Semarang (Antara News) - Bank Indonesia Kantor Perwakilan Wilayah V Jateng-DIY meminta agar masyarakat maupun para pelaku usaha di Indonesia, khususnya yang ada di wilayah setempat, tidak perlu mengkhawatirkan tren pelemahan rupiah.

         Menurut Bank Indonesia, seperti disampaikan Kepala BI Kanwil V Jateng-DIY Iskandar Simorangkir di Semarang, fenomena atau tren mata uang yang melemah tidak hanya dialami oleh Indonesia tetapi juga di hampir seluruh negara di dunia.

         Penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang berdampak pada pelemahan mata uang di negara lain, salah satunya mata uang rupiah ini berawal dari rencana Amerika yang ingin menaikkan suku bunga melalui Bank Sentral Amerika. Rencana menaikkan suku bunga tersebut berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan data tenaga kerja.

         Rencana yang hingga saat ini belum terealisasi tersebut menimbulkan ketidakpastian ekonomi global. Ketidakpastian yang paling terasa adalah para investor internasional masih menunggu langkah AS untuk menaikkan suku bunga yang selanjutnya mengalirkan seluruh dana ke negara adidaya tersebut.

         Meski Indonesia mengalami dampak dari ketidakpastian tersebut, nasib Indonesia masih lebih baik jika dibandingkan Australia dan Brasil. Menurut data dari Bank Indonesia, dibandingkan dengan Brasil, mata uang rupiah mengalami penguatan sebesar 17,2 persen. Sedangkan jika dibandingkan dengan dolar Australia sejak kurun waktu 2013 hingga saat ini, rupiah Indonesia juga terus mengalami penguatan.

         Di sisi lain, BI optimistis kondisi saat ini segera pulih ketika Amerika sudah memastikan kenaikan bunga. Kepala BI Kanwil V Jateng-DIY Iskandar Simorangkir yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Penelitian BI pusat memperkirakan, AS akan memastikan kenaikan tersebut pada bulan September mendatang.

         Menurutnya, Amerika Serikat segera mengambil langkah mengingat negara tersebut sudah mulai merasakan dampak negatif dari ketidakpastian ekonomi dunia, di antaranya adalah nilai impor AS yang terus mengalami peningkatan dan ekspornya yang semakin lesu.

         Pihaknya berharap, dengan kenaikan suku bunga yang segera dipastikan oleh Amerika Serikat, investor internasional segera tahu kemana arah dolar AS tersebut. Dampaknya terhadap negara lain adalah nilai tukar akan relatif lebih stabil dibandingkan saat ini.

         Hingga saat ini, dolar AS sendiri masih mendominasi pasar uang internasional. Kondisi tersebut tidak lepas dari pasar uang yang berpusat di Amerika Serikat dan London mayoritas masih menggunakan mata uang tersebut.

         Melihat fenomena tersebut, kecil kemungkinan bagi mata uang lain ikut melakukan transaksi di pasar uang internasional, salah satunya mata uang rupiah. Bahkan, dengan adanya kondisi tersebut, banyak negara yang menjadikan dolar AS sebagai cadangan devisa negara.

    
                            BI Terapkan Rupiahisasi
         Sebagai upaya untuk meminimalisasi ketergantungan Indonesia terhadap dolar AS, Pemerintah melalui undang-undang nomor 7 tahun 2011 dan diperkuat oleh Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 17 tahun 2015 mengatur bahwa seluruh transaksi di Indonesia harus menggunakan rupiah.

         Iskandar mengatakan peraturan tersebut tidak berlaku untuk perusahaan Indonesia yang bertransaksi secara internasional. Untuk perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor dan impor bisa tetap menggunakan valuta asing sebagai alat untuk bertransaksi.

         Peraturan rupiahisasi tersebut berlaku mulai 1 Juli 2015. Hingga saat ini, banyak perusahaan yang masih dalam proses menerapkan peraturan baru tersebut. Pihaknya menganggap wajar adanya pro dan kontra dari para pengusaha mengingat saat ini merupakan masa transisi sehingga banyak perusahaan yang belum terbiasa melakukannya.

         Meski terkesan mendadak, Pemerintah melalui BI lebih dulu melakukan kajian selama 10 tahun sebelum akhirnya mengeluarkan kebijakan tersebut. Menurutnya, banyak dampak positif yang langsung terasa bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia ketika peraturan tersebut diterapkan.

         "Pemerintah mengeluarkan kebijakan ini karena banyak perusahaan atau pelaku ekonomi di Indonesia menggunakan transaksi valas dengan valas di dalam negeri, akibatnya permintaan valas khususnya dolar AS terus meningkat," katanya.

         Artinya, penguatan dolar AS tersebut berdampak pada pelemahan mata uang rupiah. Kondisi tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di beberapa negara lain. Oleh karena itu, Pemerintah di negara-negara tersebut juga melakukan langkah yang sama seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

         "Adanya tekanan mata uang asing terhadap mata uang lokal tersebut berdampak pada keluarnya kebijakan 'local currency' yang dilakukan oleh sejumlah negara termasuk Indonesia," katanya.

        
                        Peluang Manfaatkan "Local Content"
         Salah satu pengusaha mebel yang juga Wakil Ketua Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional Kamar dagang dan industri (Kadin) Jateng Bernadus Arwin mengatakan penguatan dolar AS terhadap mata uang rupiah dapat menjadi peluang bagi para pengusaha untuk memanfaatkan sumber daya lokal atau "local content".

         Para pengusaha yang potensial mengambil peluang tersebut yaitu pengusaha mebel. Apalagi, produk mebel Jawa Tengah sendiri memiliki nilai ekspor yang cukup tinggi dibandingkan dengan komoditas lain.

         Dengan memanfaatkan sumber daya lokal dan berorientasi ekspor, maka dapat meningkatkan omzet para pengusaha. Meski demikian, pihaknya berharap agar mata uang lebih stabil.

         "Bagi eksportir kondisi ini sangat positif selama mata uang tetap stabil, tetapi kalau kurs tidak standar antara kita menjual dan saat membayar, sama saja mengkhawatirkan bagi kami para eksportir," katanya.

         Sementara itu, meski bahan baku kayu yang mudah dijumpai di dalam negeri, diakuinya hingga saat ini masih banyak pengusaha mebel yang masih bergantung pada bahan baku impor.

         "Dampak positif penguatan dolar bagi eksportir yang dapat mengoptimalkan kayu lokal dengan eksportir yang masih bergantung pada barang impor sangat berbeda. Kalau fluktuasi rupiah terhadap dolar AS terus terjadi maka kondisi ini sangat merugikan eksportir yang masih bergantung pada barang impor," katanya.

         Sementara itu, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah pada bulan Juli, ekspor kayu dan barang dari kayu masuk dalam tiga kelompok komoditas utama yang mempunyai nilai ekspor tertinggi.

         Untuk kayu dan barang dari kayu memberikan kontribusi sebesar 18,36 persen pada keseluruhan ekspor Jateng dengan nilai ekspor sebesar 68,11 juta dolar AS.

Pewarta : Oleh Aris Wasita Widiastuti
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024