Kendari (ANTARA News) - Desakan masyarakat agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Tenggara (Sultra) membekukan KPU Buton yang terbukti melanggar aturan dalam menentukan pasangan calon bupati-wakil bupati pada pilkada Buton, mendapat dukungan semakin kuat.

Setelah Sabtu (24/9) lalu anggota DPRD Buton, Hj Sufiani yang meminta pembekuan KPU Buton, Rabu desakan tersebut juga disampaikan Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Kedaulatan Buton, Kaimuddin melalui telepon dari Buton.

"Kami dari pengurus sejumlah partai di Buton sudah bersepakat akan memboikot proses ulang pilkada Buton, jika anggota KPU yang menyelenggarakan pilkada sebelumnya tidak dipecat atau dibekukan keanggotaan mereka," katanya.

Menurut dia, keputusan Mahkamah Konstitusi yang menerima gugatan pasangan Uku/Dani, merupakan bukti hukum bahwa, anggota KPU Buton melanggar aturan dalam menyelenggarakan Pilkada Buton.

Oleh karena itu kata dia, KPU provinsi harus membekukan KPU Buton dan memecat lima orang anggotanya, karena tindakan mereka melawan hukum dalam menyelenggarakan pilkada Buton telah menimbulkan kerugian yang cukup besar, mencapai Rp12 miliar lebih.

"Lima anggota KPU Buton yang terbukti melawan Undang-Undang dalam menyelenggarakan pilkada, tidak bisa lagi dipercaya sebagai penyelenggara pilkada ulang. Karena itu mereka harus dipecat dan diganti dengan orang lain," katanya.

Hal yang sama juga diungkapkan anggota DPRD Kabupaten Buton, La Gou. Menurutnya, lima anggota KPU Buton yang melanggar undang-undang dalam menyelenggarakan pilkada Buton, tidak hanya dicepat dari keanggotaan KPU akan tetapi harus mengembalikan gaji yang mereka terima selama menjadi anggota KPU.

"Mereka digaji negara untuk menjalankan amanah undang-undang. Namun fakta yang terjadi seperti terbukti Mahkamah Konstitusi, mereka bekerja melawan undang-undang dan menerima suap dari sejumlah calon bupati yang berimplikasi pada kerugian negara," katanya.

Menurut dia, anggota KPU Buton yang terbukti di persidangan di MK menerima suap dari pasangan calon bupati/wakil bupati yang diloloskan jadi calon bupati-wakil bupati, tidak bisa lagi dipercaya menjadi penyelenggara pilkada, karena dikhawatirkan mengulang kembali perbuatan mereka.

"Oknum-oknum anggota KPU yang terlibat suap itu, tidak pantas lagi menjadi penyelegara pilkada karena hal itu merusak citra dan kewibawaan lembaga KPU. Makanya, mereka harus dipecat dari anggota KPU," katanya.

Menyangkut proses ulang pilkada Buton, La Gou menyarankan KPU Provinsi Sultra menjadi penyelenggara pilkada Buton atau mengganti kelima anggota KPU Buton yang terbukti melakukan pelanggaran tersebut.

"Sesuai ketentuan undang-undang, KPU Provinsi dibolehkan mengambilalih pilkada di tingkat kabupaten, jika anggota-anggotanya terbukti melakukan pelanggaran. Makanya, kita harapkan proses ulang pilkada Buton tidak lagi dilaksanakan KPU Buton, tapi diambilalih KPU Provinsi Sultra," katanya.

Majelis hakim MK dalam sidang pembacaan putusan gugatan Uku/Dani, Rabu (21/9) lalu mengabulkan gugatan Uku/Dani yang meminta pemilihan kepala daerah Kabupaten Buton, diproses ulang karena KPU setempat melanggar aturan dalam menentukan pasangan calon bupati/wakil bupati Buton.

Majelis hakim MK yang diketuai Akil Mochtar memutuskan perkara gugatan Uku/Dani tersebut setelah memperhatikan dan menimbang keterangan sejumlah saksi yang dihadirkan di persidangan.

Berdasarkan bukti dan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan, KPU Buton sebagai penyelenggara pilkada, sungguh-sungguh melakukan pelanggaran dalam menentukan pasangan calon bupati/wakil bupati Buton yang dipilih pada 4 Agustus 2011 lalu.

Dalam pandangan majelis hakim, pasangan Uku/Dani yang digugurkan oleh KPU, berhak menjadi peserta pilkada yang digelar pada 4 Agustus 2011 itu. (Ant).

Pewarta : Agus
Editor :
Copyright © ANTARA 2024