Kendari, (Antara News) - Direktur PT Panca Logam Makmur (PLM) yang bergerak di bidang pertambangan emas di Kabupaten Bombana, Suhandoyo, kembali membeberkan kegagalan manajemen PT PLM saat dipegang oleh pemilik saham mayoritas dari Surabaya.
"Selama 27 bulan mereka menjadi pemegang kendali pengelolaan perusahaan, terdapat sekitar Rp120 miliar uang yang mengalir ke Surabaya tanpa dilaporkan kepada pemegang saham Minoritas dari Jakarta," kata Suhandoyo, di Kendari, Rabu.
Selain itu katanya, pengakuan salah seorang Direktur PT PLM manajemen saham Surabaya saat itu, bernama Candra bahwa terdapat Rp70 miliar uang hasil penjualan produksi emas PT PLM yang ia pegang tetapi tidak dipertanggungjawabkan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Belum lagi masalah pengelolaan SDM dan aset perusahaan. Pengelolaan aset perusahaan setelah diteliti di lapangan saat saya mulai memegang kendali manajemen perusahaan ini, ternyata banyak mesin, alat berat, mulai motor, mobil, eksapator, buldoser dalam kondsi rusak, mereka belanjakan spere part tetapi tidak bisa digunakan dengan hitungan kerugian mencapai miliaran rupiah," kata Suhandoyo yang merupakan bagian pemegang saham PT PLM dari Jakarta..
Pernyataan Suhandoyo tersebut, untuk menanggapi aksi pemilik saham PT PLM dari Surabaya, Selasa (23/7) di lokasi tambang yang mencoba mengambil alih pengelolaan manajemen perusahaan yang sudah berjalan baik saat ini.
"Pihak Surabaya tidak belajar dari kegagalan perjuangkan hak mereka selama ini, dan kegagalan pimpin perusahaan ini sehingga tidak mampu mempertanggungjawabkan keuangan perusahaan selama mereka memegang kendali perusahaan ini," katanya.
Meskipun pihak Surabaya adalah pemegang saham mayoritas mencapai 61 persen katanya, tetapi tidak boleh menindas pihak minoritas.
"Kegagalan mereka memimpin perusahaan karena jauh dari prinsip keadilan kejujuran dan kebenaran," katanya.
Suhandoyo juga membantah jika dikatakan selama kepemimpinannya tidak menaikan gaji karyawan dan tidak menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR).
"Selama mereka memimpin perusahaan ini, tidak pernah ada penyesuaian gaji karyawan. Setelah saya memegang kendali baru saya sesuaikan dengan UMR dan menjalankan semua program CSR. Termasuk menaikkan subsidi kepada pewaris tanah ulayat dari Rp100 juta menjadi Rp250 juta per bulan," tuturnya.
Suhandoyo juga mengaku tidak pernah mengeluarkan kebijakan untuk tidak memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada karyawannya.
Lebih lanjut dikatakan, selain uang yang mengalir ke Surabaya dan tidak dipertanggungjawabkan, juga Emas mengalir ke Surabaya tanpa dilaporkan kepada sesama pemegang saham bahkan laporan produksi manajemen PT PLM versi Surabaya saat itu kepada pemerintah daerah semua fiktif sehingga hanya Rp2,5 miliar royalti yang diserahkan kepada pemerintah daerah selama 27 bulan produksi.
"Mereka telah memutar balikan fakta mengatakan kami bersalah, terbukti mantan Dirut PT PLM, Tomy Jingga dan Kepala Biro Keuangan manahemen versi Surabaya saat itu, Fahlawi, kini dijatuhi kurungan penjara 3 tahun karena terbukti menggelapkan dana perusahaan," katanya.
Suhandoyo juga mengaku sedang mengumpulkan bukti-bukti tindakan anarkisme yang dilakukan pihak Surabaya saat melakukan aksi dengan cara melakukan pengrusakan fasilitas di lokasi tambang untuk kemudian dilaporkan kepada pihak berwajib.
"Anehnya saat mereka datang dan berusaha memasuki areal tambang, selalu dengan wajah-wajah baru yang selalu mengaku pemilik saham atau pengelola manajemen yang sah," katanya.
Terkait keberadaan polisi di lokasi tambang katanya, sudah sesuai dengan prosedural yakni pihak perusahaan meminta pengawalan dari kepolisian terhadap aset-aset vital perusahaan.
"Selama 27 bulan mereka menjadi pemegang kendali pengelolaan perusahaan, terdapat sekitar Rp120 miliar uang yang mengalir ke Surabaya tanpa dilaporkan kepada pemegang saham Minoritas dari Jakarta," kata Suhandoyo, di Kendari, Rabu.
Selain itu katanya, pengakuan salah seorang Direktur PT PLM manajemen saham Surabaya saat itu, bernama Candra bahwa terdapat Rp70 miliar uang hasil penjualan produksi emas PT PLM yang ia pegang tetapi tidak dipertanggungjawabkan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Belum lagi masalah pengelolaan SDM dan aset perusahaan. Pengelolaan aset perusahaan setelah diteliti di lapangan saat saya mulai memegang kendali manajemen perusahaan ini, ternyata banyak mesin, alat berat, mulai motor, mobil, eksapator, buldoser dalam kondsi rusak, mereka belanjakan spere part tetapi tidak bisa digunakan dengan hitungan kerugian mencapai miliaran rupiah," kata Suhandoyo yang merupakan bagian pemegang saham PT PLM dari Jakarta..
Pernyataan Suhandoyo tersebut, untuk menanggapi aksi pemilik saham PT PLM dari Surabaya, Selasa (23/7) di lokasi tambang yang mencoba mengambil alih pengelolaan manajemen perusahaan yang sudah berjalan baik saat ini.
"Pihak Surabaya tidak belajar dari kegagalan perjuangkan hak mereka selama ini, dan kegagalan pimpin perusahaan ini sehingga tidak mampu mempertanggungjawabkan keuangan perusahaan selama mereka memegang kendali perusahaan ini," katanya.
Meskipun pihak Surabaya adalah pemegang saham mayoritas mencapai 61 persen katanya, tetapi tidak boleh menindas pihak minoritas.
"Kegagalan mereka memimpin perusahaan karena jauh dari prinsip keadilan kejujuran dan kebenaran," katanya.
Suhandoyo juga membantah jika dikatakan selama kepemimpinannya tidak menaikan gaji karyawan dan tidak menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR).
"Selama mereka memimpin perusahaan ini, tidak pernah ada penyesuaian gaji karyawan. Setelah saya memegang kendali baru saya sesuaikan dengan UMR dan menjalankan semua program CSR. Termasuk menaikkan subsidi kepada pewaris tanah ulayat dari Rp100 juta menjadi Rp250 juta per bulan," tuturnya.
Suhandoyo juga mengaku tidak pernah mengeluarkan kebijakan untuk tidak memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada karyawannya.
Lebih lanjut dikatakan, selain uang yang mengalir ke Surabaya dan tidak dipertanggungjawabkan, juga Emas mengalir ke Surabaya tanpa dilaporkan kepada sesama pemegang saham bahkan laporan produksi manajemen PT PLM versi Surabaya saat itu kepada pemerintah daerah semua fiktif sehingga hanya Rp2,5 miliar royalti yang diserahkan kepada pemerintah daerah selama 27 bulan produksi.
"Mereka telah memutar balikan fakta mengatakan kami bersalah, terbukti mantan Dirut PT PLM, Tomy Jingga dan Kepala Biro Keuangan manahemen versi Surabaya saat itu, Fahlawi, kini dijatuhi kurungan penjara 3 tahun karena terbukti menggelapkan dana perusahaan," katanya.
Suhandoyo juga mengaku sedang mengumpulkan bukti-bukti tindakan anarkisme yang dilakukan pihak Surabaya saat melakukan aksi dengan cara melakukan pengrusakan fasilitas di lokasi tambang untuk kemudian dilaporkan kepada pihak berwajib.
"Anehnya saat mereka datang dan berusaha memasuki areal tambang, selalu dengan wajah-wajah baru yang selalu mengaku pemilik saham atau pengelola manajemen yang sah," katanya.
Terkait keberadaan polisi di lokasi tambang katanya, sudah sesuai dengan prosedural yakni pihak perusahaan meminta pengawalan dari kepolisian terhadap aset-aset vital perusahaan.