Kendari (ANTARA News) - Terpidana korupsi mantan Walikota Kendari Masyhur Masihe Abunawas (62) tidak memenuhi panggilan eksekusi dari kejaksaan dengan alasan sedang menjalani perawatan sakit jantung.

Kasi Pidana Khusus Kejari Kendari Arifuddin di Kendari, Senin, mengatakan pemberitahuan alasan sakit oleh terpidana Masyhur Abunawas dibuktikan dengan keterangan dokter.

"Jaksa penuntut menerima alasan sakit dari terpidana namun tetap akan melakukan pengecekan dimana yang bersangkutan menjalani perawatan," kata Arifuddin.

Mantan Walikota Kendari dua periode divonis pidana penjara 18 bulan kurungan oleh hakim Mahkamah Agung RI atas permohonan kasasi dari jaksa penuntut Kejari Kendari.

"Perkara Masyhur Masie Abunawas telah berkekuatan hukum tetap setelah turunnya putusan Mahkamah Agung RI. Jaksa penuntut berkewajiban untuk melakukan eksekusi," kata arifuddin.

Pada pengadilan tingkat pertama di PN Kendari mantan Walikota Kendari yang didakwa menerima gratifikasi berupa kendaraan roda empat serta tanah dan bangunan divonis bebas oleh hakim.

Menanggapi putusan bebas tersebut, jaksa penuntut melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI.

Mantan Walikota Kendari dijerat melanggar UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi karena terbukti menerima gratifikasi satu unit mobil milik pemerintah dan tanah serta bangunan.

Jaksa menuduh terpidana Masyhur Masie Abunawas merugikan keuangan negara sebesar Rp2 milliar.

"Jaksa melakukan upaya hukum kasasi karena yakin bukti-bukti terjadinya perbuatan pidana yang berimplikasi merugikan keuangan negara cukup kuat namun tidak tahu hakim PN Kendari membebaskan yang bersangkutan," kata Arifuddin.

Kejaksaan berharap kepada kader Partai Golkar tersebut agar berbesar hati menerima putusan hukum sehingga tidak terjadi upaya paksa dalam pelaksanaan putusan kasasi.

"Hak keluarga dan yang bersangkutan untuk melakukan upaya hukum paksa atau peninjauan kembali (PK) tetapi mohon dimaklumi bahwa eksekusi tidak harus menunggu putusan PK," katanya. (Ant).

Pewarta : Sarjono
Editor :
Copyright © ANTARA 2024