Kendari, (Antara) - Stasion pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) di Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Kendari, yang dibangun Perusahaan Daerah (PD) Utama Sultra sebagai salah satu perusahaan milik daerah membutuhkan tambahan kuota bahan bakar minyak (BBM) untuk nelayan.
"Kuota saat ini sangat kurang untuk memcukupi kebutuhan nelayan yang setiap tahunnya terus bertambah," kata Direktur Umum dan Operasional PD Utama Sultra, Kamiluddin Kandacong,SE di Kendari, Kamis.
Menurut Kamil, saat ini SPBN hanya mendapat kuota rata-rata 400 kiloliter (kl) per bulan, sementara permintaan nelayan berdasarkan rekomendasi dari kantor Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Kendari membutuhkan antara 1.500-2.000 kiloliter per bulan.
Untuk menutupi beban permintaan nelayan akan kebutuhan BBM khususnya solar subsidi, maka pada tahun 2014 ini pihak PD Utama Sultra sebagai badan usaha milik daerah akan meminta tambahan kuota pada depot Pertamina sebesar 850 kiloliter atau meningkat kisaran 40-50 persen dari kuota sebelumnya.
"Dengan pemenuhan tambahan kuota sebesar itu harapan nelayan akan ketersediaan BBM solar bersubsidi itu sedikitnya bisa terpenuhi, walaupun dari sisi kebutuhan nelayan belum seluruhnya mencukupi," ujarnya.
PD Utama Sultra berdasarkan peraturan daerah (perda) nomor 18/1995 yang terkait jenis usaha yang digeluti terdiri dari tujuh jenis usaha (jasa konstruksi, pembangunan dalam arti luas, perdagangan umum, pertanian dalam arti luas, industri jasa, transportasi umum dan EMKL serta pelayaran dan usaha-usaha lainnya).
Namun beberapa tahun kemudian perda tersebut belum banyak memberikan ruang gerak yang responsive dan kompetitif maka keluarlah Peraturan gubernur 28/2008 yang membukakan peluaang bagi PD Utama Sultra untuk melakukan perluasan bidang usaha meliputi, bidang usaha energi dan sumberdaya mineral, usaha konstruksi, usaha penyedia jasa dan tenaga kerja, pariwisata/perhotelan dan usaha perikanan dan kelautan.
Khusus unit usaha SPBN di PPS Kendari yang dibangun sejak tahun 2007 dengan total investasi saat itu Rp3 miliar yang bersumber dari setoran modal Pemprov Sultra Rp2 miliar ditambah setoran dana mitra sebesar Rp1 miliar.
"Bila dihitung dari sisi bisnis pada hasil penjualan itu sudah cukup memadai, namun karena adanya perjanjian kerjasama antara PD Utama Sultra dengan mitra selama 10 tahunan dengan sistim bagi hasil (60:40), maka keuntungan yang diperoleh hanya berkisar sebesar Rp15 juta per bulan dari pendapatan bersih," ujar Kamiluddin.
Untuk meningkat keuntungan dari unit usaha SPBN, kata Kamil solusinya adalah penambahan alokasi dari 400 kl menjadi 850 kl per bulan, maka pendapatan bersih dari hasil penjualan itu bisa mencapai Rp80 juta lebih per bulannya.
Sejalan dengan perkembangan daerah, maka PD Utama sultra dalam rangka peningkatan pendapatannya, beberapa jenis usaha yang telah berproduksi hingga saat ini yakni SPBN di kawasan PPS, PLTD Lambuya, Penyedia jasa tenaga kerja (outsourcing) dan unit usaha pertambangan.
"Dalam tahun 2014 ini beberapa unit usaha yang sedang dan akan beroperasi adalah Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU), SPBU mobile khusus BBM non subsidi untuk melayani kendaraan dinas Pemprov dan usaha transportir BBK Avtur," ujaranya.
"Kuota saat ini sangat kurang untuk memcukupi kebutuhan nelayan yang setiap tahunnya terus bertambah," kata Direktur Umum dan Operasional PD Utama Sultra, Kamiluddin Kandacong,SE di Kendari, Kamis.
Menurut Kamil, saat ini SPBN hanya mendapat kuota rata-rata 400 kiloliter (kl) per bulan, sementara permintaan nelayan berdasarkan rekomendasi dari kantor Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Kendari membutuhkan antara 1.500-2.000 kiloliter per bulan.
Untuk menutupi beban permintaan nelayan akan kebutuhan BBM khususnya solar subsidi, maka pada tahun 2014 ini pihak PD Utama Sultra sebagai badan usaha milik daerah akan meminta tambahan kuota pada depot Pertamina sebesar 850 kiloliter atau meningkat kisaran 40-50 persen dari kuota sebelumnya.
"Dengan pemenuhan tambahan kuota sebesar itu harapan nelayan akan ketersediaan BBM solar bersubsidi itu sedikitnya bisa terpenuhi, walaupun dari sisi kebutuhan nelayan belum seluruhnya mencukupi," ujarnya.
PD Utama Sultra berdasarkan peraturan daerah (perda) nomor 18/1995 yang terkait jenis usaha yang digeluti terdiri dari tujuh jenis usaha (jasa konstruksi, pembangunan dalam arti luas, perdagangan umum, pertanian dalam arti luas, industri jasa, transportasi umum dan EMKL serta pelayaran dan usaha-usaha lainnya).
Namun beberapa tahun kemudian perda tersebut belum banyak memberikan ruang gerak yang responsive dan kompetitif maka keluarlah Peraturan gubernur 28/2008 yang membukakan peluaang bagi PD Utama Sultra untuk melakukan perluasan bidang usaha meliputi, bidang usaha energi dan sumberdaya mineral, usaha konstruksi, usaha penyedia jasa dan tenaga kerja, pariwisata/perhotelan dan usaha perikanan dan kelautan.
Khusus unit usaha SPBN di PPS Kendari yang dibangun sejak tahun 2007 dengan total investasi saat itu Rp3 miliar yang bersumber dari setoran modal Pemprov Sultra Rp2 miliar ditambah setoran dana mitra sebesar Rp1 miliar.
"Bila dihitung dari sisi bisnis pada hasil penjualan itu sudah cukup memadai, namun karena adanya perjanjian kerjasama antara PD Utama Sultra dengan mitra selama 10 tahunan dengan sistim bagi hasil (60:40), maka keuntungan yang diperoleh hanya berkisar sebesar Rp15 juta per bulan dari pendapatan bersih," ujar Kamiluddin.
Untuk meningkat keuntungan dari unit usaha SPBN, kata Kamil solusinya adalah penambahan alokasi dari 400 kl menjadi 850 kl per bulan, maka pendapatan bersih dari hasil penjualan itu bisa mencapai Rp80 juta lebih per bulannya.
Sejalan dengan perkembangan daerah, maka PD Utama sultra dalam rangka peningkatan pendapatannya, beberapa jenis usaha yang telah berproduksi hingga saat ini yakni SPBN di kawasan PPS, PLTD Lambuya, Penyedia jasa tenaga kerja (outsourcing) dan unit usaha pertambangan.
"Dalam tahun 2014 ini beberapa unit usaha yang sedang dan akan beroperasi adalah Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU), SPBU mobile khusus BBM non subsidi untuk melayani kendaraan dinas Pemprov dan usaha transportir BBK Avtur," ujaranya.