Kendari  (Antara News) - "Kabanti" yakni pantun tradisional Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) diusulkan menjadi warisan dunia bukan benda kepada pihak UNESCO oleh Pemerintah Kabupaten Wakatobi bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Usulan "Kabanti" menjadi warisan dunia bukan benda kepada pihak Unesco, lembaga PBB yang mengurus masalah pendidikan dan kebudayaan itu disampaikan Kepala Bagian Humas dan Protoler Sekretariat Pemerintah Kabupaten Wakatobi, La Ode Ifi melalui telepon dari Wakatobi-Kendari, Senin.

"Selain `Kabanti`, tarian tradisional Wakatobi, Tari `Lariangi` juga diusulkan untuk menjadi warisan dunia bukan benda kepada Unesco," katanya.

Menurut dia, kedua warisan budaya dari leluhur masyarakat Wakatobi yang diusulkan menjadi warisan dunia bukan benda kepada Unesco, telah mendapat pengakuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai warisan budaya nasional.

"Pemkab Wakatobi bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengusulkan kedua warisan budaya ini untuk jadi warisan dunia bukan benda kepada pihak Unesco, karena diyakini kedua warisan budaya leluhur masyarakat Wakatobi itu masih asli," katanya.

Menurut dia, Kabanti merupakan pantun dalam bentuk nyanyian tradisional leluhur Wakatobi yang mengandung nasehat atau petuah-petuah dalam mengarungi kehidupan.

Biasanya kata dia, Kabanti dinyanyikan pada acara pesta adat atau ritual keagamaan.

"Melalui Kabanti, para tetuah adat bisa membangun moral generasi muda Wakatobi, terutama dalam membangun harmonisasi kehidupan di tengah masyarakat," katanya.

Sedangkan tari `Lariangi` kata dia, merupakan perpaduan antara kebudayaan Melayu dan Kebudayaan Kerajaan Majapahit.

"Di masa lampau, tarian tersebut disuguhkan untuk menyambut tamu-tamu agung atau tamu kehormatan dari Kesultanan Buton dan tamu dari kesultanan lain di Indonesia," katanya.

Saat ini, lanjutnya, tarian Lariangi masih tetap disuguhkan kepada tamu-tamu kehormatan dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan tamu dari negara lain yang berkunjung ke Wakatobi.

Pewarta : Agus
Editor :
Copyright © ANTARA 2024