Jakarta (Antara News) - LBH Keadilan menilai putusan Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi, yang mengabulkan praperadilan yang diajukan Budi Gunawan merupakan terobosan hukum.
"Putusan tersebut merupakan terobosan hukum yang dilakukan hakim. Hal ini mengingat penetapan seseorang menjadi tersangka menurut KUHAP bukan objek praperadilan," kata Ketua Pengurus LBH Keadilan Abdul Hamim Jauzie dalam siaran persnya, Senin.
Namun demikian, lanjut Abdul Hamim, LBH Keadilan bukan berarti sepakat dengan putusan tersebut.
Menurut dia, Mahkamah Agung perlu menerbitkan peraturan (Perma) untuk mengisi kekosongan hukum mengenai praperadilan atas penetapan seseorang menjadi tersangka.
Selain itu, kata Abdul Hamim, pembahasan RUU KUHAP oleh DPR juga menjadi prioritas dalam prolegnas 2015 harus dijadikan momentum untuk mengatur tentang praperadilan secara lebih tegas.
"LBH Keadilan memperkirakan, pasca Putusan tersebut, kepolisian, kejaksaan, KPK dan pengadilan akan 'direpotkan' dengan banyaknya praperadilan yang diajukan oleh tersangka," katanya.
Hakim tunggal Sarpin Rizaldi mengabulkan sebagian permohonan gugatan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan (BG).
"Menyatakan penetapan tersangka pemohon (Budi Gunawan) oleh termohon (KPK) adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum," kata hakim Sarpin dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.
Hakim juga menyatakan Surat Perintah Penyidikan Budi Gunawan Nomor 03/01/01/2015 tidak sah.
Hakim juga menyatakan bahwa tindakan penyidikan lebih lanjut yang dilakukan oleh KPK ditetapkan tidak sah berdasar tidak sahnya penetapan tersangka dan surat perintah penyidikan.
Hakim Sarpin menolak seluruh eksepsi pihak KPK yang mengatakan bahwa objek penetapan tersangka dalam praperadilan bukan kewenangan hakim, permohonan Budi Gunawan prematur, dan permohonan praperadilan tidak jelas karena bertentangan satu dengan yang lain.
Hakim menilai penetapan tersangka tersebut tidak sah karena KPK tidak berwenang dalam melakukan penyelidikan kasus dugaan penerimaan hadiah dan janji Budi Gunawan, saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier (Karobinkar) Deputi SDM Mabes Polri yang termasuk pejabat eselon II.
Sedangkan dalam undang-undang hanya disebutkan kewenangan KPK menyidik kasus dugaan korupsi penyelenggara negara pejabat eselon I dan aparat penegak hukum.
Sedangkan jabatan Karobinkar hanya bertugas membantu pimpinan dalam pembinaan karier kepolisian di deputi SDM dan tidak melaksanakan tugas-tugas penegakan hukum.
Hakim juga menilai bahwa Budi Gunawan tidak termasuk perhatian yang menyerahkan masyarakat, karena publik hanya baru mengenal Budi saat menjadi calon Kapolri.
Sedangkan Budi Gunawan juga dianggap tidak merugikan negara sebanyak Rp1 miliar dari dugaan penerimaan hadiah atau janji.
Sementara satu permohonan gugatan praperadilan yang ditolak hakim ialah tuntutan ganti kerugian sebesar Rp1 juta rupiah oleh pemohon karena penetapan tersangka oleh KPK.
"Putusan tersebut merupakan terobosan hukum yang dilakukan hakim. Hal ini mengingat penetapan seseorang menjadi tersangka menurut KUHAP bukan objek praperadilan," kata Ketua Pengurus LBH Keadilan Abdul Hamim Jauzie dalam siaran persnya, Senin.
Namun demikian, lanjut Abdul Hamim, LBH Keadilan bukan berarti sepakat dengan putusan tersebut.
Menurut dia, Mahkamah Agung perlu menerbitkan peraturan (Perma) untuk mengisi kekosongan hukum mengenai praperadilan atas penetapan seseorang menjadi tersangka.
Selain itu, kata Abdul Hamim, pembahasan RUU KUHAP oleh DPR juga menjadi prioritas dalam prolegnas 2015 harus dijadikan momentum untuk mengatur tentang praperadilan secara lebih tegas.
"LBH Keadilan memperkirakan, pasca Putusan tersebut, kepolisian, kejaksaan, KPK dan pengadilan akan 'direpotkan' dengan banyaknya praperadilan yang diajukan oleh tersangka," katanya.
Hakim tunggal Sarpin Rizaldi mengabulkan sebagian permohonan gugatan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan (BG).
"Menyatakan penetapan tersangka pemohon (Budi Gunawan) oleh termohon (KPK) adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum," kata hakim Sarpin dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.
Hakim juga menyatakan Surat Perintah Penyidikan Budi Gunawan Nomor 03/01/01/2015 tidak sah.
Hakim juga menyatakan bahwa tindakan penyidikan lebih lanjut yang dilakukan oleh KPK ditetapkan tidak sah berdasar tidak sahnya penetapan tersangka dan surat perintah penyidikan.
Hakim Sarpin menolak seluruh eksepsi pihak KPK yang mengatakan bahwa objek penetapan tersangka dalam praperadilan bukan kewenangan hakim, permohonan Budi Gunawan prematur, dan permohonan praperadilan tidak jelas karena bertentangan satu dengan yang lain.
Hakim menilai penetapan tersangka tersebut tidak sah karena KPK tidak berwenang dalam melakukan penyelidikan kasus dugaan penerimaan hadiah dan janji Budi Gunawan, saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier (Karobinkar) Deputi SDM Mabes Polri yang termasuk pejabat eselon II.
Sedangkan dalam undang-undang hanya disebutkan kewenangan KPK menyidik kasus dugaan korupsi penyelenggara negara pejabat eselon I dan aparat penegak hukum.
Sedangkan jabatan Karobinkar hanya bertugas membantu pimpinan dalam pembinaan karier kepolisian di deputi SDM dan tidak melaksanakan tugas-tugas penegakan hukum.
Hakim juga menilai bahwa Budi Gunawan tidak termasuk perhatian yang menyerahkan masyarakat, karena publik hanya baru mengenal Budi saat menjadi calon Kapolri.
Sedangkan Budi Gunawan juga dianggap tidak merugikan negara sebanyak Rp1 miliar dari dugaan penerimaan hadiah atau janji.
Sementara satu permohonan gugatan praperadilan yang ditolak hakim ialah tuntutan ganti kerugian sebesar Rp1 juta rupiah oleh pemohon karena penetapan tersangka oleh KPK.