Jakarta (Antara News) - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyatakan pihaknya merasa cukup nyaman asumsi nilai tukar rupiah pada RAPBN 2015 sebesar Rp11.900.

        "Saya rasa itu adalah nilai tukar yang BI juga nyaman," ujar Agus saat ditemui usai Pidato Presiden RI dalam rangka Penyampaian RUU APBN Tahun Anggaran 2015 disertai Nota Keuangan di Jakarta, Jumat.

         Asumsi nilai tukar RAPBN 2015 itu sendiri lebih tinggi dibandingkan asumsi nilai tukar pada APBN 2014 sebesar Rp11.900.

         Rupiah sendiri mengalami tekanan depresiasi dengan volatilitas yang terjaga. Pada triwulan II 2014, rupiah secara point-to-point melemah 4,18 persen (qtq) ke level Rp11.855 per dolar AS, sedangkan secara rata-rata rupiah masih mencatat penguatan sebesar 1,76 persen ke level Rp11.629 per dolar AS.

         Tekanan terhadap rupiah dipengaruhi oleh permintaan korporasi yang cenderung meningkat sesuai dengan pola musimannya untuk pembayaran ULN dan repatriasi dividen/kupon. Selain itu, faktor sentimen terkait dengan perilaku investor yang menunggu hasil Pemilihan Umum Presiden serta kondisi eksternal, seperti krisis geopolitik Ukraina dan konflik Irak, juga berdampak pada pergerakan rupiah.

         Pada Juli 2014, rupiah mencatat penguatan, ditopang oleh pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden yang lancar dan aman. Rupiah secara rata-rata menguat 1,8 persen (mtm) ke level Rp11.682 per dolar AS atau secara point-to-point menguat 2,4 persen dan ditutup di level Rp11.578 per dolar AS.

         Namun demikian, lanjut Agus, BI bersama pemerintah harus tetap menghadapi tantangan inflasi dan juga defisit neraca transaksi berjalan yang masih menjadi problema.

         "Kita sama-sama tahu untuk Indonesia, selain kita harus jaga inflasi ke tingkat yang tetap rendah, tapi juga ada tantangan yang lainnya yakni neraca perdagangan dan transaksi berjalan kita," kata Agus.  

         Defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2014 sendiri mencapai 9,1 miliar dolar AS (4,27 persen dari PDB), menurun dari defisit pada triwulan II 2013 sebesar 10,1 miliar dolar AS (4,47 persen dari PDB).

         "Ini ada perbaikan tapi jika dibandingkan dengan tahun lalu dan ini masih defisit. Indonesia harusnya bisa mencapai transaksi perdagangan yang surplus," ujar Agus.


        Bank Indonesia (BI) juga memperkirakan pengaruh kondisi eksternal dan global terhadap perekonomian nasional masih akan cukup besar pada 2015.

        Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan salah satu faktor eksternal tersebut yakni normalisasi kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed.

        "Faktor eksternal pengaruhnya masih besar di 2015, terutama kondisi bagaimana The Fed akan lakukan normalisasi, itu faktor yang penting, faktor yang lain yakni kondisi ekonomi Tiongkok," ujar Agus ditemui usai Sidang Bersama DPR dan DPD dalam rangka Pidato Kenegaraan Presiden dalam rangka HUT Proklamasi kemerdekaan RI ke-69 di Jakarta, Jumat.

        Agus menyebutkan asesmen BI terkait kondisi global sendiri menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi dunia masih terus berlanjut. Perbaikan kondisi ekonomi global terutama ditopang oleh perekonomian negara-negara maju seiring dengan kebijakan moneter yang akomodatif dan meredanya tekanan fiskal.    

        Pemulihan ekonomi AS yang semakin kuat tercermin dari revisi ke atas produk domestik bruto (PDB) pada triwulan I 2014 dan meningkatnya realisasi PDB pada triwulan II 2014, seiring dengan meningkatnya investasi, konsumsi dan pengaruh faktor eksternal.

        Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di negara berkembang diprakirakan relatif terbatas sehingga mendorong berlanjutnya penurunan harga komoditas. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan II 2014 meningkat sebagai hasil dari stimulus yang dilakukan.

        Kendati demikian, lanjut Agus, di Indonesia sendiri laju inflasi masih ada dalam batasan yang sesuai target bank sentral.

        Inflasi terjaga dan berada dalam tren yang menurun sehingga mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5 plus minus satu persen. Inflasi triwulan II 2014 tercatat 6,7 persen (yoy), menurun dibandingkan 7,32 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya.

        Inflasi yang terkendali berlanjut di bulan Juli 2014, tercatat sebesar 0,93 persen (mtm) atau 4,53 persen (yoy), cukup rendah bila dibandingkan pola musiman Lebaran dalam tiga tahun terakhir.

        Selain itu, defisit transaksi berjalan juga menunjukkan perbaikan di mana defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2014 mencapai 9,1 miliar dolar AS (4,27 persen dari PDB), menurun dari defisit pada triwulan II 2013 sebesar 10,1 miliar dolar AS (4,47 persen dari PDB).

Pewarta : Oleh Citro Atmoko
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024