Kendari (Antara News) - Warga Desa Boro-boro Lameuru, Kabupaten Konawe Selatan  mengeluhkan pungutan biaya Rp250 ribu dalam pembuatan program nasional agraria (Prona) atau biasa dikenal sertifikasi tanah massal.

Salah seorang warga Desa Boro-boro Lameuru, Muhammad Yusuf, di Kendari, Selasa, mengatakan, penerima program sertifikat gratis malah dibebani biaya yang dipungut oleh perangkat desa sebesar Rp250 ribu. "Kalau peruntukannya jelas pasti kami tidak akan keberatan untuk membayar, tetapi ini malah tidak diberitahukan peruntukan biaya yang dipungut itu utuk keperluan apa," ujarnya.

Ia menambahkan, keluhan masyarakat ini muncul akibat tidak adanya transparansi biaya yang dipungut dalam pembuatan sertifikasi tanah secara massal tersebut. Seharusnya ada transparansi penggunaan dana yang telah dipungut oleh perangkat desa, agar masyarakat bisa memahami dan tidak mengeluh.

Sebab yang diketahui masyarakat dalam pengurusan sertifikat prona tidak ada tambahan biaya dalam artian pengurusannya gratis. "Pungutan ini terjadi bukan saja di desa saya, tetapi di desa-desa yang lain juga ada pungutan biaya bagi masyarakat yang mengurus sertifikat prona," ujarnya.

Ia mengharapkan, perangkat desa dan BPN memberikan kejelasan terkait pungutan tersebut, agar mereka tahu peruntukan dana tersebut.

Sementara itu, salah satu warga yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, terpaksa membayar untuk bisa mendapatkan sertifikat prona. "Dari pada tidak mendapatkan sertifikat mendingan saya membayar, walau sebenarnya saya mempertanyakan peruntukan uang yang dipungut itu," ujarnya.

Ia menambahkan, jangankan Rp250 ribu, lebih dari nominal itu pun mereka siap membayar, yang penting dana yang dipungut dari masyarakat itu jelas kemana arahnya.

Pewarta : Oleh Laode Abdul Rahman
Editor :
Copyright © ANTARA 2024