Jakarta (Antara News) - Proses pergantian kepemimpinan nasional 2014 selain dicatat sebagai salah satu Pemilihan Umum Presiden  dengan tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi juga akan dikenang menjadi suatu proses peralihan kepemimpinan dengan tradisi politik baru.

         Proses peralihan kepemimpinan dengan tradisi politik baru itu berupa komunikasi yang hangat antara Presiden yang akan diganti dengan Presiden penggantinya.

         "Di mimbar yang mulia ini, saya Susilo Bambang Yudhoyono, juga berjanji untuk membantu siapapun yang akan menjadi Presiden Republik Indonesia tahun 2014-2019, jika hal itu dikehendaki. Ini adalah kewajiban moral saya sebagai mantan Presiden nantinya, dan sebagai warga negara yang ingin terus berbakti kepada negaranya," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menyampaikan pidato kenegaraan di depan DPR/DPD RI pertengahan Agustus.

         Pada kesepatan itu, ia juga mengajak semua komponen bangsa untuk mendukung siapapun yang memimpin pemerintahan mendatang.

         "Tahun depan, Presiden kita yang baru akan memberikan pidato kenegaraannya di mimbar ini. Saya mengajak segenap bangsa Indonesia, marilah kita bersama-sama mendengarkannya dan mendukung beliau untuk kebaikan dan kemajuan negeri ini," katanya.

         Yudhoyono mengharapkan semua pemimpin bangsa bisa menciptakan tradisi politik yang positif sehingga bisa mendorong Indonesia yang lebih maju.

         "Saya juga mempunyai mimpi dan harapan yang indah, yaitu terbangunnya budaya politik yang luhur di mana para pemimpin Indonesia saling bahu membahu, saling membantu, dan saling mengingatkan demi masa depan Indonesia. Saya yakin itulah yang didambakan oleh rakyat Indonesia, dan itulah yang harus kita berikan dengan ikhlas kepada mereka," katanya.

         Sejak peralihan kepemimpinan dari Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto dan dilanjutkan kepada presiden-presiden selanjutnya hampir jarang ditemui komunikasi yang hangat antara pihak yang digantikan dengan pihak yang menggantikan.

         Sehingga inisiatif Presiden Yudhoyono ini kemudian disambut baik oleh calon presiden terpilih Joko Widodo yang juga mengemukakan pentingnya komunikasi antara kedua pemimpin.

         Namun sayangnya upaya komunikasi itu kemudian oleh beberapa pihak dipandang sebagai upaya untuk mencampuri pemerintahan yang baru.

         "Hari ini saya menerima sejumlah pesan yang bernada negatif. Saya tahu hal ini juga beredar di sejumlah kalangan," kata Presiden Yudhoyono dalam akun twitter pribadinya @SBYudhoyono beberapa waktu lalu.

         Menurut Yudhoyono, pesan itu mengatakan SBY dan PD  jangan "ngrecoki" Jokowi.

         "Artinya SBY jangan menganggu atau mengatur-atur Jokowi. Saya tidak paham yang dimaksud dengan "ngrecoki" itu. Tidak ada niat dan pikiran sedikitpun untuk menganggu Pak Jokowi," katanya.

         "Saya dengan senang hati membantu jika memang dikehendaki. Jadi terserah kepada presiden baru. Tidak ada pikiran buruk dari saya," tegasnya.

         Ditambahkannya, "Ketika saya ingin ikut menyukseskan transisi antara saya dengan Presiden terpilih itu juga niat baik saya agar ketika dilantik jauh lebih siap".

         "Namun ternyata ada yang tidak menghendaki hal-hal baik itu terjadi. Tentu saya harus menghormati. Naluri politik saya jadi bekerja," ucapnya dalam tweet itu.

        "Atau barangkali ada yang menganggap SBY dan PD menginginkan posisi politik tertentu jika Pak Jokowi menjadi presiden pada lima tahun mendatang," katanya.

        "Dengan tegas saya katakan tidak ada niat dan ambisi seperti itu. PD akan independen dan menjadi penyeimbang. Kami tidak haus kekuasaan," paparnya.

    
                        Komunikasi antar-dua pemimpin
        Pertemuan antara Presiden Yudhoyono dan calon presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) akhirnya berlangsung pada Rabu (27/8) di Nusa Dua Bali, di sela-sela kunjungan kerja Presiden Yudhoyono di provinsi itu.

        "Alhamdulillah pikiran saya dan Pak Jokowi klop. Kita ingin betul-betul melaksanakan transisi kepemerintahan ini sebaik-baiknya," kata Presiden Yudhoyono di Nusa Dua, Bali, Rabu malam, dalam jumpa pers bersama Joko Widodo (Jokowi).

        Menurut Presiden, pertemuan pertama yang berlangsung lebih kurang dua jam itu merupakan awal dari proses konsultasi dalam transisi kepemimpinan dan pemerintahan.  

        "Kami bersepakat apa yang kami bicarakan malam hari ini lebih lanjut akan dibicarakan secara  lebih teknis antara tim transisi Pak Jokowi dan jajaran pemerintahan yang ada saat ini," katanya.

        Dalam pertemuan empat mata tersebut, kata Presiden, dibahas hal-hal konstruktif yang berkaitan dengan agenda kenegaraan dan pemerintahan serta kebijakan dan program pemerintah, termasuk RAPBN 2015 dan APBN-perubahan 2014.

        "Dengan telah dibukanya pintu konsultasi dalam transisi kepemimpinan dan nantinya pemerintahan  maka tim transisi Pak Jokowi sudah dapat berkonsultasi secara resmi dengan jajaran pemerintah yang akan saya tugasi untuk menjalin komunikasi dan konsultasi," katanya merujuk pada pembicaraan yang lebih detail.

        Sementara itu Joko Widodo menilai pertemuan konsultasi itu sebagai sebuah tradisi baru. Ia juga menyampaikan bahwa pertemuan itu menjawab keinginannya akan sebuah kesinambungan antara pemerintahan saat ini dengan pemerintahan yang baru nanti.

        "Ini adalah sebuah tradisi baru yang ingin kita bangun dari pemerintahan Presiden SBY ke pemerintahan baru nanti," katanya.

        Ia juga mengakui bahwa dalam pertemuan tertutup itu telah meminta banyak sekali pandangan-pandangan dari Presiden Yudhoyono.

        "Nanti teknisnya akan dibicarakan oleh tim transisi dan kementerian-kementerian," ujarnya mengingat menurutnya perbicaraannya dengan Presiden Yudhoyono memang tidak mendetail.

        Menurut dia, proses konsultasi tersebut akan membuat pemerintahan yang baru dapat secepatnya merencanakan kesinambungan.

        Pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden terpilih Joko Widodo merupakan lembaran baru dalam sejarah politik nasional yang mendorong budaya transisi kepemimpinan yang baik dan saling menghargai.

        "Ini pertemuan yang sudah ditunggu, yang pertama-tama tentu oleh presiden terpilih pak Jokowi setelah adanya penundaan karena adanya proses yang harus dilalui di Mahkamah Konstitusi. Dan yang lebih penting sejak awal telah diingatkan oleh Pak SBY untuk tandai satu tradisi baru dimana setiap presiden yang outgoing atau meninggalkan kantor untuk melakukan komunikasi tentang hal-hal umum dan penyelenggara pemerintahan," kata Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Politik Daniel Sparingga dalam sebuah kesempatan kepada wartawan.

        Ia mengatakan, Presiden Yudhoyono menginisiasi hal ini dan mendapat sambutan yang baik dari Joko Widodo berangkat dari pengalaman pada 2004.

        "Pak SBY berkaca dari pengalaman sebelumnya ketika terpilih pada 2004 pengalaman yang sangat pribadi beliau utus seorang staf untuk  berhubungan dengan istana, sayang niat itu tidak bergayung sambut, jadi beliau mulai memimpin tepat sekali ketika beliau dilantik. Harusnya ada persiapan lebih awal andaikata saja ada komunikasi antar pemerintahan yang tingggalkan dan akan datang kejadian itu saya kira begitu signifikan, memberi warna terhadap darimana prakarsa itu dimiliki. Sekurang-kurangnya menawarkan bantuan yang mungkin diperlukan presiden yang akan datang," katanya.

        Daniel mengatakan proses transisi meski pada dasarnya melibatkan sejumlah komponen namun pada awalnya dimulai antar pemimpin.

        "Setelah itu pada tingkat yang lebih operasional mungkin bisa dilanjutkan kementerian tapi semua berpulang pada kesepakatan bersama di antara dua presiden itu (presiden dan calon presiden terpilih-Red). Presiden tentunya sudah punya catatan panjang karena beliau sebetulnya juga buat jurnal harian tentang penyelenggaraan pemerintahan beliau di kantor yang dia pimpin. Tapi secara umum presiden bisa sampaikan capaian-capaian penting berikut pekerjaan rumah yang belum selesai. Tapi semuanya kalau ada niatan yang baik," paparnya.

         Presiden Yudhoyono menilai merupakan kewajiban moral pemimpin sebelumnya untuk berkomunikasi dan bertemu dengan pemimpin selanjutnya.

         "Secara moral saya wajib memberikan bantuan pada beliau sepanjang itu dikehendaki. Pertemuan tadi mengukuhkan keperluan sebuah komunikasi berlanjut dan kerja sama yang baik," kata Presiden di Nusa Dua, Bali, Rabu malam (27/8), seusai melakukan pertemuan empat mata dengan Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi.

        Ia menyebut proses konsultasi itu sebagai sebuah tradisi yang harus dilakukan di era demokrasi di Indonesia untuk kebaikan bangsa.

        Menurut Presiden, dalam pertemuan selama hampir dua jam itu, ia mempersilahkan Jokowi untuk menyampaikan pandangan dan pemikiran serta hal-hal yang ingin diketahui terkait agenda pemerintahan dan kenegaraan.  

        Presiden juga mengatakan telah  menyampaikan pandangan dan pemikiran serta menyampaikan hal penting secara utuh dan lengkap agar Jokowi memiliki kesiapan tinggi.

        "Transisi ini penting dan baik untuk keberhasilan kepemimpinan dan kepemerintahan akan datang," katanya.

        Ia juga menegaskan bahwa pertemuan itu bukan merupakan pertemuan terakhir. "Justru ini pertemuan pertama yang akan ditindaklanjuti," katanya menyiratkan pertemuan-pertemuan yang akan datang," kata Yudhoyono.

*Penulis adalah Wartawan ANTARA di Jakarta

Pewarta : Oleh Panca Hari Prabowo*
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024