Jakarta (ANTARA) - Tim Gabungan Bareskrim Polri melaksanakan gelar perkara kasus gagal ginjal akut yang menewaskan sejumlah pasien guna menentukan apakah kasus tersebut memenuhi unsur pidana untuk ditingkatkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Gelar perkara dilakukan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa, oleh tim gabungan Bareskrim Polri, yang terdiri atas Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter), Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba), Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus), dan Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum), beserta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan.
"Iya, hari ini gelar perkara untuk meningkatkan dari lidik (penyelidikan) ke sidik (penyidikan)," kata Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Pipit Rismanto.
Hasil gelar akan disampaikan oleh penyidik setelah gelar perkara selesai dilakukan. Dalam proses gelar perkara tersebut, kata Pipit, penyidik mengkaji segala hal termasuk urusan medis dan tindak lanjut setelah proses hukum naik ke tahap penyidikan.
"Ini masalahnya kan urusan medis, ini di sini kan harus ada ahli, enggak bisa Dittipidter sebagai penyidik terus menjawab tentang medis, akan kesulitan, terus masalah tindak lanjutnya apa, pembagian tugas nanti mana yang perlu didalami; harus semuanya komprehensif," kata Pipit.
Sebelumnya, Senin (31/10), Bareskrim Polri bersama BPOM menemukan dua industri farmasi swasta di Indonesia menggunakan bahan baku propilen glikol melampaui ambang batas aman pada produk obat sirop yang dipasarkan.
Dua industri farmasi tersebut adalah PT Yarindo Farmatama di Jalan Modern Industri IV Kav. 29, Cikande, Serang, Banten, dan PT Universal Pharmaceutical Industries di Tanjung Mulia, Medan, Sumatera Utara.
Dari PT Yarindo, petugas menyita barang bukti berupa ribuan produk obat sirop bermerek dagang Flurin DMP yang tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Selain itu, petugas gabungan juga menyita sejumlah dokumen terkait pengadaan bahan baku untuk menelusuri lebih jauh jangkauan distribusi bahan baku produk tersebut.
Sementara dari fasilitas produksi PT Universal Pharmaceutical Industries, tim gabungan menyita ratusan ribu produk obat sirop bermerek dagang Unibebi untuk demam dan batuk.
Kepala BPOM RI Penny K. Lukito dalam konferensi pers di Serang, Banten, mengatakan patut diduga terjadi tindak pidana yang dilakukan dua produsen tersebut, yakni memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi tidak memenuhi standar keamanan khasiat, keamanan, dan mutu sebagaimana Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 196, Pasal 98 ayat 2 dan 3 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp1 miliar.
Selain itu, produsen juga diduga memperdagangkan barang yang tidak memenuhi standar dan persyaratan pasal 62 ayat 1 pasal 18 dan UU RI Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dan denda Rp2 miliar.
"Jika terbukti ada kaitan dengan kematian konsumen, maka akan ada ancaman pasal lain," kata Penny.
Baca juga: Gagal ginjal akut, Polri bentuk tim gabungan usut impor bahan obat sirop
Cari bukti
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengumpulkan sampel urine dan darah dari para pasien gangguan ginjal akut di Indonesia untuk mengungkap faktor penyebab kematian akibat racun pada obat sirop.
"Kami ditunjuk untuk melakukan penegakan hukum melalui penyelidikan lebih dalam terkait peristiwa ini," kata Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto dalam konferensi pers di Serang, Banten, Senin.
Ia mengatakan seluruh sampel itu dikumpulkan Polri melalui kerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI serta Kementerian Kesehatan RI beserta seluruh jaringan di daerah.
"Kami berusaha mengumpulkan sampel bekerja sama dengan Kemenkes, Dinkes dan BPOM di daerah untuk kumpulkan sampel urine dan darah," katanya.
Pipit mengatakan sampel yang telah didapat dari BPOM berupa sisa obat sirop dalam kemasan yang dikonsumsi pasien.
Dari uji sampel sisa obat itu, kata Pipit, penyidikan kasus mengerucut pada cemaran Etilen Glikol (EG) pada produk Paracetamol yang diproduksi PT Afi Pharma.
"Sudah disebutkan ada Afi Pharma, ada beberapa sampel yang kami kirim ke BPOM, kami tunggu hasilnya untuk gelar perkara bersama-sama," katanya.
Dari seluruh sampel yang diperoleh, Bareskrim Polri akan melakukan penegakan hukum terkait faktor kelalaian atau kesengajaan yang berujung pada kejadian kematian pasien.
"Bukan sekadar produk obat, tapi juga pada kualitas bahan baku, apakah impor, produksi dalam negeri nanti kami kembangkan," katanya.
Pada acara yang sama, Kepala BPOM RI Penny K Lukito mengatakan hingga saat ini telah terkumpul total tiga produsen farmasi swasta di Indonesia yang diduga menggunakan bahan baku pelarut obat yang melampaui ambang batas aman sehingga berisiko merusak ginjal pasien.
Pertama, PT Yarindo Farmatama dengan tuduhan menggunakan bahan baku obat tidak memenuhi syarat sehingga memicu cemaran EG di atas batas aman.
"PT Yarindo Tidak melakukan kualifikasi pemasok bahan baku obat, termasuk tidak melakukan pengujian bahan baku untuk parameter cemaran EG dan DEG," katanya.
Industri farmasi yang berdomisili di Tangerang, Banten itu juga tidak menggunakan metode analisa uji bahan baku sesuai referensi terkini.
Produk yang dipasarkan bermerek dagang Flurin DMP Syrup terbukti menggunakan bahan baku pelarut Propilen Glikol (PG) hingga memicu cemaran EG sebesar 48 mg/ml dari syarat ambang batas aman 0,1 mg/ml.
Selanjutnya adalah PT Universal Pharmaceutical Industries yang memasarkan produk obat sirop bermerek dagang Unibebi untuk demam dan batuk.
"BPOM menyita 64 drum Propilen Glicol dari distributor bahan baku Dow Chemical Thailand Ltd dengan 12 nomor batch berbeda," katanya.
Terakhir adalah PT Afi Pharma yang terbukti memiliki kandungan EG pada produk Paracetamol obat sirop.*
Baca juga: Kandungan EG dan DEG tinggi, BPOM pidanakan dua industri farmasi terkait kandungan obat sirop
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bareskrim gelar perkara kasus gagal ginjal akut