Jakarta (Antara News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato penyampaian RAPBN terakhir pada periode 2009-2014 mengingatkan Bangsa Indonesia tentang ucapan Presiden pertama RI Bung Karno.

        "Kita ingat, Bung Karno dalam pidato Hari Ulang Tahun Proklamasi Indonesia 1956 berkata, 'Tidak seorang pun yang menghitung-hitung, berapa untung yang kudapat nanti dari republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya," kata Presiden Yudhoyono dalam sidang paripurna DPR di Jakarta, Jumat.

        Presiden menuturkan upaya berbagai pihak untuk terus memperbaiki dan membangun Indonesia selama sepuluh tahun masa kepemimpinannya bukanlah sebuah proses yang mudah.

        SBY menilai bahwa kadang upaya itu berhasil tetapi tidak jarang pula harus menerima kekurangan, tetapi yang tetap membuat bangga bahwa itu adalah upaya bersama yang tulus dan dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk membangun bangsa dan negara.

        Presiden juga mengenang Bung Hatta dalam pidato pembelaannya di muka hakim di Den Haag mengutip pujangga Belanda Rene De Clerg.

        Kutipan itu adalah "Hanya ada satu negeri, yang menjadi negeriku. Ia tumbuh dengan perbuatan, dan perbuatan itu adalah usahaku".

        "Ya, usaha kita bersamalah, yang membuat negeri ini tumbuh, usaha kita bersamalah yang membuat negeri ini berkembang. Usaha bersama itu tentu berangkat dari niat dan kehendak baik kita semua," kata Presiden Yudhoyono.

        Menutup dua periode masa jabatan yang diembannya sebagai Presiden RI, SBY menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh rakyat Indonesia.

        Selain itu, ucapan terima kasih dan penghargaan juga diberikan kepada pimpinan dan anggota DPR RI dan DPD RI atas segala perhatian dan dukungan, serta kerja sama yang baik selama ini.

        "Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia kepada kita semua, dalam upaya kita menjalankan roda pembangunan menuju bangsa dan negara yang lebih maju, lebih adil dan lebih sejahtera," kata SBY menutup pidatonya.

                                           Jaga  Keindonesiaan
        Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengimbau seluruh elemen bangsa untuk menjaga keIndonesiaan dan dengan tegas menolak penyebaran paham sesat Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di tanah air.

        Penolakan perlu dilakukan karena bertentangan dan bahkan berbahaya bagi jati diri bangsa sebab Indonesia bukan negara agama, kata Presiden pada sidang bersama DPR RI dan DPD RI di Gedung DPR/MPR/DPD RI Jakarta, Jumat pagi.

        "Para pemimpin di seluruh tanah air, saya minta untuk tegas mengambil sikap mengenai tantangan ini. Ini adalah ujian bagi kebangsaan kita, ke-Indonesia-an kita.  Indonesia adalah negara berketuhanan, bukan negara agama," kata Presiden dalam pidato kenegaraan dalam rangka peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-69.

        Menurut Presiden, perjuangan di abad-21 memang bukan lagi menjaga kemerdekaan namun menjaga ke-Indonesia-an karena tidak ada gunanya menjadi semakin makmur dan modern, namun kehilangan yang amat fundamendal dan terbaik dari bangsa yaitu Pancasila, ke-Bhinnekaan, semangat persatuan, toleransi, kesantunan, pluralisme, dan kemanusiaan.

        "Jika para pendiri bangsa dulu mempertahankan kemerdekaan sampai titik darah penghabisan, bagi generasi kita kini ke-Indonesia-anlah yang harus kita pertahankan mati-matian," katanya.

        Dalam berbagai kesempatan sejumlah tokoh nasional dan organisasi keagamaan juga telah menyatakan penolakannya terhadap paham ISIS, terutama setelah beberapa waktu lalu muncul video dalam jaringan yang berisi ajakan untuk bergabung dengan ISIS.

        Kekhawatiran penyebaran paham ISIS telah menjangkiti sejumlah negara di dunia merujuk pada kemajuan yang dicapai kelompok itu di Irak dalam beberapa bulan terakhir.

Pewarta :
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024