Mamuju  (Antara News) - Umumnya suku terasing atau Binggi, yang bermukim di Dusun Saluraya, Kelurahan Martajaya, Kecamatan Pasangkayu, Kabupaten Mamuju Utara (Matra), Sulawesi Barat (Sulbar), kesulitan mendapatkan pasokan makanan akibat lahan pertanian mereka tergerus dampak pengembangan kelapa sawit.

         "Lahan pertanian kami tergerus akibat pengembangan kelapa sawit yang dilakukan perusahaan swasta. Saat ini, warga Binggi hanya mampu mengkonsumsi Ubi Talas yang dikumpulkan dari hutan sebagai pengganti beras untuk bisa bertahan hidup," kata Ube warga suku terasing dengan bahasa khas lokal di Pasangkayu, Kamis.

         Menurut dia, untuk mendukung ekonomi masyarakat terasing maka mereka setiap hari mengumpulkan batu gunung untuk kemudian dijual.

          "Lahan kami berada di pinggiran lahan HGU milik perusahaaan sawit. Bahkan, tanah adat yang turun temurun ditempati telah dirampas perusahaan sawit. Bahkan, kami diusir ke luar untuk perluasan lahan sawit milik perusahaan tanpa ganti rugi," kata Ube --yang juga tokoh masyarakat suku terasing.

          Dia mengatakan untuk bertahan hidup maka suku terasing harus mengonsumsi umbi-umbian sebagai pengganti beras.

         "Setiap harinya baik perempuan maupun laki-laki harus ke hutan guna mencari talas untuk dimakan pada siang hari. Setelah sorenya maka warga kembali menambang batu gunung untuk mendukung beban ekonomi," jelasnya.

         Apalagi, kata dia, semenjak tanah adat yang ditempati secara turun temurun sudah tidak ada karena semua lahan itu telah "dirampas perusahaan".

         "Sebetulnya kami sudah berpindah ke pinggir lahan perkebunan semenjak lahan kami jadi kebun sawit yang konon berada di kawasan HGU," jelasnya.

          Ia menyesalkan karena nyaris tak ada perhatian pemerintah kepada suku terasing dengan mementingkan kapitalis yang telah menguasai lahan warga.

          Ube menyampaikan dusun Saluraya saat ini hanya dihuni 45 kepala keluarga dengan kondisi atap rumah yang mulai bocor-bocor dan tidak berdinding.

          Sementara itu Ketua DPRD Matra Lukman Said mengaku prihatin dengan keberadaan suku terasing yang kondisinya memprihatinkan. Selama 10 tahun ternyata hidup mereka dalam garis kemiskinan.

         "Saya minta perusahan agar memperhatikan keberadaan suku terasing. Paling tidak, kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility atau Tanggung jawab Sosial Perusahaan) digunakan untuk kemakmuran daerah di sekitar," kata Lukman Said, yang juga politikus PDI-P.

Pewarta : Aco Ahmad
Editor :
Copyright © ANTARA 2024