Palu,  (Antara News) - Dalam tempo kurang dari satu bulan terakhir, Sulawesi Tengah kembali diguncang empat kali aksi teror, dua kali dalam bentuk baku tembak dengan polisi dan dua kali dalam bentuk ledakan bom.

        Aksi teror pertama pecah pada tanggal 6 Februari 2014 dalam bentuk baku tembak antara polisi dan kelompok sipil bersenjata yang diduga teroris di Desa Taunca, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso.

        Seorang personel Brimob Polda Sulteng dan dua orang dari kelompok teroris itu tewas di ujung peluru. Polisi juga menangkap seorang penyerang dan menyita sebuah senjata api serta beberapa bom rakitan di lokasi baku tembak.

        Peristiwa bermula saat sejumlah anggota Brimob melakukan patroli rutin di Desa Taunca, yang selama ini diduga sebagai tempat persembunyian teroris jaringan Santoso. Pada sekitar pukul 10.00 WITA, tiba-tiba rombongan polisi mendapat serangan oknum-oknum sipil bersenjata tersebut sehingga terjadi baku tembak selama beberapa jam.

        Setelah tenang di Poso, aksi teror kemudian berpindah ke Palu. Pada hari Senin (24/2) sekitar pukul 03.30 WITA, sebuah bom pipa dilemparkan seseorang ke halaman kantor Harian Radar Sulteng, sebuah gedung mewah berlantai lima di Jalan Yos Sudarso Palu.

        Asap hitam kekuning-kuningan mengepul hebat, tetapi tidak ada korban jiwa dan kerusakan bangunan pada aksi teror ini. Namun, ledakan yang relatif cukup kuat dan terdengar sampai radius sekitar 1 kilometer itu menimbulkan perasaan waswas sebagian masyarakat Palu, khususnya pekerja pers.

        "Meski belum diketahui motifnya, saya kira ini adalah upaya menekan kebebasan pers. Akan tetapi, kami tidak takut dan tidak akan terpengaruh," ujar Kamil Badrun, Pimpinan Radar Sulteng Grup.

        Aksi teror masih berlanjut. Kurang dari 48 jam setelah bom pipa dilemparkan di halaman kantor media cetak harian terbesar di Sulteng itu, sebuah bom dengan daya ledak tinggi mengguncang Desa Pantangolemba, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Selasa (25/2) sekitar pukul 23.00 WITA.

        Titik ledakan yang berada di jalan raya menuju Desa Bentalemba dan lokasinya sekitar 700 meter dari permukiman warga berubah menjadi sebuah liang menganga akibat dahsyatnya ledakan.

        Di sini pun tidak ada korban jiwa. Namun, pada kedua aksi teror menggunakan bom ini, polisi belum bisa mengungkap motif dan para pelakunya.

        "Pada dua ledakan ini, pelaku seolah memberi pesan 'ini lho, kami masih ada'. Mereka ingin menunjukkan eksistensinya, jadi kita semua harus lebih waspada," kata Kapolda Sulteng Brigjen Pol. Ari Dono Sukmanto.

        Aksi teror paling anyar terjadi pada hari Senin (3/3) saat polisi yang melakukan patroli di Desa Kilo, Kecamatan Poso Pesisir Utara, diserang kelompok sipil bersenjata yang lagi-lagi diduga kelompok teroris Santoso sehingga baku tembak berlangsung selama sekitar empat jam.

        Dua personel Brimob terluka. Kini, sedang mendapat perawatan intensif di Palu dan Jakarta. Sementara itu, dari pihak teroris, polisi meringkus dua orang berinisial Ajis alias Syuaib dan Rodik serta mengamankan sebuah bom rakitan dalam "tupperware" serta sebuah revolver dengan 43 butir peluru kaliber 38.

        "Bom 'tuperware' itu berdaya ledak tinggi. Teroris seolah ingin menunjukkan kepada polisi bahwa mereka masih eksis dan mampu membuat bom berdaya ledak tinggi," kata Kapolri Jenderal Polisi Sutarman di Jakarta.

        Selain aksi-aksi tersebut, kegiatan teror juga masih sering terjadi yang dibuktikan dengan penemuan-penemuan bahan peledak oleh polisi yang terus bekerja keras mengamankan wilayah Poso dari gangguan teroris.

    
   Situasi Kondusif

   Rangkaian teror tersebut ternyata tidak memengaruhi aktivitas masyarakat serta kegiatan perekonomian, baik di Kota Palu maupun Kota Poso.

        Arus lalu lintas di jalan Trans Sulawesi antara Poso dan Palu berjalan tertib dan lancar, sekalipun polisi banyak melakukan razia untuk mengejar para teroris.

        "Biasa saja Pak. Tidak ada rasa takut. Biar tengah malam kami tetap lewat di Poso Pesisir membawa penumpang," ujar Sido, pengemudi angkutan umum Palu-Poso-Morowali.

        Sementara itu, Simon, penduduk Kota Poso, mengatakan bahwa aktivitas masyarakat, baik di kantor, sekolah, pasar-pasar maupun tempat-tempat hiburan lainnya, berjalan seperti biasa.

        "Aman Pak, seperti biasa. Namun, masyarakat tetap waspada, tidak melakukan kegiatan keramaian sampai tengah malam," ujarnya.

        Bupati Poso Piet Inkiriwan usai memimpin upacara peringatan HUT Ke-119 Kota Poso, Selasa (4/3), mengatakan bahwa masyarakatnya tidak terganggu dengan aksi-aksi teror tersbeut tidak memengaruhi warganya.

        "Sejauh ini aktivitas warga berjalan seperti biasa. Tidak ada laporan kantor tutup atau toko dan pasar menghentikan kegiatan sebelum waktunya," ujarnya.

        Ia meyakinkan waga bahwa kehadiran sekelompok masyarakat sipil bersenjata di daerahnya bukan karena motif ekonomi sebab ekonomi Poso makin baik pascakonflik beberapa tahun lalu.

        "Kelompok-kelompok ini memiliki misi tertentu, bukan ekonomi," ujarnya tidak menyebut misi yang dimaksud.

        Oleh karena itu ia mengimbau seluruh warganya untuk tetap tenang menjalankan aktivitas sebagaimana biasa dan menghimbau semua penduduk di luar Poso untuk tidak pelru ragu berkunjung ke daerah ini.

    
   Kriminal Murni

   Forum Kerukunan Antar-Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Tengah menilai kontak senjata antara warga sipil dengan anggota Polri di Kabupaten Poso tidak akan memicu sentimen konflik berlatar belakang suku, agama, ras, dan antarkelompok (sara) seperti yang pernah melanda daerah itu pada tahun 2000.

        "Masyarakat Poso sudah sangat sadar akan dampak konflik yang ditimbulkan oleh sentimen sara, khususnya antarumat beragama," Ketua FKUB Sulawesi Tengah Jamaluddin Mariadjang.

        Ia menilai bahwa kontak senjata yang terjadi beberapa kali di Poso antara warga sipil dan polisi adalah murni tindakan kriminal dengan tujuan ingin mengacaukan situasi. Target mereka hanya satu, yakni polisi, ujarnya.

        Beberapa tahun lalu, kata dia, ada analisis yang menyebut bahwa aksi teror di Poso ini karena alasan ekonomi. Letupan kekacauan di beberapa tempat di Poso karena ada konspirasi modal. Akan tetapi, belakangan analisis tersebut tidak memiliki alasan yang kuat.

        "Dulu Poso itu kan wilayah tambang. Potensi pertambangannya cukup besar sehingga muncul analisis, jangan-jangan kekacauan ini sengaja diciptakan karena ada konspirasi modal di sana, tetapi tidak cukup alasan. Itu sulit dibuktikan," katanya.

        Demikian halnya terhadap kemungkinan terjadinya gerakan separatis untuk menggoyang Negara Kesatuan RI juga tidak cukup alasan karena secara geografis beberapa lokasi kontak senjata bisa dimasuki dari berbagai arah.

        Karena itulah Jamaluddin melihat letupan di Poso tersebut sebagai gangguan keamanan.

        "Namun sayangnya, konflik ini tidak terpublikasi secara baik seberapa besar potensinya karena intelijen sendiri tidak membuka ini kepada publik," ujarnya.

Pewarta : Oleh Rolex Malah
Editor :
Copyright © ANTARA 2024