Kolaka (Antara News) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra), dan Balai Pemanfaatan Kawasah Hutan (BPKH) Wilayah VII Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) melakukan pertemuan guna membahas hasil kerja tim panitia dalam pemanfaatan batas kawasan hutan kedua daerah itu.

Asisten II Sekretarian Daerah Kolaka, Syamsul Bahri Majid yang mewakili Bupati Kolaka pada pertemuan itu, Kamis, menjelaskan, Kabupaten Kolaka terjadi perubahan kawasan hutan seluas 32.000 hektar yang diturunkan statusnya menjadi areal penggunaan lain (APL).

"Ini sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 465/Menhut-II/2011 tertanggal 9 Agustus tahun 2011 tentang perubahan peruntukkan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan di Provinsi Sulawesi Tenggara," ujarnya.

Menurut dia, berdasarkan SK Menhut tersebut terjadi penurunan status kawasan hutan guna mewujudkan di lapangan tentu akan dilakukan serangkaian proses pengukuhan antara lain melalui pendataan batas kawasan hutan yang hasilnya nanti disahkan oleh panitia tata batas hutan yang telah dibentuk melalui SK Gubernur Sultra Nomor 530 tahun 2011.

"Permasalahan batas-batas hutan ini berdampak pada konflik, dan tidak pernah selesai. Kita dapat maklumi bersama karena seiring dengan pertambahan penduduk, maka kebutuhan akan lahan oleh masyarakat juga tidak bisa dipungkiri," katanya.

Ia menambhakan, banyak kawasan hutan yang dirambah dan dampaknya sangat luas terhadap masyarakat. sehingga jika itu terus terjadi, maka sendi-sendi kehidupan juga akan hancur seperti infrastruktur yang dibangun akan hancur jika ada banjir.

"Oleh karena itu pembangunan daerah yang akan dilakukan oleh pemda harus mempertimbangkan aspek lingkungan guna keberlanjutan sumber daya hutan sebagai penyangga kehidupan," ujar Syamsul.

Ia juga berharap jika ada hak-hak pihak ketiga dalam kawasan hutan belum diselesaikan melalui proses tata batas nanti, akan ada forum tersendiri yang menyelesaikan sesuai mekanisme dan prosedur yang berlaku.

Sementara itu Kepala BPKH Wilayah II Makassar, Hasbi Akram mengatakan, pertemuan ini adalah tahap kedua dari kelanjutan tahap pertama dalam inventaris kawasan tata batas hutan antara kedua daerah itu.

Tahap pertama tahun 2012 melakukan pengukuran dan pemasangan ajir dan pendataan pihak hak-hak ketiga yang dilewati dalam penataan kawasan hutan. Tahun lalu telah dilaksanakan pendataan sekitar 197 hektar, dan tahun ini seluas 95 hektar yang akan diinventaris oleh panitia tata batas hutan.

"Untuk itu kami juga minta masukan kepada pihak kepala desa, jangan sampai masih ada hak-hak masyarakat yang belum terdata oleh tim selama melakukan inventarisasi dalam kawasan hutan.

Dalam Peraturan Menhut, kata dia, disebutkan bahwa fasilitas umum dan fasilitas sosial serta pemukiman yang lebih dari satu keluarga di sepanjang trayek tata batas, bila ditemukan itu bisa dikeluarkan dari kawasan hutan itu.

"Oleh karena itu, kami minta batuan kepala desa yang mengetahui adanya warga di lapangan, sehingga pendataan tidak terlepas dari pendataan tim tata batas," ujarnya seraya menambahkan, di beberapa desa sudah ditanam ajir sebanyak 9.000 titik sebagai tanda batas kawasan hutan.

Dalam rapat pertemuan itu selain dihadiri Kepala Bappeda Kolaka, Fahruddin Rahim dan Kepala Dinas Kehutanan Kolaka Ahmad Lakay, juga dihadiri sejumlah kepala desa dari Kecamatan Aere dan Uluiwoi Kabupaten Kolaka Timur.

Pewarta : Oleh: Darwis Sarkani
Editor :
Copyright © ANTARA 2024