Nusa Dua, Bali (Antara News) - Salah satu pertanyaan yang selalu muncul berkaitan dengan kegiatan Indonesia di kancah pertemuan internasional adalah bermanfaatkah itu dan mampukan Indonesia memanfaatkan hasil pertemuan itu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat?.

Dalam Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (KTT APEC) di Nusa Dua, Bali, kali ini Indonesia boleh berbangga karena hampir seluruh gagasan (deliverables) yang tercakup dalam tiga prioritas utama pertemuan itu.

Gagasan itu antara lain mengenai dukungan peningkatan daya saing global untuk sektor UMKM dan perempuan; peningkatan akses keuangan bagi individu dan UKM; serta peningkatan kesejahteraan petani dan pengembangan rencana pencapaian ketahanan pangan di kawasan Asia Pasifik.

Selain itu, pengembangan model sistem kesehatan yang berkelanjutan; pengarusutamaan isu-isu kelautan; menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan teknologi dan inovasi; serta mengoptimalkan pengembangan energi bersih, baru dan terbarukan guna mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak bumi.

Namun kebanggaan itu saja tidak cukup. Pemerintah diminta mampu menggunakannya untuk melakukan reformasi guna melakukan restrukturisasi atau deregulasi internal maupun modernisasi perekonomian nasional, termasuk membuat BUMN dan BUMD menjadi efisien.

Tujuannya, kata Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Anwar Nasution, untuk memerangi kegagalan negara serta meningkatkan efisiensi dan produktifitasnya guna meningkatkan daya saing di pasar dunia.

Yang tidak kalah pentingnya, menurut Anwar, penyebarluasan atau diseminasi informasi dan bimbingan teknis seharusnya dilakukan oleh semua departemen teknis di sejumlah sektor terkait. Diseminasi informasi ini hampir tidak ada setelah berlakunya otonomi daerah.

"RRC menjadi eksportir kembang, sayur dan buah setelah adanya modernisasi di segala bidang dan dengan bantuan investasi modal swasta asing," kata Anwar yang pernah menjabat Gubernur Bank Indonesia (BI).

                                                 Kontribusi APEC
Data menunjukkan bahwa setelah jalan lebih dari dua dasawarsa, APEC telah berkontribusi positif bagi perekonomian nasional.  Nilai total perdagangan Indonesia dengan negara-negara anggota APEC menunjukkan peningkatan yang spektakuler, dari 29,9 miliar dolar AS pada 1989 menjadi 289,3 miliar dolar AS di pada 2011.

Diperkirakan, sebesar 75 persen dari total perdagangan IndonesIa pada 2011 merupakan perdagangan yang ber hasil diraup melalui jalur APEC.

Dari sisi investasi, BKPM mengindikasikan, nilai total investasi di Indonesia dari ekonomi anggota APEC tumbuh dari 2,5 miliar dolar AS pada 1994 menjadi 10,6 miliar dolar As pada 2011. Sebanyak 54 persen dari total nilai investasi penanam modal asing di Indonesia pada 2011 berasal dari ekonomi APEC.

Semua itu, kata Direktur Kerja sama Intra Kawasan Asia Pasifik dan Afrika, Kementerian Luar Negeri,  Arto Suryodipuro, tidak lepas dari aneka gagasan besar Indonesia. Setelah diadopsinya prinsip-prinsip Bogor Goals tahun 1994, APEC mengkukuhkan kerangka kerja sama ekonomi internasional yang lebih terbuka.

"Konsekuensinya, perkembangan kerja sama APEC sampai saat ini terus memastikan adanya sistem perdagangan internasional yang tetap terbuka sehingga dapat mendorong ekspor Indonesia ke kawasan Asia-Pasifik serta menarik laju investasi ke dalam negeri," katanya.

Indonesia memang masih disibukkan dengan isu korupsi, ketidaktersediaan infrastruktur yang sangat dibutuhkan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, investasi yang masih belum cukup, serta birokrasi yang kurang membantu kelancaran berbisnis.

Namun itu tidak berarti Indonesia tidak perlu aktif ketika semua perekonomian di kawasan Asia Pasifik "bekerja bakti" untuk mensejahterakan warganya. Tentang kondisi yang terjadi di dalam negeri berkaitan dengan sejumlah kesepakatan hasil pertemuan, merupakan "PR kita sendiri", bukan kesalahan orang lain.

Pewarta : Oleh Ahmad Buchori
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024