Semarang (Antara News) - Umbar janji disertai "angin surga" yang diembuskan oleh sejumlah calon anggota legislatif pada masa kampanye pemilihan umum agaknya bakal membuat segelintir masyarakat yang punya hak pilih kelepek-kelepek.

        Angin surga yang menerpa sejumlah calon pemilih pada Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), 9 April 2014, tampaknya akan membuat mereka terlena dengan kesenangan sesaat.

        Mereka baru terjaga dan sadar ketika bangsa ini karut-marut akibat ulah oknum wakil rakyat yang memburu aset bangsa yang terkenal kaya akan sumber daya alamnya itu.

        Untuk memilih calon anggota legislatif (caleg) yang kelak amanah, berintegritas, dan tidak akan korupsi, menurut Prof. Wiwieq (sapaan akrab Prof. R. Siti Zuhro, M.A., Ph.D.), tidaklah mudah. Sebab, selama kampanye para caleg mengumbar angin surga, memberi apa yang diminta konstituen, dan berusaha menunjukkan atensi positifnya kepada konstituen.

        Peneliti senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu memandang perlu menyosialisasikan kiat memilih calon anggota legislatif yang amanah agar rakyat pemilih tidak terjebak ke dalam bujuk rayu para politikus.

        Menurut Prof. Wiwieq, tidak mudah bagi masyarakat awam mendeteksi atau membedakan caleg-caleg yang kemungkinannya tidak amanah. Kadang masyarakat pemilih memiliki pandangan yang kabur tentang caleg, khususnya setelah para caleg relatif berhasil mengikat pemilih dengan janji-janji surga dan pemberian yang memuaskan.

        Di sisi lain, kata alumnus Curtin University, Perth, Australia itu, bila caleg mampu mengikatkan dirinya dengan pendekatan-pendekatan personal yang membuat pemilih serba "pekewuh" (sungkan) untuk tidak memilihnya.

        "Itulah beberapa tantangan di lapangan yang membuat pemilih terperangkap dalam kendali para caleg," kata dosen tetap pada Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Riau itu.

        Prof. Wiwieq lantas memaparkan solusinya, antara lain memberikan pengawalan pemilu yang memadai dengan mencerahkan dan mengedukasi warga pemilih agar mereka menjadi pemilih yang rasional, memahami makna pemilu, dan pengaruhnya bagi nasib rakyat.

        Bila hal-hal penting berkenaan dengan pemilu tidak disampaikan secara memadai kepada masyarakat, menurut Prof. Wiwieq, mereka tidak akan pernah memiliki pemahaman yang cukup.

        "Masalah demokrasi dan/atau pemilu di Indonesia adalah bagaimana menjadikan warga negara Indonesia berdaya, memiliki harga diri (dignity), dan mandiri," ucapnya.

        Ia menegaskan bahwa demokrasi adalah "dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Dengan makna ini, demokrasi tidak lain adalah pemerintahan yang ditujukan untuk menyejahterakan rakyat.

    
                      Pilih Caleg Amanah
        Dalam konteks itulah, rakyat berkepentingan memilih para wakilnya yang amanah agar mereka mampu mengawasi Pemerintah, membuat legislasi yang bermanfaat bagi rakyat, dan melakukan fungsi "budgeting" (penganggaran) yang bisa dipertanggungjawabkan.

        Sementara itu, dari kalangan politikus pun berharap masyarakat yang punya hak pilih pada Pemilu 2014 jangan sampai terjebak janji-janji politik para caleg yang kelak bakal berujung pada kekecewaan rakyat Indonesia.

        "Rakyat sekarang makin kritis. Mereka tahu wakil rakyat yang benar-benar berjuang untuk kepentingan rakyat di tatanan level kebijakan," kata anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Dr. Dewi Aryani, M.Si.

        Dewi adalah salah satu di antara 298 anggota DPR RI periode 2009--2014 yang ikut memperebutkan kembali kursi DPR RI di 77 daerah pemilihan (dapil) di seluruh Indonesia. Pada pemilu anggota legislatif, 9 April 2014, PDI Perjuangan menempatkan Dewi pada nomor urut 2.

        Ia bersama tujuh rekannya dari PDI Perjuangan serta 88 caleg dari 11 partai politik peserta pemilu ikut memperebutkan delapan kursi di Dapil Jawa Tengah IX (Kabupaten Brebes, Kota/Kabupaten Tegal).

        Dewi pun menyatakan bahwa rakyat memahami wakil rakyat yang secara kontinu turun ke bawah yang tidak hanya menyapa, tetapi juga mendengar suara dan harapan-harapan mereka.

        Dewi yang juga Duta Universitas Indonesia (Duta UI) untuk Reformasi Birokrasi mengaku paham betul situasi di level bawah sehingga menjadikannya pertimbangan-pertimbangan utama dalam membuat berbagai kebijakan untuk kepentingan rakyat.

        "Semua itu saya laksanakan selama ini sehingga mudah-mudahan rakyat benar-benar memahami bahwa saya menjadi wakil mereka karena memang tujuannya untuk pengabdian kepada rakyat," kata Dewi.

        Agar masyarakat yang punya hak pilih tidak terjebak janji-janji politik dan terlena dengan terpaan angin surga, sebelum memasuki masa kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD (11 Januari hingga 5 April 2014), telah berembus seruan: "Tolak uangnya, jangan pilih calegnya."

        Pemilih cerdas dan visioner tentunya akan menerima ajakan untuk tidak memilih caleg yang mengedepankan politik transaksional itu.

*) Penulis adalah Wartawan LKBN ANTARA Biro Jawa Tengah

Pewarta : Oleh D.Dj. Kliwantoro*
Editor :
Copyright © ANTARA 2024