Jakarta (Antara News) - Cerita kegiatan transaksi pembayaran menggunakan mata uang asing seperti dolar AS, dolar Singapura, ringgit Malaysia atau lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bukanlah cerita baru.

         Sejak sebelum negara ini merdeka, sudah terjadi interaksi antarpenduduk di wilayah perbatasan. Salah satu bentuk interaksi yang terjadi hingga saat ini adalah kegiatan ekonomi yang berlangsung secara tradisional.

         Dalam kegiatan ekonomi terutama di daerah perbatasan, maupun di daerah lain, penggunaan mata uang asing masih kerap terjadi. Apalagi, di tengah situasi saat ini dimana nilai tukar rupiah cenderung tertekan terutama terhadap dolar AS sehingga membuat mata uang domestik itu menjadi kurang populer.

         Untuk mendorong mata uang rupiah populer terutama di daerah perbatasan maupun di daerah lain, maka stabilitas ekonomi domestik perlu dijaga. Dengan ekonomi yang terjaga maka tentu dapat menjamin kepercayaan masyarakat untuk memegang nilai tukar rupiah.

         Dengan begitu, nilai kurs rupiah akan populer di dalam negeri terutama di wilayah perbatasan Malaysia, Papua Nugini, Filipina hingga Timor Leste.

         "Ekonomi domestik yang stabil akan membuat orang nyaman memegang mata uang rupiah," kata Pengamat pasar uang dari Bank Himpunan Saudara, Rully Nova.

         Untuk meningkatkan penggunaan mata uang rupiah di perbatasan, menurut dia, harus ada langkah strategis seperti ketersediaan uang kartal beredar.

         Rully Nova mengatakan bahwa kekurangan pendistribusian uang kartal di suatu wilayah, terutama di perbatasan dampaknya akan berbahaya bagi keutuhan NKRI.

         Menurut dia, Indonesia pernah kehilangan dua pulau yakni Sipadan dan Ligitan karena ketiadaan mata uang rupiah di daerah tersebut. Saat itu, yang menjadi pertimbangan Mahkamah Internasional yakni transaksi tidak menggunakan rupiah, tetapi mata uang negara tetangga.

         Luput memperjuangkan rupiah di satu pulau, lanjut dia, pulau tersebutlah yang akan menjadi taruhannya.

         Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI), Lambok A Siahaan mengatakan pihaknya telah menyusun strategi melalui pengaturan dan penjadwalan pengiriman uang dari Kantor Pusat BI ke seluruh Kantor Perwakilan Wilayah Dalam Negeri (KPWDN).

         "Dalam melaksanakan distribusi uang, selain menggunakan truk yang dimiliki BI baik di kantor pusat maupun KPWDN, juga melakukan kerjasama dengan penyedia jasa transportasi darat yakni kereta api, laut dengan kapal penumpang, serta udara dengan pesawat terbang. Bahkan kami juga kerjasama dengan TNI AL," ujarnya.

    
                   Dilematis
    Memang cukup dilematis dan tidak mudah mengontrol praktik perdagangan valuta asing (valas) di tingkat bawah. Namun, ketegasan penggunaan mata uang rupiah di wilayah NKRI juga sangat penting, apalagi menjelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada 2015.

         "BI meminta para pelaku usaha dan masyarakat untuk menggunakan rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI, jika tidak dipersiapkan dari sekarang dikhawatirkan Indonesia akan 'terlibas' negara-negara lain," kata Deputi Gubernur BI, Ronald Waas.

         Ronald mengatakan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat dan pelaku usaha nasional terhadap rupiah harus terus didorong sehingga akan menumbuhkan kepercayaan internasional terhadap mata uang Indonesia.

         Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan perusahaan BUMN bisa mendorong penggunaan rupiah untuk setiap transaksi keuangan di wilayah Indonesia.

         "BUMN 'kan di bawah pemerintah. Pemerintah, kalau menugaskan penggunaannya dalam rupiah bisa dilakukan oleh BUMN," katanya.

         Menkeu mengatakan penggunaan mata uang rupiah wajib dilakukan di wilayah Indonesia, karena hal tersebut sesuai penerapan UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

         Pasal 21 Ayat (1) huruf c UU tentang Mata Uang menyebutkan bahwa uang rupiah wajib digunakan dalam transaksi keuangan yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

         Kendati demikian, ia mengakui bahwa meski UU telah mewajibkan penggunaan rupiah untuk seluruh transaksi keuangan di wilayah Indonesia, hal tersebut tidak mudah dilakukan.

      
                    Langkah Strategis
    Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs mengatakan BI menempuh beberapa langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada mata uang asing.

         Peter menyebutkan BI menjalin kerja sama dengan perbankan nasional serta TNI untuk mengedarkan uang. Selain mengedarkan uang, BI juga melakukan kas keliling untuk menarik uang lama dan sudah kedaluwarsa untuk diganti dengan uang baru.

         Kemudian, pembukaan tempat penukaran uang resmi (money changer) di setiap perbatasan agar transaksi dengan warga asing menjadi lebih mudah tanpa kehilangan kekuatan ekonomi.

         Gubernur BI Agus DW Martowardojo menambahkan bahwa ke depan, otoritas moneter itu juga tetap konsisten menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya sehingga penggunaan rupiah terus meningkat sesuai dengan amanat.

         BI pun senantiasa melakukan upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas layanan kas kepada perbankan dan masyarakat.

         Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas, BI juga telah mengimplementasikan Sistem Informasi Layanan Kas Bank Indonesia (BISILK).

         BISILK merupakan otomasi proses penyampaian informasi, transaksi dan pelaporan penyetoran dan penarikan uang tunai yang dilakukan oleh bank ke BI
    Deputi Gubernur BI, Ronald Waas mengharapkan kehadiran BISILK akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem pembayaran tunai serta layanan kas kepada perbankan dan masyarakat guna mendukung tercapainya tujuan BI yang lebih luas, yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah.

         "Sesuai amanat Undang-undang yang berlaku saat ini, memelihara kelancaran sistem pembayaran merupakan salah satu kewajiban BI, bahkan hingga ke wilayah terpencil dan area perbatasan," katanya.


Pewarta : Oleh Zubi Mahrofi
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024