Jakarta (Antara News) -  Indonesia memiliki tradisi panjang untuk menorehkan peran yang tidak kecil dalam diplomasi internasional.

          Bahkan di saat umur negeri ini baru seumur jagung dan masih disibukan dengan urusan dalam negeri yang tidak ringan selepas hengkangnya para penjajah, melalui pemimpin tertingginya kala itu, Presiden Soekarno, Indonesia telah berpartisipasi menggagas sebuah gagasan besar yang mendobrak tatanan dunia. Kemerdekaan adalah hak segala bangsa.

          Mengusung ide besar tentang hak setiap negara di dunia untuk merdeka duduk sama rendah berdiri sama tinggi, tidak tunduk menjadi budak negara manapun, Indonesia melejit ke panggung diplomasi dunia.

          Konferensi Asia Afrika yang digelar di Bandung pada tahun 1950an dan diikuti oleh puluhan negara dari dua benua itu merupakan salah satu peristiwa bersejarah dalam rekam jejak perdamaian dunia dan menandai lembaran baru kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan puluhan tahun kemudian, setiap kali pembahasan tentang nasib Palestina menyeruak, sejumlah negara masih merujuk ke konferensi itu untuk menegaskan hak-hak rakyat Palestina.

          Lebih dari satu dasawarsa kemudian di bawah kepemimpinan Presiden saat itu, Soeharto, Indonesia dicatat sebagai salah satu pemain kunci di kawasan Asia Tenggara melalui Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan kelompok Gerakan NonBlok yang memainkan peran tidak kecil di tengah memanasnya ketegangan dalam perang dingin.

          Setelah harus bergulat dengan krisis keuangan di akhir 90an, sepak terjang Indonesia di panggung dunia memang sedikit terkesan meredup mengingat sejumlah pemimpin berikutnya harus bergulat untuk mengatasi hantaman krisis yang hampir meluluhlantakkan sendi-sendi perekonomian di negeri ini.

          Sejumlah negosiasi internasional yang dilakukan para pemimpin di era pemulihan ini, Presiden BJ Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri, lebih terfokus pada mengembalikan situasi perekonomian di dalam negeri dan memperbaiki tata kehidupan masyarakat.

          Namun dalam sepuluh tahun terakhir di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia perlahan mulai kembali bangkit menunjukkan kelasnya di panggung dunia, sebut saja keberhasilan penyelesaian konflik di Aceh melalui perundingan Helsinki, kesuksesan mendorong perubahan politik di Myanmar, keanggotaan di Kelompok Ekonomi 20 (G20) dan penunjukan Indonesia sebagai salah satu perumus usulan target pembangunan pascaTujuan Pembangunan Milenium (MDGs).

          Sejumlah pihak yang terlibat pertikaian di kawasan Asia Tenggara juga terbukti beberapa kali membutuhkan pandangan Indonesia untuk menyelesaikan konflik, sebut saja konflik Thailand dan Kamboja dan kawasan perairan di Laut China Selatan.

          Berdasarkan rekam jejak panjang peran aktif Indonesia di panggung internasional itu, di mana salah satu calon wakil presiden Jusuf Kalla juga ikut memainkan peran kunci saat mendampingi Presiden Yudhoyono dalam periode pertama pemerintahannya, publik baik di dalam atau di luar negeri tentunya juga berharap pada keberlanjutan diplomasi positif tersebut.

          Pada pemilihan umum langsung kali ini yang akan digelar pada 9 Juli 2014, secara resmi telah ada dua pasangan calon presiden-wakil presiden yang siap untuk bertarung memperebutkan dukungan rakyat dari seluruh penjuru negeri. Pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa menggunakan nomor urut pertama sementara itu pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla memperoleh nomor urut dua.

          Dalam beberapa kesempatan semenjak dimulainya kampanye terbuka awal Juni 2014, kedua pasangan itu telah dengan aktif memaparkan visi dan misinya dalam berbagai kesempatan. Namun sejauh ini kedua pasangan, termasuk saat debat terbuka, terlihat lebih menyoroti isu-isu di dalam negeri seperti pemberantasan korupsi, kesehatan dan pendidikan.

          Padahal menjaga posisi Indonesia di panggung dunia juga merupakan sebuah cara untuk mendorong suksesnya pembangunan di dalam negeri, sebut saja sebuah kawasan yang aman dan stabil sudah pasti akan memberikan kontribusi yang signifikan pada perekonomian dalam negeri.

    
                                           Kemandirian Bangsa
          Pasangan capres dan cawapres nomor urut satu Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa memiliki visi "membangun Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur serta bermartabat".  

          Pasangan itu menyebutkan bahwa mereka berkomitmen mewujudkan negara kesatuan Republik Indonesia yang aman dan stabil, sejahtera, demokratis dan berdaulat serta berperan aktif dalam menciptakan perdamaian dunia serta konsisten melaksanakan Pancasila dan UUD 1945.

          Bidang luar negeri terutama mereka soroti pada upaya untuk memperbaiki daya saing dunia usaha dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN dan persaingan global.

          Di hadapan ulama dan tokoh Palembang, Kemas Abdullah Alim Ali, pekan lalu, Prabowo Subianto mengaku prihatin Indonesia hanya menjadi pasar dari produk negara lain seperti sepeda motor dan mobil.

          "Indonesia merupakan negara keempat terbesar di dunia, menjadi pasar internasional tanpa ada produk motor dan mobil milik dalam negeri," katanya.

          Dikatakannya setiap tahun 1,2 juta mobil baru di jalan, sekitar 10 juta unit motor baru, namun tidak ada satu merek buatan Indonesia. Indonesia masih menjadi pemasok tenaga kerja wanita/TKW, dan tenaga kerja Indonesia/TKI dengan upah murah. "Indonesia harus bangkit, kuat, makmur...," katanya.

          Sebelumnya di Medan, ia juga menegaskan bahwa  Indonesia memang bersahabat dengan berbagai negara di dunia, tapi Indonesia jangan mau didikte oleh negara asing, yang tahunya hanya untuk mencari keuntungan.  

          "Silakan, Indonesia menjalin hubungan dengan negara luar tersebut, tetapi jangan mau diatur," katanya.

          Selama ini, menurut Prabowo, banyak negara asing yang tertarik dengan Indonesia, karena negeri ini dikenal memiliki sumber daya alam yang cukup banyak, seperti emas, perak, logam, timah, batubara dan lainnya.

          "Namun keseluruhan itu dikuasai oleh negara asing dan dibawa ke negara mereka, sementara itu Indonesia sebagai pemilik bahan tambang  yang menghasilkan keuntungan cukup besar itu, hanya sebagai penonton  di negeri ini," katanya,

          Seharusnya, jelasnya, kekayaan Sumber Daya Alam yang ada di Indonesisa ini dimiliki oleh segenap rakyat Indonesia yang digunakan untuk kepentingan pembangunan dan kemakmuran  bagi masyarakat dan bukan kepentingan negara asing tersebut.

          Namun, ujar Prabowo, seluruh hasil alam yang ada di Indonesia ini, tidak diketahui kemana digunakan, berapa hasilnya, dan apakah benar digunakan untuk pembangunan, serta membantu kesejahteraan rakyat.  
 
                                           Kekuatan  Maritim
          Sementara itu pasangan nomor urut dua Joko Widodo dan Jusuf Kalla disebutkan mengusung visi maritim dalam upaya mendorong diplomasi internasionalnya.

          Tim Ahli Pemenangan pasangan itu, Edy Prasetyono, mengatakan, pekan lalu jika visi maritim pasangan ini ingin menjadikan maritim sebagai kekuatan untuk mewujudkan keamanan nasional.

          "Dengan visi maritim yang jelas menjadikan Indonesia makmur secara ekonomi, aman dan memiliki posisi tawar dalam diplomasi dan hubungan internasional," kata Edy.

          Pengamat pertahanan dari Universitas Indonesia ini menilai pasangan Jokowi-JK setidaknya berkomitmen untuk mengembangkan empat kekuatan utama kemaritiman di Indonesia.

          Keempat kekuatan itu antara lain janji membangun armada komersial untuk menopang ekonomi, membangun armada pertahanan maritim, membangun armada perikanan, dan membangun armada industri maritim.

          "Jika kita tak mengembangkan empat kekuatan itu, kita akan selalu ketinggalan, baik dalam hal diplomasi, pengembangan teknologi, negosiasi, dan selalu menjadi pihak yang lemah," tuturnya.

          Menurut dia, maritim setidaknya harus menjadi sumber pendapatan nasional. Kawasan maritim juga harus sebagai rute yang strategis dan menjadi wahana proyeksi kekuatan.

          "Tak ada negara besar yang tak mengembangkan kekuatan maritim untuk memperkuat pengaruhnya," katanya.

          Dalam pidatonya, Jokowi berkali-kali mengatakan potensi pendapatan di sektor laut bisa mencapai 300 triliun rupiah. Sedangkan saat ini maksimal hanya 65 triliun rupiah. "Artinya, masih banyak potensi yang belum tergarap," kata Edy.

          Di bidang pertahanan, Edy melihat pemerintahan saat ini sudah cukup berkomitmen untuk mengembangkan kekuatan. Misalnya penambahan kapal selam dan kapal patroli cepat.

          Edy juga memproyeksikan anggaran untuk bisa mengembangkan maritim di Indonesia sekitar 10 miliar dollar. Itu berdasarkan penelitiannya pada 2003 lalu. "Butuh banyak dana. Kuncinya, harus ada pembenahan sistem yang membutuhkan kurun waktu lama," katanya.

    
                                               "Go International"
          Tak mudah memang mengintip rencana para calon presiden untuk "go international",  mengingat diplomasi luar negeri tampaknya masih menjadi isu nomor dua dalam kampanye merebut simpati publik padahal masing-masing pasangan nantinya akan dihadapkan pada tantangan besar untuk melanjutkan warisan para pendahulu bangsa jika terpilih.

          Apalagi dalam beberapa waktu terakhir masih terdapat sejumlah isu yang secara tradisional membutuhkan sumbangsih Indonesia seperti status perjuangan rakyat Palestina dan sejumlah konflik perbatasan di Asia Tenggara.

          Belum lagi sejumlah isu yang secara langsung menyentuh kepentingan nasional seperti isu imigran ilegal yang melibatkan Indonesia dan Australia, isu perlindungan WNI di luar negeri terutama para buruh migran dan isu-isu perbatasan dengan negara tertangga.

          Tanpa pemimpin yang memiliki pandangan kuat tentang diplomasi luar negeri maka bukan tidak mungkin tradisi tersebut akan terputus dan negeri ini terancam duduk di bangku penonton.

          Tapi masih beberapa pekan menuju 9 Juli, masih cukup waktu bagi para calon presiden untuk menjelaskan secara terbuka peta jalannya mempertahankan tradisi lama tersebut.

Pewarta : Oleh GNC Aryani
Editor :
Copyright © ANTARA 2024