Kendari (Antara News) - Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara saat ini berhasil menciptakan alat deteksi dalam mengontrol batas kritis ketersediaan air pada lahan sawah.

"Alat ini menjadi elemen penting dalam strategi pengelolaan air pada lahan sawah khususnya dalam pengairan basah kering (alternate wetting and drying/AWD) dan merupakan modifikasi dari alat AWD yang awalnya hanya berupa pipa paralon," kata Kepala BPTP Sultra Muh Asaad, di Kendari, Rabu.

Menurut dia, alat AWD modifikasi telah diuji coba pada lahan sawah di Kebun Percobaan Wawotobi dan di lahan petani di Kecamatan Meluhu, Kabupaten Konawe, Sultra.

"Respon pengguna khususnya petani dan penyuluh pertanian sangat positif dan mengharapkan sesegera mungkin bisa mendapatkan alat tersebut," katanya.

Peneliti BPTP Sultra sekaligus penemu alat tersebut Dr Alwi mengatakan modifikasi terbaru dari AWD ini yakni dilengkapi pelampung dalam mengontrol ketinggian air dalam tabung pipa paralon.

"Prinsipnya adalah setelah lahan sawah diairi, maka kedalaman air akan menurun secara gradual, karena diserap tanah dan tanaman atau melalui evapotranspirasi atau gabungan evaporasi dan transpirasi tumbuhan yang hidup di permukaan bumi," katanya.

Menurut dia, alat AWD modifikasi telah diuji coba pada lahan sawah di Kebun Percobaan Wawotobi dan di lahan petani di Kecamatan Meluhu, Kabupaten Konawe, Sultra.

Ia menjelaskan, bila penurunan kedalaman air telah mencapai batas kritis (melewati batas aman), maka sensor akan segera memberikan isyarat berupa nyala lampu led, yang berarti saatnya dilakukan pemberian air.

"Adanya sensor cahaya lampu akan membantu petani sehingga tidak perlu masuk ke petakan sawah untuk mengamati kondisi air di dalam pipa AWD, utamanya saat pemberian air pada malam hari. Dengan cahaya lampu, maka petani ataupun petugas pengatur air dapat mengetahui saat yang tepat untuk pemberian air di lahan sawah," katanya.

Pewarta : Suparman
Editor :
Copyright © ANTARA 2024