA sudah tidak bisa diragukan lagi bahwa bagian kepala lembaga peradilan itu sudah "berbau busuk".
"Bagaikan ikan, kalau bagian kepalanya sudah busuk, maka otomatis seluruh badannya juga pasti rusak. Itulah bagian dari potret lembaga pengadilan kita yang sudah berbau busuk," kata La Ode.
Kondisinya akan menjadi semakin parah jika mitranya, yakni jajaran kejaksaan dan kepolisian juga memiliki kultur yang sama, yakni transaksional. Maka tak heran jika KPK juga yang akhirnya turun dan menangkap para koruptor di daerah, termasuk para penegak hukumnya, padahal kasus-kasus kejahatan ada di depan mata mereka
Menurut La Ode, kondisi seperti itu mengharuskan Presiden Jokowi supaya segera mengambil langkah mewujudkan gerakan revolusi untuk membabat habis para pejabat penegak hukum yang mentransaksikan kasus-kasus yang ditanganinya.
"Tertangkap tangannya Ketua Pengadilan Negeri Kapahiang Bengkulu oleh KPK baru-baru ini kian memperpanjang barisan oknum hakim dan penegak hukum yang mengalami krisis integritas, korup, dan tamak. Situasi ini sudah sangat gawat," katanya kepada pers di Jakarta, Selasa.
KPK pada 23 Mei 2016 melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Provinsi Bengkulu. OTT ini menambah panjang daftar aparat penegak hukum yang ditangkap lembaga antikorupsi.
Sebelumnya, KPK meringkus jaksa pada Kejati Jabar lantaran diduga menerima suap dari Bupati Subang terkait pengamanan perkara korupsi dana Jamkesmas Kabupaten Subang di Pengadilan Tipikor Bandung.
Selain itu, KPK juga menangkap Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diduga menerima suap dari pihak swasta terkait "pengamanan" perkara peninjauan kembali (PK) pada PN Jakpus.
Menurut La Ode, perilaku oknum penegak hukum seperti itu tidak bisa lagi dianggap kasuistik, melainkan sudah menjadi bagian dari kultur pamrih bagi insan yang tergabung dalam korps penegak keadilan di negeri ini.
Para hakim yang tertangkap tangan oleh KPK sudah banyak dan kesemuanya bisa dianggap sebagai butiran-butiran" gunung es" yang menutup permukaan, sementara di dalamnya sangat dahsyat.
Selain itu, terindikasinya Sekretaris Mahkamah Agung (MA) dalam kasus suap dengan harta yang melimpah atau tertangkap tangannya Kasudit Pranata Perdata di MA sudah tidak bisa diragukan lagi bahwa bagian kepala lembaga peradilan itu sudah "berbau busuk".
"Bagaikan ikan, kalau bagian kepalanya sudah busuk, maka otomatis seluruh badannya juga pasti rusak. Itulah bagian dari potret lembaga pengadilan kita yang sudah berbau busuk," kata La Ode.
Kondisinya akan menjadi semakin parah jika mitranya, yakni jajaran kejaksaan dan kepolisian juga memiliki kultur yang sama, yakni transaksional. Maka tak heran jika KPK juga yang akhirnya turun dan menangkap para koruptor di daerah, termasuk para penegak hukumnya, padahal kasus-kasus kejahatan ada di depan mata mereka
Menurut La Ode, kondisi seperti itu mengharuskan Presiden Jokowi supaya segera mengambil langkah mewujudkan gerakan revolusi untuk membabat habis para pejabat penegak hukum yang mentransaksikan kasus-kasus yang ditanganinya.