Jakarta (Antara News) - Memasuki tujuh dasawarsa kemerdekaannya, Bangsa Indonesia masih memiliki pekerjaan besar yang harus dirampungkan untuk mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa yaitu keberadaan bangsa yang adil dan makmur.

        Bagi Presiden ketujuh RI, Joko Widodo, kemerdekaan harus dimaknai sebagai sebuah upaya yang tak kenal henti untuk terus bekerja dan bekerja memperbaiki kondisi yang ada sekaligus menapaki mimpi bersama untuk kemudian diwujudkan.

        "Kemerdekaan adalah rahmat dari Allah SWT yang diberikan kepada bangsa Indonesia dan itu juga  berkat pengorbanan dari para pahlawan. Alhamdulillah saat ini, kalau kita lihat, stabilitas politik baik, stabilitas ekonomi cukup baik dibandingkan negara lain, stabilitas keamanan juga baik," kata Presiden Joko Widodo dalam sebuah wawancara khusus dengan Kantor Berita Antara, Televisi Republik Indonesia, dan Radio Republik Indonesia terkait peringatan 70 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia di Jakarta, Rabu (12/8).

        "Artinya, sebetulnya sekarang adalah momentum untuk memulai kerja besar kita dalam membangun Indonesia, karena kita sadar kita mempunyai penduduk 250 juta dengan dua pertiga wilayah kita adalah air dan ada 17.000 pulau lebih. Ini manajemen pengelolaannya memang tidak mudah, ada tantangan yang kita hadapi," tambah Presiden.

        Bagi Jokowi, demikian mantan Gubernur DKI Jakarta dan Wali Kota Solo itu akrab dipanggil, kemerdekaan yang telah diperoleh melalui sebuah perjuangan besar harus dilanjutkan dengan sebuah kerja yang besar pula.

        "Pekerjaan kita ini masih sangat banyak. Tetapi, sekali lagi, pembangunan itu akan baik, pertumbuhan ekonomi akan baik, kuncinya stabilitas. Baik stabilitas keamanan, stabilitas politik. Ini penting secara makro," tegasnya.

        Selain stabilitas, pertumbuhan infrastruktur yang akan menopang perekonomian nasional juga patut mendapat perhatian utama.  Bercermin dari negara-negara yang memiliki perekonomian kuat, infrastruktur yang andal dan memadai menjadi tulang punggung pergerakan ekonomi, seperti Jepang, Tiongkok, Korea Selatan, bahkan juga negara tetangga Singapura.

        Presiden menekankan bahwa infrastruktur sangat penting, baik berupa jalan tol, pelabuhan, kereta api, dan laut yang menghubungkan pelabuhan satu dengan pelabuhan yang lain, pulau yang satu dengan pulau yang lain, sehingga ke depan biaya transportasi bisa ditekan semurah-murahnya, biaya logistik pun akan ikut turun, dan pada akhirnya barang sampai ke masyarakat dengan harga lebih murah.

        "Inilah pekerjaan besar kita menyiapkan infrastruktur agar nantinya imbasnya pada transportasi murah, biaya logistik murah, dan akhirnya harga barang menjadi murah," kata Presiden.

        Selain infrastruktur yang menopang ekonomi, Presiden Joko Widodo juga melihat infrastruktur terkait perbatasan juga perlu mendapat prioritas.  Selama ini masih sering berlaku paradigma yang menempatkan wilayah perbatasan sebagai halaman belakang, padahal banyak negara maju di dunia justru menempatkan perbatasan sebagai halaman depan dan beranda sebagai pintu masuk sekaligus etalase negara.

        Tak sekadar pembangunan sarana fisik, lebih jauh Presiden malah menilai titik pemahaman yang paling penting dari pembenahan infrastruktur perbatasan adalah pembangunan bangsa dan karakter bangsa.

        Bagi Jokowi, dengan kondisi perbatasan yang tak kalah baiknya dengan perbatasan negara tetangga maka akan mendorong kebanggaan masyarakat Indonesia yang tinggal di perbatasan atas status kebangsaannya.

        "Saya telah melihat sendiri ke Entikong, kemudian ke Atambua ke Motaain, kita sudah lihat langsung dan memang kalau kita bandingkan dengan negara tetangga kita, masih perlu dikembangkan," tegasnya.

        "Perintah saya jelas kepada menteri, saya ingin kita lebih baik dari mereka (negara tetangga, Red) perbatasannya. Ini menyangkut kebanggaan, bukan sekadar masalah fisik, kalau kita ke perbatasan kemudian kita bisa langsung bandingkan, di sana seperti itu, kita bisa menjadi kurang bangga terhadap negara kita ini," kata Presiden.

        Jokowi menuturkan bahwa saat ini pekerjaan membenahi secara total perbatasan di Entikong, Kalimantan Barat, yang berbatasan darat dengan Sarawak, Malaysia, sudah dimulai dan ditargetkan selesai akhir tahun depan.

        "Yang harus kita bangkitkan bahwa kita harus merasa lebih baik. Pembangunannya memang total, kita sudah siapkan anggarannya, sudah dimulai. Memang kita baru bisa melihat akhir tahun depan, bisa dilihat jendela kita di depan akan seperti apa," tuturnya.

    
                      Kemandirian Pangan
   Kerja besar lainnya yang menanti perwujudan hasilnya adalah mengupayakan kembali kemandirian Indonesia di bidang pangan. Pada dekade 1980-an Indonesia dikenal sebagai negara yang mampu swasembada beras. Namun, kini Indonesia dikenal sebagai negara pengimpor produk-produk pangan. Sangat ironis bila dibandingkan dengan luas wilayah Indonesia serta luasnya lahan-lahan pertanian.

        "Sekarang ini kalau pangan, sekian tahun yang banyak justru impor. Oleh sebab itu, kita baru konsentrasi dalam 3-4 tahun mendatang untuk menyelesaikan komoditas pangan yang impor. Beras, saya kira satu dua tahun ini harus berani stop impor. Kita harus bisa produksi sendiri dan saya sudah berikan tugas dalam dua tahun ini harus rampung," kata Presiden.

        Tak berhenti di komoditas beras, lebih jauh Presiden ingin momentum 70 tahun peringatan kemerdekaan Indonesia digunakan sebagai pijakan kerja keras pembenahan perkebunan gula, jagung, sorgum, dan aneka hasil pangan serta pertanian lainnya.

        Presiden mengaku sedih ketika melihat kenyataan, bahkan, cabai dan bawang pun seringkali harus tetap mengimpor, padahal Indonesia yang memiliki potensi sentra-sentra pertanian komoditas itu.

        "Hal yang kecil-kecil ini kan kita impor semuanya, cabai impor, bawang impor. Stop! Stop sudah. Kita harus mulai menanam sendiri, memproduksi sendiri dan kita pakai, kalau sisa baru kita arahkan ekspor. Saya kira ke depan kita harus menguasai komoditas pangan kita, bisa mencukupi, swasembada sendiri di dalam negeri, sisanya semua masuk ke pasar ekspor," tegas Kepala Negara.

        Ia berkeyakinan dengan pengelolaan manajemen yang detail dan benar, serta pengawasan yang detail dan benar, maka petani siap untuk melakukan kerja besar di bidang pertanian yang mengait ke pangan ini.

        "Dan saya meyakini petani kita siap. Ini tinggal masalah manajemen di lapangan yang betul-betul detail diikuti dan detail dilakukan. Kemudian juga masalah air. Oleh sebab itu, maka dalam lima tahun ini akan dibangun 49 waduk. Pada tahun ini ada 15 waduk yang akan dibangun. Kemarin saya cek di Raknamo (Kupang, Nusa Tenggara Timur) sudah kelihatan sekali waduk, memang masih dua tahun lagi selesai, di lokasi progres dan perkembangan berjalan dengan baik," kata Jokowi.

        Kemandirian pangan juga bisa ditopang dengan pengembangan sektor maritim. Sebagai negara yang luas wilayah lautnya bisa dikatakan terbesar di Asia, Indonesia seharusnya juga menumpukan pembangunan di sektor maritim atau kelautan.

        Keberhasilan mengelola sektor maritim bisa memberikan kontribusi kepada kemandirian pangan melalui konsumsi ikan tanpa harus impor dari negara lain dan juga secara umum pada perekonomian nasional.

        "Sejak awal kita memang sudah terlalu lama memunggungi samudera, tidak pernah memberi perhatian pada laut kita, padahal seperti yang saya sampaikan dua pertiga wilayah Indonesia adalah air. Ini kekeliruannya ada di situ, ini potensi besar," kata Presiden.

        Oleh sebab itu, pemerintahan Jokowi ingin memulai untuk memberikan perhatian kepada laut dengan dimulai pembangunan fisik pelabuhan, membangun industri galangan kapal karena koneksi antarpulau membutuhkan kapal.

        "Kemudian juga pendidikan maritim. Ini perlu karena menyiapkan sumber daya manusia juga sangat diperlukan," kata Presiden.  
   Tak hanya itu, perbaikan di sektor maritim juga termasuk di dalamnya menjaga kekayaan alam dari kegiatan penangkapan ikan ilegal.

        "Kalau yang namanya 'illegal fishing', pencurian ikan, itu sudah kriminal yang tidak mungkin kita biarkan," kata Presiden seraya menyebutkan bahwa selama bertahun-tahun, 7.000 kapal setiap hari mondar-mandir di perairan Indonesia dan dibiarkan.

        "Kalau saya begitu dilantik, saya bilang stop. Kalau 7.000 stop. Masih sulit stop, perintah saya tegas ke Bu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Red), tenggelamkan. Meski saya ulangi sampai tiga kali, tapi memang...keberanian seperti inilah yang kita inginkan sehingga kedaulatan perairan kita betul-betul dihormati oleh negara lain. Yang kedua, memang kekayaan sumber daya laut kita ini memang sangat besar sekali," katanya.

        "Dari laporan yang diberikan kepada saya dari kementerian kelautan, Rp300 triliun setiap tahun hilang karena ikan dicuri, maka harus dihentikan," ungkap Presiden.

        "Kita kemudian harus membangun industri perikanan kita sendiri. Artinya, setelah nelayan mendapatkan ikan, stok banyak ditaruh di mana? siapkan 'cold storage' untuk pendingin. Kemudian kalau sudah berarti kita harus memasarkan, artinya ada yang memasarkan itu ke negara lain yang membutuhkan baik tuna dan ikan lainnya. Ini ada peluang yang bisa kita masuki untuk bidang perikanan," tambah Jokowi.

        Masih banyak pekerjaan besar yang harus dilakukan, dan menurut Presiden optimisme itu selalu harus dinyalakan dan dipelihara. Sebuah bangsa besar tentu dapat menyelesaikan pekerjaan besar mereka dengan ketekunan, disiplin, dan kerja keras.

        "Rayakan hari ulang tahun kemerdekaan RI yang ke-70 dengan tentu saja merayakan dengan rasa gembira dan setelah itu semuanya, ayo kerja, kerja keras membangun negara," kata Presiden.

Pewarta : Oleh Panca Hari Prabowo
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024