Jakarta (Antara) - Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan ke depan jemaah haji Indonesia akan dilengkapi dengan gelang elektronik, namun untuk pelaksanaan musim haji 1435 H/2014 M belum bisa dilaksanakan karena negosiasi pengadaan barang tersebut belum mencapai kesepakatan.

        Gelang elektronik, kata Wakil Menteri Agama di hadapan delegasi Aljazair yang berkunjung ke Gedung Kementeria Agama di Jakarta, Selasa, dimaksudkan untuk mengeliminir kasus jemaah haji Indonesia tersesat atau hilang ketika berada di Mekkah dalam menunaikan ritual haji.

        Melalui gelang tersebut, lanjut Nasaruddin Umar, pergerakan seorang jemaah haji yang tersesat di jalan dapat dipantau dan diketahui posisinya. Sehingga petugas haji mudah memberi pertolongan untuk selanjutnya bisa membawa ke hotel atau pemondokannya.

        "Kami bersyukur, dari tahun ke tahun pelaksanaan dan penyelenggaraan haji semakin baik. Namun kekurangan memang masih ada," kata Nasaruddin.

         Delegasi Aljazair berkunjung ke Indonesia selain untuk melakukan studi banding dalam bidang perhajian juga ingin mempelajari manajamen wakaf, infak dan sadakah. Indonsia sudah memiliki badan zakat, tetapi di negeri itu baru akan dibentuk. "Karena itu kami ingin belajar dari Indonesia, termasuk manajemen haji," kata Said Ahmed, pimpinan delegasi tersebut.

        Delegasi yang terdiri delapan orang tersebut, sebelumnya juga mengunjungi kantor Baznas dan sejumlah lembaga lainnya. Diharapkan dari kunjungannya ke Indonesia, kata Wamenag, dapat diperoleh manfaat untuk meningkatkan kemajuan umat Islam Aljazair.

        Terkait dengan penyelenggaraan haji, pimpinan delegasi Aljazair memberi apresiasi atas kemajuan yang dicapai. Memberangkatan 211 ribu orang sesuai kuota bukan pekerjaan ringan. Indonesia, setelah dipotong 20 persen sebagai kebijakan Saudi, pada musim haji 2014 mengirim jemaah haji 168 ribu. Belum termasuk tenaga petugas sekitar 800 orang.

        Setelah pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), kata Setditjen Haji Khasan Faozi, jemaah diberi pembekalan berupa manasik haji di berbagai daerah tingkat dua. Pembekalan tersebut sangat penting mengingat suasana di Tanah Suci jauh berbeda dengan kondisi di Tanah Air. Jemaah haji pun pemberangkatannya diatur dengan sisem kelompok terbang (kloter), diperiksa kesehatannya. Semua dilakukan secara transparan.

        Jadi, sambung Nasaruddin, jika ingin mendalami sistem manajemen haji Indonesia maka delegasi dari Aljazair bisa melihat langsung penempatan petugas di berbagai bandara keberangkatan jemaah haji. "Kami terbuka, transparan. Tidak ada rahasis dalam manajemen haji," ia menegaskan.

        Untuk penyelenggaraan haji ke depan, regulasinya ke depan pun akan terus diprbaiki. Salah satunya adalah melalui undang-undang keuangan haji. Nanti ke depan, setiap jemaah menyimpan dana di sejumlah bank penerima setoran (BPS) haji dapat mengetahui berapa besar dana optimalisasi yang diperoleh sesuai dengan jangka waktunya.    
   "Kita harapkan pembahasan undang-undang tersebut segera dapat diselesaikan di DPR," ia menjelaskan.

    
                        Wakaf dan Infak
   Delegasi Aljazair menyatakan pula, pihaknya akan mengikuti jejak Indonesia membentuk badan zakat di negeri tersebut. Meski negeri itu mengangut mashab Maliki dan Syafii bukan berarti dalam soal pengumpulan zakat dan  infak serta pengaturan wakaf banyak memiliki perbedaan.

        Sama dengan Indonesia, dalam satu dekade terakhir, pemberdayaan ekenomi umat mendapat perhatian besar. Negara pun ikut mendorong karena muara dari pemberdayaan ekonomi itu adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas, kata Al Abed Lakhdar.

        Delegasi Aljazair pun tertarik dengan pemberdayaan masjid di Tanah Air. Salah satu yang menonjol bahwa pengelola masjid di Indonesia tidak diberi sertifikasi oleh pemerintah. Apa lagi tenaga dainya, tak satu pun memiliki sertifikat untuk berdakwah.

        Nasaruddin Umar menjelaskan terkait masalah pengelolaan masjid memang warga memiliki kebebasan luas untuk berekspresi menyampaikan dakwah menyejukan bagi umat. Masjid pun dimanfaatkan sebagai tempat pembinaan umat melalui pengajian rutin dan mengajak umat untuk memperdalam agama secara konprehensif.

        Tentang kebutuhan sertifikat bagi pendakwah di Aljazair, Wamenag mengerti hal itu diberlakukan di negeri tesebut. Pasalnya, dalam sejarah perkembangan Islam di Aljazair sempat diwarnai aliran "keras". Aljazair sempat dijajah Perancis cukup lama dan hal itu turut memberi pengaruh.

Pewarta : Oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024