Jakarta (Antara News) - Pengamat hubungan internasional Timur Tengah dari Universitas Gadjah Mada Siti Mutiah Setiawati mengatakan Peringatan ke-60 Tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) dapat dijadikan momentum oleh Indonesia dan anggota lainnya untuk mendorong Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengatasi konflik Palestina.

        "Kita harus mendorong organisasi yang lebih responsipator, lebih bertanggung jawab, sebenarnya yang lebih 'responsible', yang lebih bertanggung jawab itu adalah Liga Arab dan OKI," katanya saat dihubungi Antara dari Jakarta , Senin.

        Menurut Siti Mutiah, Konferensi Asia-Afrika tidak dapat dituntut untuk mengatasi konflik itu karena masih berupa perkumpulan moral dan bukannya organisasi.

        "Konferensi Asia-Afrika maupun Gerakan Non Blok tidak bisa dituntut untuk menyelesaikan konflik Palestina seperti halnya sebuah organisasi," ujarnya.

        Dalam praktiknya, lanjutnya, tidak mudah bagi KAA untuk mengatasi langsung konflik Palestina karena peranan itu seharusnya diambil oleh Liga Arab dan OKI yang merupakan suatu organisasi.

        "Sesuai dengan jenis kerja samanya kan begitu jangan kita berharap yang terlalu tinggi untuk kerja sama moral seperti Gerakan Non Blok dan KAA," tuturnya.

    
                                 Liga Arab dan OKI
        Menurut Siti Mutiah, Liga Arab dan OKI yang lebih memiliki wewenang untuk bertindak langsung mengatasi konflik Palestina karena Palestina berada di wilayah Arab dan merupakan anggota Liga Arab.

        Semestinya, Liga Arab lebih mempunyai tanggung jawab untuk segera menyelesaikan masalah Palestina dibanding misalnya Gerakan Non Blok ataupun Konferensi Asia-Afrika ini, lanjut Siti Mutiah.

        "Konferensi Asia-Afrika itu bukan organisasi lho, Gerakan Non Blok juga bukan organisasi namanya juga gerakan dia bukan organisasi bagaimana bisa berperan karena bukan organisasi," ujarnya.

        Suatu organisasi memiliki antara lain sekretariat, struktur organisasi, ketua, dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga sedangkan KAA merupakan perkumpulan moral dari negara-negara Asia-Afrika yang mungkin akan menuju satu kerja sama.

        "Jadi, KAA tidak sama dengan organisasi regional misalnya APEC, ASEAN, Uni Eropa, jadi ini memang kerja sama, sifatnya itu kerja sama moral ya jadi dukungannya kita harapkan itu moral," katanya.

        Ia mengatakan KAA lebih mendorong Liga Arab untuk segera menyelesaikan konflik itu.

        Selain Liga Arab, tanggung jawab penyelesaian konflik itu lebih diperankan OKI. Meski Palestina belum menjadi suatu negara Islam saat ini, mayoritas bangsanya memang Muslim. Untuk itu, OKI harus didorong untuk segera menyelesaikan masalah Palestina.  

        "Kita memang menyuarakan jangan menuntut berlebihan dari Konferensi Asia-Afrika. Konferensi Asia-Afrika ini memang ajang untuk bertemu kalau untuk sebuah tindakan bersama itu kan kalau secara teori itu harus terintegrasikan," tuturnya.

        Kerja sama harus terintegrasi artinya negara-negara yang bekerja sama itu sunguh harus mempunyai komitmen untuk bersatu.

        "Syaratnya untuk terintegrasikan itu adalah harus ada institusi nah kalau Konferensi Asia-Afrika itu bukan institusi," katanya.

        Dalam hubungan internasional, KAA hanya semacam rezim yang berisi seperti teguran dan etika dan belum menjadi institusi. Padahal, suatu institusi diperlukan sebagai syarat utama agar tindakan bersama dapat untuk diintegrasikan.

        Jika telah ada institusi, maka harus ada kebijakan bersama. Setelah ada kebijakan maka muncullah sikap yang sama. Setelah itu, ada tindakan bersama yang terintegrasi atau "joint action", diikuti dengan musuh yang sama atau "common enemy" dan status yang sama atau "common position".

        "Jangan menuntut Konferensi Asia-Afrika, ini institusi saja belum kok kita menuntut untuk bisa membuat 'joint action' misalnya, tidak bisa kalau secara teori yang saya pelajari, harus ada institusi dulu," kata Siti Mutiah.

        Peringatan 60 Tahun KAA digelar di Jakarta dan Bandung pada 19-24 April. Pada 19 April diadakan Pertemuan pejabat tingkat tinggi (Senior Official Meeting) kawasan Asia-Afrika. Kemudian, dilanjutkan dengan Pertemuan Tingkat Menteri pada 20 April. Pada 21-22 April, diselenggarakan Pertemuan Puncak Bisnis Kawasan Asia-Afrika (Asia-Africa Business Summit).

        Selanjutnya pada 22 April digelar pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) hari pertama. Pada 23 April pelaksanaan KTT hari kedua, dan direncanakan akan ada jamuan makan malam oleh Presiden Joko Widodo untuk para kepala negara dan kepala pemerintahan.

        Pada 24 April, hari terakhir rangkaian pelaksanaan KAA, akan dilakukan napak tilas  (historical walk) KAA oleh para kepala negara  dan kepala pemerintahan di Bandung.

        Sebanyak 32 kepala negara atau kepala pemerintahan dan 86 utusan negara akan menghadiri KAA 2015.

Pewarta : Oleh Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024