Jakarta (ANTARA News) - Alasan warga menolak menikah di kantor urusan agama atau KUA beragam, antara lain balai nikah yang ada di sejumlah kecamatan sempit,  pengap karena tanpa AC, tampilannya buruk, juga faktor sosial kultural.

Selain itu, nikah di kantor KUA,  dikesankan oleh masyarakat sebagai orang-orang bermasalah, seperti "kecelakaan" akibat salah dalam pergaulan bebas. Kebanyakan pula jika nikah di kantor KUA dikenakan label sebagai orang paling miskin, karena setelah itu tak disusul dengan acara resepsi bagi kedua mampelai.

Sejatinya bagi sebagian masyarakat di tanah Jawa, jika ditinjau dari perspektif sosial kultural, nikah bukan sekedar menyatukan hati dua insan berlainan jenis dalam satu perkawinan.  Tetapi, lebih dari itu, menyatukan dua keluarga besar berikut hak dan tanggung jawabnya.

Nikah harus dilaksanakan dengan landasan cinta kasih lahir batin. Diupayakan pula hingga melahirkan cucu dan cicit. Selain itu membentuk rumah tangga Sakinah Mawadah Warohmah, dan seluruh dari aktivitas keluarga bersangkutan didedikasikan untuk kemanfaatan keluarga dan orang banyak.

Lantas, apa sih sakinah mawadah dan warohmah itu? Sakinah dapat dimaknai sebagai kedamaian, ketenteraman, ketenangan, dan kebahagiaan. Dalam sebuah pernikahan, sakinah berarti membina atau membangun sebuah rumah tangga yang penuh dengan kedamaian, ketenteraman, ketenangan dan selalu berbahagia. Sedangkan mawaddah menurut bahasa berarti Cinta atau harapan.

Dalam berbagai literatur dijelaskan bahwa cinta adalah hal penting yang harus ada dan selalu ada pada sebuah pasangan suami istri. Mawaddah berarti mencintai baik di saat senang maupun sedih. Sementara warrohmah, dengan kata dasar rohmah, berarti kasih sayang. Makna dari kata wa merupakan sebagai kata sambung (dan). Di dalam sebuah keluarga, kasih sayang adalah hal penting yang harus ada dan selalu di jaga agar impian menjadi keluarga bahagia bisa tercapai.

Kalau digabung arti sakinah mawaddah warrohmah berarti keluarga yang selalu diberikan kedamaian, ketenteraman, selalu penuh dengan cinta dan kasih sayang. Maka jelas, semua keluarga ingin menjadi keluarga yang seperti itu. Kunci utama untuk mendapatkan keluarga yang sakinah mawaddah warrohmah adalah meluruskan niat berkeluarga karena ingin mendapat Ridho dari Allah. Banyak orang yang berkeluarga dengan niat yang kurang lurus, sehingga keluarga yang dibina menjadi tidak bahagia.

Karena itu, ketika terjadi prosesi lamaran dan diperoleh kata persetujuan untuk menikahkan dari kedua keluarga mampelai, biasanya disusul dengan penentuan hari pelaksanaan nikah.

Dan terkait dengan penentuan hari pernikahan itu, kedua keluarga "lelaki dan perempuan" secara terbuka menjelaskan tanggal, bulan dan tahun kelahiran dari kedua anak mereka. Dari tanggal lahir itulah kemudian ada perhitungan, tanggal berapa, bulan apa dan tahun berapa hari dilaksanakannya pernikahan.

Di dalam diskusi tersebut, kedua keluarga menyertakan "orang tua", atau paling tidak melibatkan orang terpandang di kampungnya untuk menentukan hari pelaksanaan pernikahan. Perhitungan yang digunakan umumnya dari penanggalan Jawa, wetonya apa seperti wage, pon, paing hingga kliwon.  Lalu bulan dari penanggalan Jawa, yang namanya mirip-mirip dengan penanggalan hijriah seperti  rabiul awal, rabiul akhir, jumadil ula, jumadil tsaniyah dan seterusnya.

Perhitungan itu juga tidak semudah yang dibayangkan. Jika sudah ketemu, harus dilihat pula apakah ada anggota keluarga yang meninggal "nenek/kakek" yang bisa menghalangi prosesi pernikahan. Semua memang hari adalah baik, tetapi tidak semua punya nilai tinggi. Dalam sepekan ada satu hari sebagai penghulu, yaitu Jumat. Juga pada setahun, ada satu bulan mulia yaitu Ramadhan sebagai penghulu bulan di antara bulan lainnya.

    
                          "Intip"
Sejatinya, sebelum dilangsungkan prosesi lamaran, biasanya ada anggota keluarga yang "mengintip" watak dari kedua pasangan tersebut dan sejauh mana jika ke depan pasangan itu disatukan dalam satu rumah tangga. Proses "mengintip" itu dimaksudkan untuk mengetahui bibit, bebet, dan bobot. Ketiga istilah yang digunakan orangtua merupakan kriteria memilih pasangan hidup.

Bibit bermakna berasal dari keluarga siapa.  Apakah keluarga baik-baik dan terhormat. Bebet berarti kesiapan seorang dalam memberi nafkah keluarga. Bebet penekanannya pada pekerjaan, ekonomi

Bebet artinya, kesiapan seseorang dalam memberi nafkah keluarga. Bebet dititkberatkan pada aspek ekonomi alias harta. Atau, dititikberatkan pula pada kepribadiannya. Maksudnya dan kepribadian  Sedangkan bobot bermakna pada kualitas hidup seseorang. Pendidikan, jabatan dan sebagainya.

Pengetahuan itu sangat penting. Hal itu juga terkait dengan  anak bersangkutan bukan dari hasil pernikahan istri simpanan, atau dari hasil kawin siri. Semua itu penting dilakukan agar dapat diketahui nasab, atau garis keturunan dari masing-masing anggota keluarga. Bukankah dalam Islam ada larangan seorang pria mengawini wanita sedarah, seperti adik dan sebagainya.

Setelah proses penentuan hari pernikahan sudah final, kedua belah pihak tinggal menentukan hari resepsinya. Untuk proses ini tak begitu nyelimet. Karena, tinggal menentukan apakah dilangsungkan di kediaman wanita atau di gedung tertentu. Jika hal ini sudah ditentukan, barulah ditentukan siapa penghulunya.

Namun untuk menentukan hari pelaksanaan pernikahan, atau hari "h" , tidak mesti harus ditentukan atas kesepakatan kedua belah pihak. Ada yang menyerahkan sepenuhnya kepada pihak keluarga perempuan, termasuk segala tetek bengek dan pernak-perniknya hingga acara pelaksanaan resepsinya.

Tetapi ada pula untuk acara pernikahan diambil alih pihak keluarga lelaki. Pihak keluarga perempuan hanya melaksanakan saja, sementara untuk kebutuhan "uang dapur" bagi pelaksanaan resepsi ditanggung pihak keluarga perempuan. Pihak keluarga lelaki lebih dominan, meski memberi kontribusi "dalam bentuk uang" hanya sedikit.

Penentuan hari pernikahan, bukan sampai pada hari saja. Juga termasuk jam pernikahan. Bahkan ada warga yang fanatik, sampai detik berapa ijab kabul dilakukan dihitung dengan cermat. Bahkan ada pernikahan harus dilakukan malam hari, karena mengindahkan perhitungan tersebut.

Beberapa kasus dalam satu keluarga sering "bertengkar" diyakini sebagai akibat salah menentukan hari pernikahan. Konsekuensinya, kedua orang berlainan yang sudah dalam satu atap melakukan nikah ulang. Nikah ulang ini, atau oleh sebagian masyarakat disebut nikah yang diperbaharui, dimaksudkan agar keluarga tersebut tak selalu cekcok dengan pasangannya. Tentu saja nikah semacam itu tak mengubah catatan yang ada di dalam buku nikah. Nikahnya pun biasanya ditentukan oleh ulama dengan saksi keluarga terdekat.

Ada pula orang melakukan pembaharuan nikah dengan maksud agar keluarga tersebut mendapat keturunan dari pasangan yang telah dinikahinya. Kepercayaan ini masih kuat melekat di masyarakat. Jadi, pernikahan bukan sekedar menyatukan dua insan dalam satu keluarga. Dia harus dibentuk dengan perhitungan yang cermat, karena tidak ada orang tua anaknya mengalami nasib buruk dalam perjalanan hidupnya. Karena itu, anjuran dari jajaran Kementerian Agama agar menikahkan anggota keluarga DI KANTOR kua kini menjadi sebuah kemustahilan.

Pewarta : Oleh: Agus Sanaa
Editor :
Copyright © ANTARA 2024