Jakarta (Antara News) - Gelar debat calon presiden kembali dilaksanakan di Jakarta pada Minggu sore 15 Juni 2014.

        Ini merupakan kedua kalinya debat dilaksanakan setelah sebelumnya debat digelar pada Selasa 9 Juni 2014.

        Pada debat kedua kalinya ini, hanya calon Presiden Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) yang berada di atas panggung.

        Sementara pasangannya, calon wakil presiden Hatta Rajasa dan Jusuf Kalla bersama dengan tokoh lainnya menyaksikan dari pinggir panggung.

        Debat bertema pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial yang dipandu moderator Guru Besar Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang Ahmad Erani Yustika.

        Jokowi yang mengenakan pakaian jas hitam dengan dasi merah mendapatkan giliran pertama menyampaikan visi misinya kemudian diikuti Prabowo yang mengenakan kemeja putih, kopiah warna hitam dan celana panjang warna khaki.

    
                                  Berdikari VS Kerakyatan.

        "Ekonomi ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat itulah ekonomi berdikari," salah satu ungkapan Jokowi dalam penyampaian visi misinya.

        Jokowi pun mencontohkan pasar tradisional dan PKL. Pasar tradisional merupakan tempat produk-produk pertanian dan hasil dari pedesaan dijual. Untuk itu, pihaknya memiliki misi mendirikan lima ribu pasar tradisional serta melaksanakan modernisasi.

        Sementara Prabowo menyatakan ekonomi kerakyatan. Ekonomi yang ditujukan untuk rakyat Indonesia sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1943.

        Ekonomi kerakyatan, menurut Prabowo, tidak lain adalah ekonomi jalan tengah yang didasarkan pasal 33 UUD 1945, berasaskan kekeluargaan, sumber-sumber ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai pemerintah, penguatan dan pemberdayaan kekuatan rakyat.

        "Tidak hanya pertumbuhan, tapi menjamin kondisi keselamatan golongan rakyat yang tertinggal yang kurang bisa mengikuti persaingan. Pemerintah harus turun tangan, pelopor, tidak membiaakan bersaing antara yang lemah dengan yang kuat," katanya.

        Ekonomi tersebut mengalirkan kekayaan dari negara ke daerah-daerah dan desa-desa.

    
                                   Kebocoran VS Sistem
        Dalam kesempatan itu, Prabowo Subianto menyoroti kebocoran anggaran yang masih terjadi sebagai salah satu sumber masalah utama dalam penyelenggaraan.

        Kebocoran negara inilah yang mengakibatkan hilangnya banyak anggaran yang dapat digunakan untuk menyejahterakan masyarakat.

        Prabowo mengutip pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2013 bahwa kebocoran mencapai Rp7.000 triliun lebih. Sedangkan menurut dirinya, berdasaakan data yang diperoleh, kebocoran yang terjadi lebih dari Rp1.400 triliun.

        Menurut Prabowo, hal inilah yang harus segera dibenahi untuk menyelamatkan kekayaan negara sekaligus dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

        Sementara Jokowi menilai sistem yang baik belum terbentuk. Upaya tersebut terhambat karena sumber daya manusianya.

        Untuk itu Jokowi menilai upaya peningkatan sumber daya manusia inilah yang perlu dilakukan.

    

                                  Pengangguran dan Kemiskinan
        Soal pengangguran dan kemiskinan, Prabowo Subianto menegaskan bahwa pertanian menjadi salah satu tulang punggung dalam perekonomian.

        Menurut dia, pertanian merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong perekonomian nasional sekaligus juga mampu menyerap tenaga kerja dengan lebih cepat.

        Menurut dia, saat ini rata-rata tenaga kerja di sektor pertanian sebanyak enam orang per hektare sawah. Untuk mendorong pembangunan yang lebih baik, maka pihaknya merencanakan membuka lahan dua juta hektar untuk pertanian sawah dan dua juta hektare untuk lahan tanaman biofuel.

        Pembukaan lahan pertanian tersebut di lahan hutan rusak yang kini mencapai 77 juta ha.

        Dengan demikian, menurut Prabowo, akan terdapat 24 juta tenaga kerja yang dapat diserap. Hal ini akan meningkatkan kesejahteraan sekaligus mengurangi kemiskinan.

        Sedangkan Jokowi menilai, untuk pengentasan kemiskinan diperlukan program-program khusus.

        "Bukan hanya anggaran tetapi sistemnya juga harus dibangun," kata Jokowi.

        Jokowi menilai, salah satu penyebab kemiskinan adalah sumber daya manusia yang belum produktif.

        Untuk itu, pihaknya berkonsentrasi pada pendidikan dan juga kesehatan. Dirinya berjanji untuk memberikan program pendidikan gratis bagi masyarakat yang kurang mampu melalui Kartu Indonesia Pintar dan pelayanan kesehatan melalui Kartu Indonesia Sehat.

        Jokowi selain itu melihat, perlunya mendorong investasi ke daerah-daerah miskin, dan tidak berpusat di daerah.

        Dalam hal infrastruktur, Prabowo mengatakan, pihaknya memiliki misi untuk membangun 4.000 km jalan raya, 3.000 km rel kereta api, dan delapan pelabuhan.

        Sementara Jokowi menyodorkan tol atas laut, pembangunan double track rel kereta api.

    
                                       Belum Tersentuh                      
        Namun demikian, sayang kedua calon presiden tidak mengekplorasi visi dan misi yang mereka ajukan dalam dokumen resmi di Komisi Pemilihan Umum.

        "Saya menyadari mereka bukan ekonom ya, jadi kurang ekplorasi, isinya kobocoran-kebocoran (Prabowo) dan kartu-kartu (Jokowi)," kata Pengamat Ekonomi Aviliani.

        Dalam dokumen resmi di KPU, keduanya menyampaikan sejumlah visi dan misi yang konkret.

        Dalam visi -misi Parbowo disebutkan akan meningkatkan pendapatan per kapita penduduk dari Rp35 juta menjadi minimal Rp60 juta, dengan pertumbuhan ekonomi mencapai tujuh persen per tahun menuju di atas 10 persen.

        Meski sempat menyinggung peningkatan pendapatan sebesar 2,5 kali hingga Rp6 juta per bulan, tidak mengeksplorasi lebih jauh hal itu.

        Selain itu, hal yang terlupakan membangun Kawasan Ekonomi Khusus  yang terintegrasi dengan pariwisata, pendidikan, industri kreatif, jasa-jasa dan ritel komersial dengan investasi pemerintah sebesar 2,25 - 3 miliar dolar AS.

        Meningkatkan penerimaan sektor pajak dari sekitar 12 persen menjadi 16 persen rasio pajak terhadap PDB, meningkatkan rasio Belanja negara terhadap PDB menjadi minimal 19 persen.  Dalam lima tahun Rp13.560 triliun untuk mendorong pertumbuhan berkualitas.

        Sementara Jokowi dalam kesempatan itu juga kurang mengeksplorasi visi dan misinya. Diantaranya terkait dengan pembuatan lahan baru satu juta hektare sawah di luar jawa dan perbaikan irigasi untuk tiga juta hektar sawah.

        Selain itu juga inklusi keuangan (memasukkan penduduk dalam perbankan nasional sehingga bisa mendapatkan akses pendanaan) 50 persen penduduk, mendorong rasio pajak terhadap PDB sebesar 16 persen.

        Kemudian membuat jalan baru sebesar 2.000 km dan memperbaiki jalan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua,, membangun 10 pelabuhan baru, membangun 10 kawasan industri baru dan membangun 5.000 pasar.

        Keduanya juga memiliki pandangan yang sama dalam akses pendanaan untuk petani. Keduanya manyatakan akan membangun bank petani.

Pewarta : Oleh Arief Iskandar
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024