Kendari,  (Antara News) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar "focus group discusion" (FGD) dalam rangka pembentukan peraturan daerah (Perda) Prakasa DPRD.

Ketua Badan legislasi DPRD Sultra Abdul Hasid Pedansa di Kendari, Jumat, mengatakan perda prakarsa DPRD itu dalam rangka pembentukan organisasi dan tata kerja kesatuan pengolahan hutan produksi (KPHP) yang mencakup tigaa daerah aliran sungai yakni wanggu, laeya dan roraya (Gularaya) dan perubahan perda nomor 5 tahun 2007 tentang pengelolaan taman hutan raya Nipa-Nipa.

"Pembentukan KPHP Gularaya ini diharapkan dapat menyelenggarakan pengolahan hutan dan menjabarkan kebijakan kehutanan nasional sehingga dapat mensejahterakan masyarakat sekitar hutan,"ujarnya.

Menurutnya pembahasan kedua perda tersebut akan terealisasi paling lambat bulan juli 2014 mendatang sebelum pergantian dewan yang baru pada bulan oktober mendatang.

Ia menambahkan pelaksanaan pengelolaan hutan tersebut semuanya dikelola oleh KPHP Gularaya sendiri, mulai dari perencanaan, pengorganisasian pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian.

menurutnya pelaksanaan kegiatan pengolahan hutan diwilayah kerja KPHP Gularaya membuka peluang infestasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan diwilayah itu.

"Saat ini kita harus bisa memanfaatkan hutan sebagai sumber pendapatan daerah, tetapi dengan tetap menjaga keasrian hutan tersebut,"ujarnya.

Ia menambahkan banyak yang dapat dimanfaatkan dari hutan mulai dari pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.

Kawasan KPHP Gula Raya meliputi kabupaten Konawe Selatan dan Kota kendari yang memiliki luas wilayah 134.419 hektar terdiri dari hutan lindung 41.405 hektar, hutan produksi 89.343 hektar dan hutan produksi terbatas 3.671 hektar.

Terkait perubahan perda nomor 5 tahun 2007 tentang pengelolaan taman hutan raya nipa-nipa ketua Baleg DPRD Sultra itu mengatakan perda yang dibuat tahun 2007 tersebut sudah sudah tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan harus diganti.

"Pergantian perda tersebut harus kita lakukan agar dapat menjadikan Tahura nipa-nipa sebagai objek wisata lingkungan yang dapat meningkatkan pendapatan daerah dengan pengelolaan yang tepat, tetapi kita juga harus tetap menjaga keasriannya sebagai bentuk investasi jangka panjang,"ujarnya.

Ia menambahkan dalam rancangan pergantian perda tersebut tahura Nipa-nipa berubah menjadi Tahura Murhum dengan luas wilayah 7.877,5 hektar dan statusnya ditetapkan sebagai hutan tetap berdasarkan keputusan mentri.

Dalam FGD tersebut dihadiri oleh anggota DPRD Sultra, agus setyarso sebagai sekretaris eksekutif seknas KPH republik Indonesia, LSM yang bergerak dibidang lingkungan dan akademisi serta lingkungan.

Pewarta : Laode Abdul Rahman
Editor : Sarjono
Copyright © ANTARA 2024