Rumbia (ANTARA News) - DPRD Kabupaten Bombana menolak pembahasan atas delapan buah rancangan peraturan daerah (Raperda) yang diajukan oleh pemerintah kabupaten setempat, sebab tata naskah dan sistematika penulisannya tidak subtantif.
"Kedelapan Raperda yang diajukan itu kami tolak untuk dibahas sebab masih perlu perbaikan substansi materi, tata naskah, sistematika penulisannya dan harus dilengkapi dengan naskah akademik," kata juru bicara Fraksi Demokrasi Indonesia Raya, DPRD Bombana, Faesal, Kamis.
Kedelapan Raperda yang di tolak pembahasannya tersebut masing-masing Raperda Pajak dan Reklame, Pajak Hiburan, Pajak Restoran, Pajak Hotel, Pajak Parkir, Pajak Minerba Bukan Logam dan Batuan.
"Selanjutnya Raperda Retribusi Jasa Usaha Daerah, Raperda organisasi dan Tata Kerja Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Bombana," kata Faesal.
Menurut Faesal, ditolaknya pembahasan kedelapan Raperda tersebut, disebabkan semuanya akan berimplikasi langsung kepada pelayanan pablik.
"Oleh karena itu, diperlukan pengkajian yang lebih komprehensif, sehingga ke depannya tidak menimbulkan riak di kalangan masyarakat," katanya.
Selain akan berimplikasi luas terhadap masyarakat Bombana sebagai obyek dan subyek pajak, kata Faesal, kedelapan Raperda tersebut mestinya menjadi lokomotif pendorong peningkatan pendapatan daerah.
Akan tetapi, kata Faesal, mulai dari tata naskah hingga sistematika penulisan, kedelapan Raperda tersebut, terkesan dipaksakan untuk diajukan.
"Seharusnya, masyarakat sebagai obyek dan subyek pajak, harus dilibatkan dalam penyusunan Raperda itu, bukan dikerjakan sendiri oleh tim penyusun," katanya.
Indikator bahwa kedelapan Raperda itu disusun asal-asalan, kata Faesal, yakni terdapatnya Raperda yang telah ditetapkan menjadi Perda, tanpa menyertakan perubahan nomenklatur," katanya.
"Kemudian kami juga memandang bahwa sosialisasi ke masyarakat atas Raperda tersebut belum dilaksanakan, padahal keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan Raperda itu sangat lah penting," katanya. (Ant).
"Kedelapan Raperda yang diajukan itu kami tolak untuk dibahas sebab masih perlu perbaikan substansi materi, tata naskah, sistematika penulisannya dan harus dilengkapi dengan naskah akademik," kata juru bicara Fraksi Demokrasi Indonesia Raya, DPRD Bombana, Faesal, Kamis.
Kedelapan Raperda yang di tolak pembahasannya tersebut masing-masing Raperda Pajak dan Reklame, Pajak Hiburan, Pajak Restoran, Pajak Hotel, Pajak Parkir, Pajak Minerba Bukan Logam dan Batuan.
"Selanjutnya Raperda Retribusi Jasa Usaha Daerah, Raperda organisasi dan Tata Kerja Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Bombana," kata Faesal.
Menurut Faesal, ditolaknya pembahasan kedelapan Raperda tersebut, disebabkan semuanya akan berimplikasi langsung kepada pelayanan pablik.
"Oleh karena itu, diperlukan pengkajian yang lebih komprehensif, sehingga ke depannya tidak menimbulkan riak di kalangan masyarakat," katanya.
Selain akan berimplikasi luas terhadap masyarakat Bombana sebagai obyek dan subyek pajak, kata Faesal, kedelapan Raperda tersebut mestinya menjadi lokomotif pendorong peningkatan pendapatan daerah.
Akan tetapi, kata Faesal, mulai dari tata naskah hingga sistematika penulisan, kedelapan Raperda tersebut, terkesan dipaksakan untuk diajukan.
"Seharusnya, masyarakat sebagai obyek dan subyek pajak, harus dilibatkan dalam penyusunan Raperda itu, bukan dikerjakan sendiri oleh tim penyusun," katanya.
Indikator bahwa kedelapan Raperda itu disusun asal-asalan, kata Faesal, yakni terdapatnya Raperda yang telah ditetapkan menjadi Perda, tanpa menyertakan perubahan nomenklatur," katanya.
"Kemudian kami juga memandang bahwa sosialisasi ke masyarakat atas Raperda tersebut belum dilaksanakan, padahal keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan Raperda itu sangat lah penting," katanya. (Ant).